Thursday, July 11, 2013

Review Buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I

Bab : Indonesianisme dan Pan-Asiatisme (hal 73-77)
Buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I
(doc. google.com)
Pan-Asiatisme dijiwai dari sama rasa, sama nasib, yakni terjajahnya negara-negara di Asia oleh negara imperialis kulit putih. Contohnya India dan Mesir oleh Inggris, Filipina oleh Amerika Serikat, dan Indonesia oleh Belanda.

"Duka mereka adalah duka kita. Begitupula kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kita", begitulah kurang lebih ungkapan Soekarno. Menangnya Jepang atas musuhnya di Kutub Utara pada 1905 juga harus kita rayakan sebagai kemenangan Asia atas Eropa. Begitu pula dengan kemenangan Mustafa Kemal Pasha di padang peperangan Afiun Karahisar. Lahirnya pergerakan di Indonesia dijiwai dari pergerakan-pergerakan di Asia yang lain.

Abad kedua puluh sudah menjadi abad pertentangan kulit berwarna dengan kulit putih. Rakyat Indonesia, mesir, India, Tiongkok menghadapi satu musuh bersama yaitu imperialisme yang digalang oleh bangsa kulit putih.

Jikalau rakyat Asia bersama-sama menyerang benteng imperialisme, maka benteng itu akan roboh. Bangsa Asia akan terlepas dari penjajah. Kesamaan tekad ini tergabung dalam satu faham pan-asiatisme. Faham yang melintasi batas-batas negeri tumpah darah kita, faham yang meliputi hampir separo dunia.

Bung Karno juga mencanangkan konsep nasionalisme. Dibawah ini adalah konsep nasionalisme versi Bung Karno ;
"Nasionalisme kita bukanlah nasionalisme jang sempit ; ia bukanlah nasionalisme jang timbul dari pada kesombongan  bangsa belaka : Ia adalah nasionalisme jang lebar- nasionalisme jang timbul dari pada pengetahuan atas susunan dunia dan riwajat; ia bukanlah "jingo-nationalism" atau chauvinisme, dan bukanlah suatu copie atau tiruan dari pada nasionalisme Barat. Nasionalisme kita adalah suatu nasionalisme, jang  menerima rasa hidupnja sebagai suatu wahju, dan mendjalankan rasa-hidupnja itu sebagai suatu bakti. Nasionalisme kita adalah nasionalisme jang didalam kelebaran dan kaluasannja memberi tempat tjinta pada lain-lain bangsa, sebagai lebar dan luasnja udara, jang memberi tempat segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnja segala hal jang hidup. Nasionalisme kita ialah nasionalisme ke-Timur-an, dan sekali-kali bukanlah nasionalisme ke-Barat-an, jang menurut perkataan C.R. Das adalah "suatu nasionalisme jang serang-menjerang, suatu nasionalisme jang mengedjar keperluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan jang menghitung-hitung untung atau rugi".... Nasionalisme kita adalah nasionalisme jang membuat kita mendjadi "perkakasnja Tuhan", dan membuat kita mendjadi "hidup didalam Roch"-sebagai jang saban-saban dichotbahkan oleh Bipin Chandra Pal, pemimpin India jang besar itu. Dengan nasionalisme jang demikian ini, maka kita insjaf dengan seinsjaf-insjafnja, bahwa negeri kita dan rakjat kita adalah sebagian dari pada negeri Asia dan rakjat Asia, dan adalah sebagian dari pada dunia dan penduduk dunia adanja...."
Nasionalisme yang demikian inilah yang menjadikan kita adalah sebagian dari negeri Asia dan rakyat Asia, dan juga bagian dari penduduk dunia.

Dalam mencari hubungan dengan bagsa Asia lain jangan lupa bahwa semua itu terletak dari besar kecilnya usaha kita. Seperti kata Allah "Allah tak merobah keadaan suatu rakjat, djikalau rakyat itu tak merobah keadaannja itu sendiri"- tanpa usaha yang keras, kita tidak mungkin bisa mencapai Indonesia Merdeka. Pekerjaan bersama dengan bangsa Asia lain adalah sebagai katalisator, pencepat,  akan tetapi ia bukanlah pembawa kemerdekaan satu-satunya.

Zaman ini memaksa kita untuk melebarkan pengaruh kita ke luar batas-batas negara. Kita akan menjadi saksi perkelahian yang maha hebat di lautan Teduh antara raksasa-raksasa imperialis Amerika, Jepang, dan Inggris yang berebutan mangsa dan berebutan kekuasaan. Kita harus mempersiakan karena kita terletak di pinggiran benar Lautan Teduh itu. "Janganlah kita kebutaan sikap", begitulah ungkapan Bung Karno.

Suluh Indonesia Muda, 1928

0 komentar: