Saturday, July 27, 2013

Beragama Sebagai Rutinitas

doc. google.com

Tulisan ini saya tulis tepat saat bulan Ramadhan 1434 H dimana umat muslim sedunia sedang melakukan ibadah puasa. Puasa bagi umat muslim adalah ibadah wajib yang merupakan bagian dari rukun islam yang jika tidak dilakukan balasannya adalah dosa dan neraka. Karena hal inilah, banyak sekali orang yang semula pasifis ibadah jadi gemar beribadah, yang semula enggan ke masjid jadi rajin ke masjid. Berdasarkan keyakinan umat muslim, pahala ibadah di bulan suci ini dilipatgandakan berkali-kali lipat dari pada ibadah di selain bulan Ramadhan. Pintu taubat dibuka selebar-lebarnya. Syaitan dibelenggu, malaikat bertebaran.

Akibat dari ini semua, masjid-masjid berlomba-lomba adakan kegiatan yang beraneka ragam untuk semarakkan Ramadhan. Siraman rohani sehari minimal dua kali yaitu sehabis subuh dan Isya. Juga sholat tarawih, tadarusan, pesantren kilat, dan masih banyak lagi. Semua ini dimaksudkan agar masjid menjadi hidup, menjadi ramai. Suasana Ramadhan benar-benar bisa dirasakan. Namun, pasca Ramadhan kegiatan seperti itu terhenti dan menunggu ada lagi di Ramadhan selanjutnya.

Fenomena itu sudah menjadi tradisi di masyarakat. Ada semacam kekhususan perlakuan di bulan Ramadhan di banding bulan lain. Pasca bulan Ramadhan, siraman rohani setiap subuh tidak lagi dilakukan, tadarusan tidak cocok untuk diadakan kembali, dan begitu juga pesantren kilat dan yang lainnya. Alasan yang mendasarinya adalah timeline-nya sudah tidak cocok. Kegiatan keislaman hanya cocok diadakan di bulan Ramadhan, bukan bulan lain.

Ketidakfahaman pada Esensi

Sejatinya output yang ingin diraih oleh setiap pribadi muslim pada akhir Ramadhan adalah menjadi bagian dari orang-orang yang bertakwa. Tanda keberhasilan dari orang-orang yang bertakwa ini adalah menjalankan kebiasaan-kebiasaan postif di bulan puasa di  bulan sesudahnya. Saat puasa seharinya membaca 1 Juz, maka di luar bulan puasa juga tetap membaca 1 Juz, saat puasa gemar berinfak 5 ribu rupiah per hari, pasca puasa juga tetap infak 5 ribu per hari, dan seterusnya. Bulan puasa adalah bulan latihan untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Bulan sebenarnya adalah bulan di luar Ramadhan. Disinilah, sebenar-benarnya ujian bagi umat muslim. Umat muslim yang hanya jadikan ibadah di bulan Ramadhan sebagai rutinitas pasti akan gagal di bulan selanjutnya.

Ketidakfahaman terhadap esensi beribadah di bulan Ramadhan menjadikan umat muslim tidak memiliki gairah untuk mencari tahu mengapa dirinya memilih berislam. Beribadah menjadi komoditas gagah-gagahan. Motivasi beribadah terkontrol oleh keadaan lingkungan. Pikiran mandeg, yang bisa dilakukan hanyalah ikut dan menjadi pengikut. Menurut Paulo Freire, orang-orang seperti ini disebut golongan tertindas.

Menangkap Ruh Takwa

Takwa seperti kita tahu berarti menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Gelar orang bertakwa yang disandang oleh muslim yang berhasil menjalani ibadah di bulan Ramadhan tegasnya Ia menjadi pribadi yang konsisten baik, dalam arti di luar dan dalam bulan Ramadhan sama-sama baik. Menjaga konsistensi kebaikan inilah ciri dari orang yang sukses jalani ibadah di bulan Ramadhan. Jika tiap pribadi muslim faham atas esensi takwa ini, beragama tidak lagi sekedar rutinitas. Beragama dijalani atas kesadaran penuh, atas kemauan sendiri.

0 komentar: