Bab : Indonesianisme
dan Pan-Asiatisme (hal 73-77)
Pan-Asiatisme dijiwai dari sama rasa, sama nasib, yakni terjajahnya
negara-negara di Asia oleh negara imperialis kulit putih. Contohnya India dan
Mesir oleh Inggris, Filipina oleh Amerika Serikat, dan Indonesia oleh Belanda.
"Duka mereka adalah duka
kita. Begitupula kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kita", begitulah
kurang lebih ungkapan Soekarno. Menangnya Jepang atas musuhnya di Kutub Utara
pada 1905 juga harus kita rayakan sebagai kemenangan Asia atas Eropa. Begitu
pula dengan kemenangan Mustafa Kemal Pasha di padang peperangan Afiun
Karahisar. Lahirnya pergerakan di Indonesia dijiwai dari pergerakan-pergerakan
di Asia yang lain.
Abad kedua puluh sudah menjadi
abad pertentangan kulit berwarna dengan kulit putih. Rakyat Indonesia, mesir,
India, Tiongkok menghadapi satu musuh bersama yaitu imperialisme yang digalang
oleh bangsa kulit putih.
Jikalau rakyat Asia bersama-sama
menyerang benteng imperialisme, maka benteng itu akan roboh. Bangsa Asia akan
terlepas dari penjajah. Kesamaan tekad ini tergabung dalam satu faham pan-asiatisme. Faham yang melintasi
batas-batas negeri tumpah darah kita, faham yang meliputi hampir separo dunia.
Bung Karno juga mencanangkan
konsep nasionalisme. Dibawah ini adalah konsep nasionalisme versi Bung Karno ;
"Nasionalisme kita bukanlah nasionalisme jang sempit ; ia bukanlah
nasionalisme jang timbul dari pada kesombongan bangsa belaka : Ia adalah nasionalisme jang
lebar- nasionalisme jang timbul dari pada pengetahuan atas susunan dunia dan
riwajat; ia bukanlah "jingo-nationalism" atau chauvinisme, dan
bukanlah suatu copie atau tiruan dari pada nasionalisme Barat. Nasionalisme
kita adalah suatu nasionalisme, jang
menerima rasa hidupnja sebagai suatu wahju, dan mendjalankan rasa-hidupnja
itu sebagai suatu bakti. Nasionalisme kita adalah nasionalisme jang didalam
kelebaran dan kaluasannja memberi tempat tjinta pada lain-lain bangsa, sebagai
lebar dan luasnja udara, jang memberi tempat segenap sesuatu yang perlu untuk
hidupnja segala hal jang hidup. Nasionalisme kita ialah nasionalisme ke-Timur-an,
dan sekali-kali bukanlah nasionalisme ke-Barat-an, jang menurut perkataan C.R.
Das adalah "suatu nasionalisme jang serang-menjerang, suatu nasionalisme
jang mengedjar keperluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan jang
menghitung-hitung untung atau rugi".... Nasionalisme kita adalah
nasionalisme jang membuat kita mendjadi "perkakasnja Tuhan", dan
membuat kita mendjadi "hidup didalam Roch"-sebagai jang saban-saban
dichotbahkan oleh Bipin Chandra Pal, pemimpin India jang besar itu. Dengan
nasionalisme jang demikian ini, maka kita insjaf dengan seinsjaf-insjafnja,
bahwa negeri kita dan rakjat kita adalah sebagian dari pada negeri Asia dan
rakjat Asia, dan adalah sebagian dari pada dunia dan penduduk dunia adanja...."
Nasionalisme yang demikian inilah
yang menjadikan kita adalah sebagian dari negeri Asia dan rakyat Asia, dan juga
bagian dari penduduk dunia.
Dalam mencari hubungan dengan
bagsa Asia lain jangan lupa bahwa semua itu terletak dari besar kecilnya usaha
kita. Seperti kata Allah "Allah tak
merobah keadaan suatu rakjat, djikalau rakyat itu tak merobah keadaannja itu
sendiri"- tanpa usaha yang keras, kita tidak mungkin bisa mencapai
Indonesia Merdeka. Pekerjaan bersama dengan bangsa Asia lain adalah sebagai
katalisator, pencepat, akan tetapi ia
bukanlah pembawa kemerdekaan satu-satunya.
Zaman ini memaksa kita untuk melebarkan pengaruh kita ke luar batas-batas negara. Kita akan menjadi saksi perkelahian yang maha hebat di lautan Teduh antara raksasa-raksasa imperialis Amerika, Jepang, dan Inggris yang berebutan mangsa dan berebutan kekuasaan. Kita harus mempersiakan karena kita terletak di pinggiran benar Lautan Teduh itu. "Janganlah kita kebutaan sikap", begitulah ungkapan Bung Karno.
Suluh Indonesia Muda, 1928
0 komentar:
Post a Comment