Sunken seperti hari-hari biasanya
diselimuti keriuhan mahasiswa yang tergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Mulai dari suara gitar musik, jazz, lagu kedaerahan, sampai suara mahasiswa
yang sekedar nongkrong dan tertawa keras entah kemana arahnya. Golongan
terakhir ini yang mendominasi saat jam sibuk tepatnya saat maghrib. Mereka
nongkrong di meja hijau depan sekre unit mereka masing-masing. Sore itu, aku
juga nongkrong tetapi tidak di meja hijau, melainkan di kursi empuk biru di
dalam sekre. Aku lagi asyik internetan ; update
status di twitter dan juga menulis di
blog pribadi. Sekreku sepi, hanya aku yang ada disini. Sendiri. Sekreku hanya
ramai ketika rapat redaksi atau ketika ada diskusi. Kesepian merupakan karma
dari sebuah unit media. Aku sudah kebal dengan karma ini. Aku sudah akrab
dengan kesendirian.
Hari ini tepat tanggal 1 Maret 2013.
Bulan Pemilu Raya KM ITB pun tiba. Setahun sebelumnya aku sudah punya
ancang-ancang untuk momen tahunan mahasiswa ITB ini. Saat aku masih menjabat
ketua unit dimana aku adakan polling
bakal calon Presiden KM ITB di website resmi unit. Tercatat ada delapan calon
yang semuanya angkatan 2009. Saat pertama launching,
kampus heboh. Website ramai
dikunjungi apalagi setelah dibantu akun @GaLauLu, akun galau dengan lebih dari
5000 follower yang dikelola oleh Zuma,
teman satu unitku. Tercatat lebih dari 1300 pengunjung dalam sehari, jumlah
pengunjung terbanyak sejak pertama kali website
dibuat pada awal 2012. Oktober 2012, aku harus sudahi posisi sebagai ketua unit.
Praktis aku digantikan oleh adik angkatan. Arvan Amrullah, mahasiswa Teknik
Lingkungan ITB 2011 adalah penggantiku. Kebijakan dia lebih kedalam, internal. Unitku
tidak lagi aktif bermain di politik praktis kemahasiswaan. Polling yang relatif menaikkan rating
unit dicabut. Konten-konten di web cenderung lebih akademis dan intelek.
Berita-berita berbau gosip politik kampus hilang begitu saja. Walhasil, di
dunia virtual unit tidak lagi dikenal massa kampus. Juga di dunia real. Sekre
unit seringkali sepi. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya berikan
masukan kepada ketua baru.
![]() |
Sunken Court ITB (doc. google.com) |
Massa kekosongan jabatan membuatku
gerah. Aku tidak bisa hanya terfokus pada materi kuliah. Yudha yang saat itu
masih menjabat Ketua Tiben ITB mengajakku untuk bergerak mengadvokasi gerbang
belakang. Gerbang utara kala itu tutup sejak akhir 2012 dikarenakan akan
dibangun gedung di sekitar parkiran utara ITB. Pembangunan sedianya akan
dibangun di awal tahun 2013 sekitar bulan Maret namun ternyata proyek mangkrak. Hal inilah yang mendorong Yudha
membuat gerakan ini.
Dalam gerakan ini, aku menjadi aktor
kedua setelah Yudha. Kumpul-kumpul dengan petinggi kampus seperti halnya ketua
himpunan dan ketua unit diadakan setiap pekan di depan sekre Tiben. Biasanya
Yudha menjadi moderator sekaligus juru bicara forum, sedangkan aku provokator
isu. Pekan demi pekan, peserta yang turut serta semakin banyak. Lebih dari lima
puluh petinggi kampus hadir di forum ini. Dalam sebuah rapat diputuskan untuk
adakan berbagai gerakan. Diantaranya propaganda melompati gerbang belakang,
mencoret pagar seng proyek, dan audiensi dengan rektorat. Terkait vandalisme (dua gerakan pertama) dikoordinasi
oleh Ganapati, mantan ketua PSIK ITB. Aksi dilakukan pada dini hari menjelang
subuh. Bang Gana, panggilan akrabnya melakukan aksi dengan gank-nya, juga dengan beberapa peserta forum. Ada dua spot target
pencoretan yakni seng proyek di bekas parkiran utara dan seng proyek penutup
gerbang utara. Coretan berusia singkat "sehari". Besoknya pihak K3L
langsung sigap dan menghapusnya dengan cat putih. Praktis tidak ada bekasnya
sama sekali. Aksi pun gagal. Aksi lain, propaganda melompati gerbang belakang
via media online juga tidak berjalan
efektif. Kampanye di jejaring sosial memang seringkali di-repost, di-retwit, dan
di-share namun aksi nyatanya hanya
dilakukan oleh segelintir orang. Hanya dilakukan oleh lima orang termasuk Yudha,
sang inisiator gerakan. Praktis aksi ini gagal. Aksi selanjutnya, audiensi
dengan rektorat. Audiensi dilakukan tiga kali. Puncaknya audiensi pada 19 April
2013, Jumat siang, di bacement CC
Barat. Massa kampus yang turut serta banyak sekali. Hampir menyentuh seratus
orang. Namun sayang sekali tidak dihadiri oleh rektor. Hanya dihadiri bawahannya
seperti ketua K3L, ketua Bidang Kemahasiswaan, dan Ketua Pembangunan Gedung
ITB. Audiensi berjalan alot. Aku bahkan harus berdebat kusir dengan Ryan
Budiarto, Kepala Lembaga Kemahasiswaan. Beliau menganggap bahwa gerakan gerbang
belakang ini tidak seksi. Dia pun mengejek gerakan ini dan
membanding-bandingkan dengan gerakan heroik mahasiswa ITB pada 1998. Massa pun
memanas. Audiensi berakhir anti klimaks. Lagi-lagi, rektorat tidak bisa
ditaklukkan.
Seiring dengan momen gerbang belakang,
kondisi perpolitikan kampus sedang memanas. Pemilu raya 2013 dinyatakan gagal.
Kedua kandidat calon Presiden KM ITB didiskualifikasi karena poin pelanggaran
kedua calon melebihi 75 poin. Ternyata pelanggaran Pemira ini tidak jauh dari
seorang Bang Gana. Ganapati adalah salah seorang pendukung Putu Indiarti, salah
satu kandidat Presiden KM ITB. Bang Gana juga merupakan aktor kampanye gelap
dan aksi pemusnahan atribut kampanye kompetitor Putu. Nama Ganapati sebenarnya
sudah tidak asing di telinga massa kampus terutama angkatan 2008, 2009, dan
2010. Hampir di setiap Pemira sejak 2011, Bang Gana lakukan aksi koontroversial.
Pemira tahun sebelumnya, Ia merusak papan informasi Pemira di kawasan DPR
(depan HMFT ITB). Di pemira dua tahun sebelumnya juga tidak kalah heboh. Ia musnahkan
beberapa spanduk panitia pemira.
Saking geramnya pendukung Yoga,
kompetitor Putu di Pemira, terhadap Bang Gana, beredar SMS dari oknum internal
yang bocor ke publik. SMS itu berisikan kampanye bahwa Ganapati pendukung setia
Putu, maka haram untuk memilih Putu di Pemira kali ini. SMS ini membuat Yoga
didiskualifikasi dari pencalonannya sebagai Presiden KM ITB biarpun kasus ini
terungkap pada masa pasca voting
Pemira. Tim Yoga pun bergerak cepat. Mereka juga laporkan kejadian perobekan
pamflet dan kampanye hitam Bang Gana pada dini hari menjelang subuh beberapa
hari yang lalu. Putu juga otomatis terdiskualifikasi. Akhirnya kedua calon
didiskualifikasi. Pemira tahun ini dinyatakan gagal. Bang Gana tertawa puas.
Gagalnya Pemira membuka harapan bagi Yudha
untuk ajukan diri sebagai Penanggung jawab sementara (PJS) Presiden KM ITB.
Pada masa genting karena gagalnya Pemira, Kongres keluarkan kebijakan
pengangkatan PJS edisi kedua setelah sebelumnya dijabat oleh Sigit, tangan
kanan Askar, Presiden KM ITB sebelumnya. Pengangkatan PJS ini berlangsung
terbuka dengan dilakukannya hearing dengan
massa kampus. Ketika itu hearing
diadakan di Kantin Barat Laut ITB.
Kandidat PJS ada tiga orang termasuk Yudha dan Sigit. Pembawaan Yudha berbeda
sekali dengan dua calon lainnya. Pendekataan Yudha ke massa lebih ke arah
penyadaran dan pengangkatan isu secara filosofis. Gerakan gerbang belakang dijadikan
trade mark oleh Yudha. Ending-nya, pemilihan PJS Ketua Kabinet
ada di tangan anggota Kongres. Untung saja ada tangan-tangan Yudha yang
berhasil memainkan forum Kongres. Mereka adalah Airin (senator Tambang), Tia
(senator Kelautan), dan Rivki (senator Geofisika). Mereka bersatu mendukung Yudha. Awalnya secara voting Yudha kalah jauh. 15 berbanding 8
untuk Sigit. Tapi berkat manuver politik yang besar, Yudha menang dan resmi
menjabat sebagai PJS Ketua Kabinet KM ITB selama satu setengah bulan.
Dalam masa memimpin organisasi tertinggi
mahasiswa ini, Yudha tidak bisa berbuat banyak. Namun, Ia cukup berhasil
tularkan landasan berkemahasiswaan kepada massa kampus seperti pengangkatan Ketua
OSKM 2013. Rahman (SBM 2010) Ketua OSKM terpilih adalah orang dekat Yudha.
Virus Yudha pun merasuk dalam nilai-nilai kaderisasi mahasiswa baru terbesar yang
dikomandoi Rahman ini. Menjelang akan habisnya periode Yudha, Kongres adakan
referendum. Referendum ini selain
dilangsungkan pemilihan ketua kabinet KM ITB juga dipilih juga calon ketua
Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa (MWA-WM) yang dalam Pemira lalu tidak ada
mendaftar. Kekecewaan aku pada gerakan gerbang belakang mendorong aku untuk
maju mencalonkan diri sebagai calon Ketua MWA-WM. Malam sebelum deadline penyerahan berkas pendaftaran,
Tim Putu dan Yudha datangi kosanku untuk menduetkanku dengan Putu. Setelah
dijelaskan tidak ada kaitan pemilihan calon ketua kabinet dengan MWA-WM dan
keterkaitannya hanya sebatas administratif, maka aku pun oke. Esoknya aku
langsung bergabung dengan Tim Putu untuk kumpulkan tanda tangan ketua himpunan.
Karena ketidakterkenalan MWA-WM pada massa kampus, disamping kampanye rencana program
kerja juga terpaksa aku harus ceritakan apa itu MWA-WM. Maklum saja, lebih dari
satu periode, MWA-WM tidak lagi terdengar kiprahnya oleh massa kampus. Apalagi
ditambah dengan status MWA yang tiada secara badan hukum. Lima belas tanda tangan selesai menjelang deadline pada Jam 18.00 WIB 2 Mei 2013. Malamnya
verifikasi oleh Panitia referendum. Aku dan Putu dinyatakan lolos verifikasi.
Segera setelah itu aku lakukan kampanye ke himpunan-himpunan dan juga jalani hearing dengan massa kampus dua kali. Puncaknya
pada masa referendum, 10 Mei 2013, dilakukan voting satu ITB seperti halnya Pemira. Bedanya panitia teknis
diserahkan ke himpunan masing-masing. Pada malam perhitungan suara, aku
dinyatakan kalah dengan selisih lebih dari 200 suara sedangkan Putu menang. Pasca
penentuan pemenang referendum, Aku sampaikan pidato kekalahan kepada massa
kampus. Sorak sorai pun tidak bisa dibendung. Sekre KM ITB malam itu dipenuhi
ratusan mahasiswa bahkan dari kampus luar ITB.
Kini, aku, Ganapati, dan Yudha hampir
setiap hari bertemu. Kami semua sekarang menjadi swasta yang menjaga nilai di
unit masing-masing. Aku Majalah Ganesha, Yudha Tiben, dan Ganapati PSIK. Tiga
pangeran kembali ke kandang.
Uruqul Nadhif Dzakiy
*Dibuat sebagai tugas mata kuliah Apresiasi Sastra
0 komentar:
Post a Comment