Tuesday, January 14, 2014

Ironi Subsidi BBM vs Subsidi Pertanian

Seri Opini Ekonomi Politik

Reformasi 1998  selain mengubah jalan politik Indonesia dari negara otoriter menjadi negara demokrasi juga semakin menguatkan posisi pasar dalam menguasai perekonomian negeri ini. Pada tahun tersebut, kita memasuki era baru kapitalisme –neoliberal state- dimana Indonesia mulai meliberalisasi tidak hanya sektor jasa dan keuangannya, melainkan hampir seluruh sektor kehidupannya. Hampir seluruh institusi publik yang tadinya dikelola pemerintah, termasuk institusi pendidikan tinggi, kesehatan, BUMN, perminyakan (Pertamina), dan institusi-institusi lain diprivatisasi. [1]

Sektor pertanian juga tak luput dari privatisasi. Pemerintah seolah-olah lupa akan doktrin positif 'negara agraris' yang digembar-gemborkan Orde Baru. Pasar dibiarkan menguasi sektor ini sampai diatas batas kewajaran. Partai politik yang melenggang mulus di senayan pasca Reformasi seolah luput membuat jaring-jaring pengaman pasar dan menempatkan negara pada peranan yang sepatutnya. Mereka terjebak pada konsepsi dikotomi antara peran pasar dan negara, padahal dua hal ini harus bekerja secara berkesinambungan. Akibatnya sektor pertanian seolah-olah tidak tersentuh oleh penguasa. Petani dibiarkan melarat akibat impor semakin merajalela.


Bukti kecilnya peran negara di sektor pertanian adalah para anggaran subsidi pada 2013 dimana subsisi untuk benih hanya sebesar 0.1 triliun rupiah atau 0.04 persen dari keseluruhan subsidi, sedangkan untuk subsidi BBM mencapai Rp 240 triliun atau sekitar duapertiga dari subsidi total. Akibatnya Indeks food security kita tak sampai di angka 50 dari angka tertinggi 100. Padahal, kemandirian pangan adalah salah satu pilar penting untuk menjadi negara mandiri, selain kemandirian energi dan kemandirian keuangan. [2]

Gambaran rendahnya keberpihakan pemerintah terhadap sektor pertanian diatas membuat kita pesimis mencapai swasemba beras sebagaimana yang pernah dicapai Pemerintahan Orde Baru pada 1984.


Uruqul Nadhif Dzakiy


[1] Umar, A.R. Mardhatillah. Menelaah Prospek Hubungan Mahasiswa dan Buruh . http://indoprogress.com/menelaah-prospek-hubungan-mahasiswa-dan-buruh/ diakses tanggal 14/01/2014 pada 14.23 WIB

[2] Basri, Faisal. (2013). Menemukan Konsensus Kebangsaan Baru, Negara, Pasar, dan Cita-Cita Keadilan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.

0 komentar: