Tuesday, December 17, 2013

Indonesia di PISA 2012

 Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 telah dikeluarkan. Siswa Indonesia menempati peringkat satu di katagori paling bahagia berada di sekolah dan mudah bersahabat. Sementara di katagori penilaian di bidang matematika, membaca, dan science, Indonesia menempati peringkat kedua terbawah dari 65 negara peserta sementara Singapura peringat kedua dari atas.

Pada kurun waktu 2012, pendidikan Indonesia masihlah memakai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Namun biarpun perubahan kurikulum telah dilakukan, posisi Indonesia di PISA di katagori kompetensi dasar (matematika, membaca, dan science) malah melorot sebesar -1.9 poin yakni di posisi 64 dari 65 negara peserta. Indonesia berada di bawah Qatar dan di atas Peru. Jelas ini membuktikan bahwa perubahan kurikulum bukanlah sebuah solusi mendesak dalam perbaikan kualitas pendidikan kita. Kuantitas dan kualitas guru serta fasilitas sekolah yang justru mendesak tidak menjadi prioritas pemerintah. Perubahan kurikulum dipandang sebagai sim salabim penaikan eksponensial kualitas pendidikan kita. Tidak heran, pemerintah baru-baru ini mencetuskan kurikulum 2013, kurikulum pengganti KTSP.
 
Hanya guru inspiratif yang dapat meningkatkan gairah siswa dalam belajar
(doc. republika.co.id)
Memandang PISA sebagai Indikator

Buruknya peringkat Indonesia di penilaian PISA 2012 seharusnya mendorong pemerintah untuk intropeksi, namun sayang pada realitanya tidak. Instrumen yang dinilai dalam PISA mencakup kecakapan matematika, bahasa, dan science terlihat tidak diupayakan oleh pemerintah padahal jelas-jelas Indonesia terburuk. Pemerintah malah keluarkan kebijakan penggantian kurikulum 2013 yang digadang-gadang sebagai kurikulum paripurna sesuai dengan karakter Indonesia. Penggantian kurikulum tidaklah menjawab permasalahan. Apalagi konten di kurikulum tersebut meleburkan nilai spiritualisme agama dengan ilmu. Proses intregalistik demikian jelas keliru. Hal inilah yang akan melumpuhkan nalar dan kreativitas berfikir siswa. Siswa secara tidak langsung dilarang untuk berfikir radikal yang dikhawatirkan bertentangan dengan nilai agama. Hal inilah yang nyata membuat kemunduran dalam bidang matematika, membaca, dan science yang diujikan oleh PISA.

Secara umum, panitia PISA 2012 menempatkan matematika sebagai faktor utama kemajuan perkembangan siswa. Matematika ajarkan bernalar sesuai logika yang benar, melatih kegigihan siswa, dan melatih tanggung jawab. Matematikalah yang justru menumbuhkan karakter siswa. Penilaian PISA 2012 diatas menunjukkan bahwa kemampuan bermatematika siswa kita sangat tertinggal jauh dengan negara-negara lain. Jika kita menengok bahan ajar matematika di kurikulum 2013 tidaklah terlalu berubah secara signifikan dari kurikulum sebelumnya. Penekanan matematika pada logika berfikir tidak terjadi. Akibatnya matematika tetap dipandang tidak lebih dari sekumpulan rumus-rumus yang rumit dan membosankan.

Tiga indikator yang diujikan di PISA selayaknya dijadikan pemerintah sebagai cermin untuk perbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Mendapat peringkat satu di penilaian paling bahagia berada di kelas dan mudah bersahabat akan sangatlah percuma jika penilaian kompetensi dasar rendah. Ini menandakan bahwa siswa tidak belajar di kelas !. Indikasi keseriusan pemerintah dalam hal ini terlihat jika memang pemerintah selenggaran peningkatan kualitas guru melalui pelatihan terpadu, peningkatan fasilitas sekolah, serta memberikan otoritas yang lebih pada tiap sekolah untuk menilai perkembangan siswa dan juga menghapus kebijakan Ujian Nasional. Pemerintah bertugas menjamin terselenggaranya pendidikan yang sesuai dengan sisdiknas dengan tidak mencampuri hal detail dan teknis seperti proses penilaian siswa. Dalih apapun yang menganggap penilaian PISA tidak cocok dengan kultur pendidikan Indonesia harus disudahi. Pemerintah harus bergegas untuk menengok hasil penilaian internasional ini dan kemudian lakukan terobosan dalam peningkatan kualitas matematika, bahasa, dan science siswa.

  
Uruqul Nadhif Dzakiy 

0 komentar: