Aku bukanlah
orang yang menduduki posisi di jajaran kepengurusan KM ITB. Aku hanya warga
biasa KM ITB. Setidaknya pasca pencalonanku sebagai MWA-WM dan gagal, aku telah
berinteraksi dengan banyak aktivis kampus yang awalnya belum kukenal. Berikut ini, aku bisa ceritakan 3 mimpi
besarku di Kemahasiswaan ITB.
Pertama, Kolaborasi satu ITB. ITB
terletak di tempat yang sangat terpadu di Jalan Ganesha (kecuali Jatinangor).
Jarak himpunan, unit, kantor dosen, juga rektorat, tidaklah jauh. Selain itu
diperkuat dengan jaringan alumni yang mengakar sampai ke tingkat daerah (baca :
provinsi). Ini adalah peluang yang luar biasa besar untuk sinergi. Dalam
fikiranku, aku membayangkan ketika satu ITB (mahasiswa, dosen, rektorat,
alumni, karyawan, dan stakeholder
lainnya di ITB) duduk bareng tanpa sekat untuk diskusikan masalah ITB sehingga
terumuskan solusi yang tepat untuk kemajuan ITB itu luar biasa. Forum ini
bukanlah seperti GMTT seperti yang diinisiasi kabinet Anjar tahun lalu. Acara
ini kontinyu dan sifatnya terbuka bukan eventual. Kedua, Dosen dan mahasiswa seperti bapak dan anak. Coba bayangkan
ketika menjelang maghrib, dosen dateng ke himpunan dan ngobrol seputar
kemahasiswaan ato apapun. Bayangkan lagi ketika banyak forum diskusi di unit,
ato bahkan di tempat terbuka yang diadakan oleh dosen dan mahasiswa. Dosen
bercerita tentang kondisi bangsa ini yang kritis lalu ia tularkan gagasan. Jika
hal ini kontinyu, aku sangat yakin political
will mahasiswa ITB akan terbentuk dengan sendirinya. Dosen adalah figur.
Itu faktor kesuksesannya aku rasa. Ketiga,
Adanya kajian yang tersistem dengan baik dan konsisten yang diadakan oleh semua
organisasi kemahasiswaan di ITB. Kajian ini lebih difokuskan ke pengembangan
ilmu tiap jurusan ato rumput unitnya masing-masing. Kajian ini dikoordinasi
secara rutin oleh kabinet KM ITB sebagai pemegang eksekutif "tertinggi"
kemahasiswaan di kampus ITB. Betapa indahnya, kalo kawan-kawan Nymphea mengkaji
"The Origin of Species" Charles Darwin, kawan-kawan Planologi
mengkaji "The Wealth of Nations" Adam Smith, dan kawan-kawan KMSBM
mengkaji "Das Kapital" Karl Marx. Tidak bisa dibayangkan, gerakan
eksternal KM ITB akan menjadi gerakan kesadaran untuk bergerak bukan gerakan
karbitan dari kajian semalam.
Ketiga mimpiku
itu aku rasa sebagai gerakan kultural yang bisa kurang nge-trend di kalangan mahasiswa ITB saat ini. Aku ceritakan mimpiku ini
berhubung aku sekarang berada di kemahasiswaaan ITB, bukan kampus
"ecek-ecek, kelas teri". Mahasiswa ITB memiliki tanggung jawab yang
sangat besar bagi kemajuan dan kemunduran bangsa ini. Sejarah menunjukkan
demikian." JAS MERAH, Jangan Lupakan Sejarah", kata Soekarno. Gerakan
yang aku ceritakan di atas adalah gerakan kultural yang sifatnya kontinyu
sampai kiamat. Masa mahasiswa ITB hanya mempu jadi Event Organizer, gagasan-gagasan politiknya sekedar gerakan
"mengisi kekosongan" yang nihil makna, dan hanya sekedar kandang pertarungan
politik antara kubu depan (Gamais) dengan kubu belakang (PSIK) ?. Ayolah kawan
! Berfikirlah besar.
Terpilihnya
Nyoman (MS 09) sebagai ketua Kabinet KM ITB 2013/2014 mengundang teka-teki
besar. Dibanding visi Yorga, visi Nyoman lebih pas menurutku. "Yuk
Bergerak !", begitulah bunyinya. Tapi setelah melihat sekilas
program-programnya, ya lagi-lagi event.
2 komentar:
emang ada perwujudan visi selain acara, tulisan, barang & gambar?
event bisa diintrepertasikan macam2. Maksudku gerakan kultural. Ini yg aku maksud bukan event. Mengajak massa satu KM ITB untuk bergerak, pertama harus diberi asupan landasan mengapa bergerak. Salah satu metodenya adalah dengan gerakan himp mengkaji. Ini dilakukan secara kontinu dan menjadi budaya kampus pada akhirnya.
Post a Comment