Saturday, April 05, 2014

"Depan" di Ujung Tanduk

Sebuah analisis dari hasil Pemira ITB 2014

Hasil Pemilu Raya (Pemira) Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB) telah dilansir kamis pagi (3/4/2014) pukul 03.56 WIB melalui akun twitter resmi @pemiraitb. Hasil suara menunjukkan bahwa  Jeffry Giranza (GL 10) terpilih menjadi Presiden KM ITB dengan 4308 suara, mengalahkan Rochenry (AE 10) dengan 3096 suara. Sementara Aulia Maharani Akbar (AE 10) terpilih menjadi Ketua Dewan Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa (MWA-WM) dengan 4198 suara, mengalahkan Yayang Rizwan (SF 10) dengan 3037 suara.

Dari hasil Pemira tersebut memunculkan satu pertanyaan krusial "Ada apa dengan Depan?". Depan yang digawangi oleh unit Keluarga Mahasiswa Islam (Gamais) ITB ternyata sejak tahun lalu harus rela memperoleh hasil buruk di Pemira dimana kadernya tidak terpilih menjadi ketua kabinet KM ITB. Pemira tahun lalu yang penuh kontroversi menjadi semacam titik balik kemunduran golongan depan dalam memimpin perpolitikan kampus. Calon yang diusung depan yaitu M. Yorga Permana (MRI 09) harus menyerah dari Nyoman Anjani (MS 09) di proses referendum pasca gagalnya Pemira. Di proses referendum, kader Gamais yang saat itu menjabat Dewan Syuro Gamais, M. Derian Zachary (TM 09), juga turut turun tangan guna meloloskan Yorga dalam keikutsertaan dalam referendum. Walhasil di luar dugaan, Derian terpilih menjadi Ketua Dewan MWA-WM sementara Yorga tidak. Untuk melawan ketidakpopuleran MWA-WM, di awal menjabat Derian mencoba mencitrakan organisasi tersebut melalui pengunjungan secara  rutin ke himpunan-himpunan dan juga menerbitkan buletin rutin tiap bulan. Selain itu juga selalu memperbarui informasi melalui akun twitter maupun website resmi MWA-WM. Namun sangat disayangkan, program tersebut hanya berlangsung sampai Oktober 2013 dimana masih menyisakan sekitar lima bulan kepengurusan. Derian terlihat tidak lagi fokus menahkodai MWA-WM. Rapat rutin pun tak lagi diadakan. MWA-WM seolah-olah tidak punya kekuatan politik alias Vacuum of Power. Keberadaannya seperti ketidakberadaannya. Padahal jika dapat dimaksimalkan, MWA-WM bisa menjadi wajah kebangkitan golongan depan yang tumbang dalam perebutan KM ITB 1. MWA-WM bisa menjadi semacam mesin politik pencitraan Gamais guna menghadapi Pemira tahun ini. Namun apa daya. nasi telah menjadi bubur. Sense politik kader Gamais menurun. Kesempatan tidak dimanfaatkan dengan optimal. Mesin politik golongan depan dalam menghadapi Pemira tahun ini gagal total.

Strategi Ganda

Pemira tahun ini Gamais munculkan kadernya di perebutan kursi Ketua Dewan MWA-WM dengan mengusung Yayang (STF 10). Yayang sebelumnya sempat mencalonkan diri sebagai bakal calon Presiden KM ITB namun tidak lolos verifikasi. Berbeda dengan tahun lalu dimana seolah-olah majunya Derian dilakukan secara terpaksa, kini Yayang terlihat lebih siap segalanya. Namun sangat disayangkan, Aulia justru yang terpilih sebagai Ketua Dewan MWA-WM dengan unggul lebih dari 1000 suara dari Yayang. Majunya Yayang memang belum tentu sebagai strategi Gamais merebut kemahasiswaan terpusat jika ditinjau dari sejarah perjalanan politik Gamais yang condong ke objek mahasiswa secara langsung. Kabinet KM ITB mengakomodasi hal tersebut sementara MWA-WM tidak. MWA-WM lebih ke arah legislasi dengan para stakeholder ITB yang didominasi oleh guru besar ITB. Namun, ini bisa dikatakan strategi anggota Gamais (bukan lembaga) dalam upaya memuluskan ide-ide politiknya ke mahasiswa ITB secara umum.


Strategi lain yang patut kita cermati bersama adalah dengan hadirnya akun twitter @gosippemiraitb. Akun ini seolah-olah menyingkap tabir dari berbagai hal gelap yang terjadi di hajatan Pemira dan seolah-olah bersifat netral. Namun, tidak bisa dipungkiri akun ini lebih condong ke Ochen. Popularitas Ochen cukup dapat didongkrak lewat survei yang diadakan akun tersebut. Ochen menempati peringkat pertama survey. Selain itu, penggantian avatar akun tersebut dengan death symbol (hitam) saat Pemira berakhir memperkuat hipotesis bahwa akun tersebut lebih condong ke Ochen. Hitam sebagai simbol duka atas kekalahan.

Tahun ini, Gamais cenderung lebih biasa dalam menyiapkan strategi pemenangan Pemira. Tidak seperti tahun lalu yang terlihat cukup frontal dan berani. Spekulasi pun bermunculan mengapa strategi biasa-biasa yang dipilih. Apakah karena ketakutan akan munculnya kejadian serupa dengan Pemira tahun lalu dimana membuat nama Gamais tercoreng atau Gamais sudah tidak miliki kader militan lagi ?

Berkurangnya Kader Siyasi

Dukungan Gamais yang dialamatkan kepada Ochen memunculkan sebuah pertanyaan fundamental "Mengapa harus Ochen ?". Secara keorganisasian Ochen memang memiliki modal yang cukup karena Ia adalah mantan  Ketua Himpunan Penerbangan (KMPN). Ia juga pernah mencicipi kepanitiaan terpusat seperti OSKM. Namun, Ochen belum menjelma sebagai seorang "sosok" yang dikenal massa kampus atas ide dan gagasan yang telah diperjuangkannya. Ia juga memiliki rapor akademik di bawah rata-rata calon yang diusung Gamais sebelumnya. Tidak berhenti disini, gagasan yang diusung Ochen di Pemira yakni #KMITBBisa terbukti sangat prematur. Kita bisa melihat jawaban Ochen dari berbagai pertanyaan massa kampus terutama swasta yang cenderung dangkal secara esensi. Ochen lantas memakai jargon "Bisa ? Bisa Banget .." untuk menutup-nutupi kekurangannya tersebut.

Tidak hanya terkait calon yang disung, tim sukses pemenangan juga tidak jauh berbeda. Kita bisa melihat siapa saja yang mengiringi Ochen ketika hearing. Mereka hanya sekedar pengiring formal bukan ideologis. Akibatnya semua materi hearing solah-olah dibebankan ke Ochen seorang. Timses pemenangan di Pemira tidak seberani dan sekredibel tahun lalu. Lantas, apakah Gamais tidak belajar dari kekalahan Pemira tahun lalu ?. Hal ini menimbukan tanda tanya besar lantaran Gamais telah mengadakan training rutin penyiapan kader siyasi (politik) kampus pasca kekalahan tahun lalu. Tidak tanggung-tanggung, para trainer-nya adalah jebolan Pemira tahun lalu. Lantas bagaimana hasilnya ? Anda bisa menilai sendiri.

Munculnya Kekuatan Baru

Melemahnya kekuatan Gamais di perpolitikan kampus menguatkan kekuatan lama seperti halnya himpunan bahkan kekuatan baru seperti halnya unit kegiatan mahasiswa. Sebagai bukti di Pemira 2014 yang baru saja selesai. Unit kajian ideologis, HATI ITB, mengusung calonnya untuk maju sebagai KM ITB 1 dengan ide kampus Islami. Biarpun nasib calon yang diusung HATI ITB hanya sampai uji panelis karena poin pelanggaran melebihi batas, namun hampir bisa dipastikan kedepan di setiap Pemira, HATI ITB akan berpartisipasi terus dengan diikuti pengkaderan yang rutin dan terstruktur. Jika memang demikian, HATI ITB akan dapat menarik suara mahasiswa Islam yang sudah lama dimonopoli oleh Gamais ITB.

Kondisi Gamais tersebut juga secara tidak langsung menguntungkan kompetitor lama Gamais yakni golongan belakang yang basisnya adalah himpunan dan beberapa unit kajian. Kemenangan Jeffry adalah sebagai bukti. Namun, kompetitor lama Gamais  tersebut bisa jadi tidak bertahan lama karena faktor kepentingan kelompok unit kajian dan himpunan kadangkala berbeda. Kini ada tiga opsi yang sekiranya perlu diperhatikan. Pertama, konsolidasi yang lebih intens himpunan dan unit kajian. Kedua, unit  kajian membuat kubu tersendiri dengan memanfaatkan rumpun unit kajian dan pendidikan. Ketiga, unit (non-Gamais dan HATI ITB) membuat kekuatan politik baru atau bisa disebut sebagai blok unit.

Bagi saya yang lama berkecimpung di dunia unit, saya lebih memilih opsi ketiga. Hal ini dikarenakan karena konsolidasi antar unit belum pernah dibentuk padahal kebijakan politik kemahasiswaan unit banyak sekali yang berimbas pada kegiatan unit. Di opsi tiga ini, aktor utama murni dari unit. Jika menggunakan sumber daya himpunan tidak menjadi soal asalkan himpunan tersebut menyetujui keinginan unit. Alasan selanjutnya adalah kader unit dapat mencoba kepemimpinan kampus yang sudah lama dinikmati oleh kader Gamais dan himpunan. Melalui cara ini, kader unit dapat mengakselerasi kemampuan kepemimpinananya. Jika hal ini benar-benar dapat diwujudkan, sangat dimungkinkan krisis kepemimpinan dan kepekaan politik mahasiswa ITB dapat diatasi.


Uruqul Nadhif Dzakiy
Anggota Majalah Ganesha ITB

2 komentar:

Anonymous said...

aduh uruqul kemana aja, jgn istiqomah menghilang terus yaa

Uruqul Nadhif Dzakiy said...

Saya hampir setiap weekday nongkrong di Sunken Bro, hehe