Wednesday, February 22, 2012

Aku Butuh Sesosok Sahabat Bukan Sekedar Teman


Hari ini aku dipenuhi banyak masalah. Masalah yang sangat kompleks. Mulai dari konten majalah yang tak kunjung kelar, surat pengantar proposal, nyiapin dialog interaktif, website unit yang masih acak-acakan, kru unit yang kabur-kabur, tugas asrama dan masih banyak lagi. Sangat kompleks sekali. Aku sangat susah mendiskripsikannya.

Aku mencoba melupakan masalah tersebut dengan bermain tenis meja di himpunan. Aku main habis maghrib sampe Isya’. Ini cukup membuatku fresh sejenak. Habis sholat Isya, aku kembali ke meja kerja “Sekre SC-E04” untuk menyelesaikan amanah-amanah yang terabaikan. Beberapa SMS aku abaikan dengan sengaja. Aku lagi malas membalas.

Tapi sinyal untuk kemajuan sekre aku semakin besar. Biarpun aku sampai saat ini masih single fighter, aku tetap yakin bahwa usahaku tiap hari tidaklah sia-sia. Dibalik kerjaku saat ini, aku menciptakan harapan besar, cita-cita besar. Bukan saat ini, melainkan sesaat aku dewasa nanti. Berkarya sewaktu menjadi mahasiswa adalah catatan emas ketika tuaku nanti. Keinginanku satu “menginspirasi orang-orang disekitarku”. Itu saja.

Masalah tidaklah bisa diselesaikan hanya sehari dua hari. Ini butuh proses apalagi hidup di tengah mahasiswa ITB yang cukup enjoy dengan dunianya sendiri-sendiri. Aku harus bekerja keras menelurkan ide-ide dan harapan baru. Biarpun sendiri tapi kalau diniati dengan tulus, hasilnya pasti akan menggembirakan. 

Saat ini aku hanya butuh seorang yang bisa bekerja kompak. Ia bisa memahami keadaanku dan mau bergerak. Ia bisa membuat aku g kesepian di sekre. Dia selalu memotivasi dan mengkritik untuk membangun sesuai dengan visi dan misi organisasi. Tuntutan dia g banyak. Dia bekerja tidak untuk pamrih. Dia bekerja pure untuk mencapai visi mulia “menjadikan mahasiswa ITB sadar akan kondisi bangsa yang carut-marut ini”. Itulah namanya sahabat bukan teman. Sahabat bukanlah seseorang yang melulu ingin dipahami tapi ia juga memahami keadaanku. Intinya keterikatan emosional sudah terbentuk seperti satu keluarga, satu saudara.

Tapi biarpun seperti ini keadaan sekarang, aku sangat senang sekali karena aku masih bisa berhubungan dengan beraneka aktivis kampus ITB maupun Lingkar Studi Bulak Sumur UGM yang aku anggap sebagai teman dekat. Aku yakin perjuangan berat ini akan sangat bermakna karena aku menjalaninya dengan senyuman. Ya, senyuman yang menginspirasi karena pada hakekatnya diri ini lemah. Hanya Tuhan yang dapat aku andalkan. Tiada seorang pun yang bisa menandinginya.


0 komentar: