Menangkap Inti Belajar Matematika
Sejak usia pra sekolah, kita telah
diperkenalkan dengan matematika melalui metode berhitung sederhana. Memasuki
sekolah formal, kita tetap diajari oleh guru kita dengan disiplin ilmu
matematika. Bahkan sampai Perguruan Tinggi, terutama bagi mahasiswa yang
mengambil program studi matematika, kita tetap mempelajari matematika. Selain
di bangku institusi formal, dalam kehidupan nyata, mau tidak mau, suka tidak
suka, sadar tidak sadar, praktis kita menggunakan matematika dalam beraktivitas
sehari-hari. Masyarakat awam menilai bahwa matematika identik dengan ilmu
hitung. Mereka beranggapan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang seperti
halnya seorang doktor Matematika, maka semakin canggih Ia dalam menghitung, setara
bahkan melebihi kemampuan komputer dan kalkulator terkini. Benarkah matematika
sekedar ilmu hitung ?
Berfikir Matematis
Menurut hasil penilaian Programme for International Student
Assesment (PISA) pada 2012, sebuah lembaga internasional yang mengukur
kecakapan siswa di kelas, menunjukkan bahwa kemampuan siswa di bidang
matematika sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa, baik itu dalam
peningkatan kualitas pendidikan maupun politik. Ada satu istilah yang patut
kita garis bawahi dari statement PISA
yakni kecakapan. Kecakapan menurut Mason, Burton, dan Stacey (1982) tidak
diartikan sebagai ahli atau pandai menghitung melainkan mampu berfikir
matematis. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa berfikir matematis adalah
proses dinamis yang memperluas cakupan dan kedalaman pemahaman matematika.
Matematika adalah alat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan secara
deduktif dan logis. Orang yang mampu berfikir matematis akan memiliki kelenturan
beraktivitas, ketekunan, minat, keingintahuan, dan keahlian untuk
menemukan/menciptakan sesuatu yang baru. Ia memiliki kepercayaan diri dan watak
untuk mencoba, mengevaluasi, dan membuat keputusan (NTCM,1991). Tegasnya ciri
orang yang mampu berfikir matematis yaitu kritis, tegas, dan berintegritas.
Kemamapuan berfikir matematis ini pada
sekolah formal secara umum kurang ditekankan. Pendidikan matematika kita masih
bertumpu pada tingkat berfikir rendah semata, seperti menghafal rumus dan
memenuhi prosedur berhitung yang dirumit-rumitkan (Pranoto, 2013). Hal ini disebabkan
karena guru-guru kita secara umum belum kasmaran terhadap matematika. Kasmaran
menurut Iwan Pranoto, Guru Besar Matematika ITB, diartikan sebagai keadaan saat
seseorang melakukan kegiatan yang melibatkan matematika secara total. Ego,
lingkungan, dan waktu melebur luruh ke dalam kegiatannya. Khusus dalam
bermatematika, keadaan ini ditandai tumbuhnya sikap "keusilan"
matematika, ingin tahu, skeptis-gigih, dan juga memiliki tanggung jawab belajar.
Guru yang kasmaran terhadap matematika akan menekankan proses penalaran dalam
metode pengajaran matematika. Akibatnya siswa akan semakin cinta terhadap
matematika. Matematika tidak lagi dipandang sebagai pelajaran yang kaku dan
membosankan. Senada dengan Iwan Pranoto, George Poyla, Professor Matematika
dari Stanford University, dalam tulisannnya yang berjudul The Goals of Mathematics Education yang dipublikasikan pada 1969
menegaskan bahwa mengajar matematika adalah mengembangkan kemampuan untuk berfikir,
yakni menumbuhkan mental untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah. Memahami
matematika berarti melakukan matematika (bermatematika) yakni mampu
menyelesaikan masalah dengan pola pikir matematika.
Oleh karenanya guru memiliki peranan
yang sangat besar dalam upaya memahamkan siswanya akan matematika. Penekanan
pada berfikir matematis menjadikan guru harus mampu berinovasi sedemikian
hingga dalam menyajikan metode pengajaran kepada siswanya. George Poyla
mencontohkan metode penemuan (discovery method)
dalam mengatasi kebuntuan metode yang cocok untuk siswa. Metode tersebut
menuntut kreativitas murid dalam menemukan suatu rumusan masalah dalam
matematika. Guru hanya berperan sebagai fasilitator sedangkan siswa berperan
sebagai subjek belajar. Guru memberikan kail kepada para siswanya kemudian
siswalah yang menemukan ikannya.
Kemampuan Matematika Siswa Kita
Sebuah lembaga internasional yang
meriset kualitas pendidikan matematika dan sains dari berbagai belahan negara
yakni Trends in International Mathematics
and Science Studies (TIMSS) pada 2011 merilis bahwa nilai rata-rata
matematika kelas VIII kita hanya menempati urutan ke-38 dari 42 negara yang
diriset. Negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura berada di
atas Indonesia. Penilaian TIMSS ini lebih menekankan pada penguasaan konsep.
Sementara penilaian dari Programme for
International Student Assesment (PISA) yang menekankan pada aspek penerapan
dalam kehidupan sehari-hari pada 2012 merilis bahwa Indonesia menduduki
peringkat-2 dari bawah di antara 65 negara peserta. Posisi Indonesia satu
tingkat lebih baik dari Peru. Penilaian PISA ini lebih ditekankan pada
penilaian di bidang matematika, membaca, dan sains. Penilaian internasional
tersebut menunjukkan bahwa sejauh ini siswa-siswa kita belumlah menyenangi
berbagai mata pelajaran khususnya matematika di kelas. Matematika masihlah
menjadi beban bagi mereka. Hal ini tak luput dari peran guru dikelas yang masih
jauh dari yang kita harapkan bersama. Selaras
dengan hasil Tes Kompetensi Awal Guru Tingkat Nasional yang diselenggarakan
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) pada 2012 yang
menunjukkan bahwa secara nasional rata-rata kompetisi guru kita hanya 42.25,
tidak sampai menyentuh angka 50. Hal ini mempertegas bahwa secara nasional
kualitas guru kita masihlah sangat rendah.
Kurikulum 2013 sebagai pengganti dari
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidaklah menjawab permasalahan jika
masalah kualitas guru tidak diperhatikan dengan serius. Sebagus apapun
kurikulumnya namun peningkatan kualitas guru masih tidak menjadi prioritas,
maka janganlah kita berharap banyak pada peningkatan peringkat Indonesia pada
TIMSS dan PISA. Indonesia akan tetap menempati posisi buncit dan tertinggal
jauh dengan posisi negara tetangga seperti
Vietnam yang behasil menyalip posisi Australia dan Inggris pada
penilaian PISA 2012 dan Singapura yang berada diperingkat kedua terbaik.
Penyiapan calon guru yang berkualitas adalah sebuah keharusan. Kurikulum
jurusan pendidikan atau pengajaran matematika di kampus-kampus harus didesain
sedemikian rupa sehingga menimbulkan kasmaran bermatematika bagi calon guru
tersebut. Porsi pendalaman konsep harus dilipatgandakan. Pada akhirnya, calon
guru tersebut diharapkan memiliki dua kecakapan yaitu menguasai matematika dan
bergairah dalam mengajar.
Uruqul Nadhif Dzakiy
Mahasiswa Matematika ITB
1 komentar:
sependapat dengan kutipan bahwa kemampuan siswa di bidang matematika sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa, dan itu mungkin benar adanya
Post a Comment