Hasil
Programme
for International Student Assessment (PISA)
2012 telah dikeluarkan. Siswa Indonesia menempati peringkat satu di katagori
paling bahagia berada di sekolah dan mudah bersahabat. Sementara di katagori penilaian
di bidang matematika, membaca, dan science, Indonesia menempati peringkat kedua terbawah dari 65 negara peserta sementara
Singapura peringat kedua dari atas.
Pada kurun waktu 2012, pendidikan
Indonesia masihlah memakai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Namun biarpun perubahan kurikulum
telah dilakukan, posisi Indonesia di PISA di katagori kompetensi dasar
(matematika, membaca, dan science)
malah melorot sebesar -1.9 poin yakni di posisi 64 dari 65 negara peserta.
Indonesia berada di bawah Qatar dan di atas Peru. Jelas ini membuktikan bahwa
perubahan kurikulum bukanlah sebuah solusi mendesak dalam perbaikan kualitas pendidikan
kita. Kuantitas dan kualitas guru serta fasilitas sekolah yang justru mendesak
tidak menjadi prioritas pemerintah. Perubahan kurikulum dipandang sebagai sim salabim penaikan eksponensial
kualitas pendidikan kita. Tidak heran, pemerintah baru-baru ini mencetuskan
kurikulum 2013, kurikulum pengganti KTSP.
Memandang PISA sebagai Indikator
Buruknya peringkat Indonesia di
penilaian PISA 2012 seharusnya mendorong pemerintah untuk intropeksi, namun
sayang pada realitanya tidak. Instrumen yang dinilai dalam PISA mencakup
kecakapan matematika, bahasa, dan science
terlihat tidak diupayakan oleh pemerintah padahal jelas-jelas Indonesia
terburuk. Pemerintah malah keluarkan kebijakan penggantian kurikulum 2013 yang
digadang-gadang sebagai kurikulum paripurna sesuai dengan karakter Indonesia.
Penggantian kurikulum tidaklah menjawab permasalahan. Apalagi konten di
kurikulum tersebut meleburkan nilai spiritualisme agama dengan ilmu. Proses
intregalistik demikian jelas keliru. Hal inilah yang akan melumpuhkan nalar dan
kreativitas berfikir siswa. Siswa secara tidak langsung dilarang untuk berfikir
radikal yang dikhawatirkan bertentangan dengan nilai agama. Hal inilah yang
nyata membuat kemunduran dalam bidang matematika, membaca, dan science yang diujikan oleh PISA.
Secara umum, panitia PISA 2012
menempatkan matematika sebagai faktor utama kemajuan perkembangan siswa.
Matematika ajarkan bernalar sesuai logika yang benar, melatih kegigihan siswa,
dan melatih tanggung jawab. Matematikalah yang justru menumbuhkan karakter
siswa. Penilaian PISA 2012 diatas menunjukkan bahwa kemampuan bermatematika
siswa kita sangat tertinggal jauh dengan negara-negara lain. Jika kita menengok
bahan ajar matematika di kurikulum 2013 tidaklah terlalu berubah secara
signifikan dari kurikulum sebelumnya. Penekanan matematika pada logika berfikir
tidak terjadi. Akibatnya matematika tetap dipandang tidak lebih dari sekumpulan
rumus-rumus yang rumit dan membosankan.
Tiga indikator yang diujikan di PISA
selayaknya dijadikan pemerintah sebagai cermin untuk perbaiki kualitas pendidikan
di Indonesia. Mendapat peringkat satu di penilaian paling bahagia berada di
kelas dan mudah bersahabat akan sangatlah percuma jika penilaian kompetensi
dasar rendah. Ini menandakan bahwa siswa tidak belajar di kelas !. Indikasi
keseriusan pemerintah dalam hal ini terlihat jika memang pemerintah selenggaran
peningkatan kualitas guru melalui pelatihan terpadu, peningkatan fasilitas
sekolah, serta memberikan otoritas yang lebih pada tiap sekolah untuk menilai
perkembangan siswa dan juga menghapus kebijakan Ujian Nasional. Pemerintah
bertugas menjamin terselenggaranya pendidikan yang sesuai dengan sisdiknas
dengan tidak mencampuri hal detail dan teknis seperti proses penilaian siswa. Dalih
apapun yang menganggap penilaian PISA tidak cocok dengan kultur pendidikan
Indonesia harus disudahi. Pemerintah harus bergegas untuk menengok hasil
penilaian internasional ini dan kemudian lakukan terobosan dalam peningkatan
kualitas matematika, bahasa, dan science
siswa.
Uruqul Nadhif Dzakiy
0 komentar:
Post a Comment