![]() |
Buku "Menanam Adalah Melawan!" karya Petani Kulon Progo, Widodo (sumber : google.com) |
Ada tiga patokan
hukum yang menjadi cikal bakal konflik lahan. Pertama, lahan yang otomatis dimiliki oleh orang yang
memanfaatkannya baik untuk pertanian maupun yang lain. Kedua, Lahan dimiliki oleh sultan atau penguasa terkait kemudian dibagi-bagi
ke sikep (bawahannya). Tanah kemudian dipekerjakaan kepada buruh atas perintah
sikep. Ketiga, negara memiliki tanah,
legalitas tanah dibutuhkan sebagai legitimasi tanah bagi tuan tanah. Poin yang
ketiga inilah yang sekarang dipakai di negeri ini.
Sejak 1860, Belanda
menerapkan poin kedua diatas. Hal ini terjadi dengan lahirnya undang-undang
agraria dimana tanah dibagi-dibagi kepada penguasa terkait. Rakyat tidak lebih
hanya seorang buruh tani yang hanya bisa menggarap lahannya atas izin tuan
tanah, tuan tanah memilki tanah dan segala apa yang berada di atasnya termasuk orang
yang menempati lahan tersebut. Penindasan mulai terjadi. Orang tersebut tidak
bisa berbuat apapun kecuali menjadi "budak" tuan tanah.
Secara garis besar
petani berbeda dengan buruh. Petani adalah pengusaha kecil yang memiliki alat
produksi dimana mereka bersaing dengan pengusaha lainnya dan juga stakeholder lain termasuk negara,
sedangkan buruh tidak memiliki alat produksi yang bekerja pada pada pengusaha
(pemilik modal).
Konflik agraria
seringkali terjadi dikarenakan permainan legalitas lahan oleh pemilik modal.
Misalkan konflik agraria di Kulonprogo dimana petani setempat melawan para
pengusaha biji besi. Jalan satu-satunya yang bisa dilakukan oleh petani saat
lahannya diikuasai oleh kapitalis seperti kejadian di Kulon Progo adalah dengan
melawan (tindakan ekstra legal), cara-cara untuk memejahijaukan tidak mungkin
dilakukan dikarenakan modal yang tidak ada. Wajar saja, kebanyakan petani
memiliki penghasilan tidak menentu dan hanya bisa men-supply dirinya dan keluarganya.
Permasalahan
konflik agraria bukanlah masalah seksi. Media seringkali luput untuk
menayangkan kasus tersebut seperti kasus Kulonprogo yang sama sekali tidak
diberitakan koran Jogja-Jateng kedaulatan Rakyat saat kasus ini ramai
diperbincangkan.
Sumber : Duskusi
terbuka "Menakar Tanah di Negeri Sendiri. Konflik Agraria, dan Gerakan
Kelas Petani", Gedung Indonesia Menggugat, Sabtu, 6 Juli 2013 dengan Petani
KulonProgo.
2 komentar:
Mas, dimana beli buku "menanam adalah Melawan", saya cari di mesin pencari tidak ketemu.. terima kasih
dulu di acara seminar @ Gedung Indonesia Menggugat Bandung.
Post a Comment