Sebuah analisis dari hasil Pemira ITB 2014
Hasil Pemilu
Raya (Pemira) Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB) telah dilansir kamis pagi
(3/4/2014) pukul 03.56 WIB melalui akun twitter resmi @pemiraitb. Hasil suara
menunjukkan bahwa Jeffry Giranza (GL 10)
terpilih menjadi Presiden KM ITB dengan 4308 suara, mengalahkan Rochenry (AE
10) dengan 3096 suara. Sementara Aulia Maharani Akbar (AE 10) terpilih menjadi
Ketua Dewan Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa (MWA-WM) dengan 4198 suara,
mengalahkan Yayang Rizwan (SF 10) dengan 3037 suara.
Dari hasil Pemira tersebut memunculkan satu pertanyaan krusial
"Ada apa dengan Depan?". Depan yang digawangi oleh unit Keluarga
Mahasiswa Islam (Gamais) ITB ternyata sejak tahun lalu harus rela memperoleh
hasil buruk di Pemira dimana kadernya tidak terpilih menjadi ketua kabinet KM
ITB. Pemira tahun lalu yang penuh kontroversi menjadi semacam titik balik
kemunduran golongan depan dalam memimpin perpolitikan kampus. Calon yang
diusung depan yaitu M. Yorga Permana (MRI 09) harus menyerah dari Nyoman Anjani
(MS 09) di proses referendum pasca gagalnya Pemira. Di proses referendum, kader
Gamais yang saat itu menjabat Dewan Syuro Gamais, M. Derian Zachary (TM 09), juga
turut turun tangan guna meloloskan Yorga dalam keikutsertaan dalam referendum.
Walhasil di luar dugaan, Derian terpilih menjadi Ketua Dewan MWA-WM sementara
Yorga tidak. Untuk melawan ketidakpopuleran MWA-WM, di awal menjabat Derian
mencoba mencitrakan organisasi tersebut melalui pengunjungan secara rutin ke himpunan-himpunan dan juga
menerbitkan buletin rutin tiap bulan. Selain itu juga selalu memperbarui
informasi melalui akun twitter maupun website
resmi MWA-WM. Namun sangat disayangkan, program tersebut hanya berlangsung
sampai Oktober 2013 dimana masih menyisakan sekitar lima bulan kepengurusan.
Derian terlihat tidak lagi fokus menahkodai MWA-WM. Rapat rutin pun tak lagi
diadakan. MWA-WM seolah-olah tidak punya kekuatan politik alias Vacuum of Power. Keberadaannya seperti
ketidakberadaannya. Padahal jika dapat dimaksimalkan, MWA-WM bisa menjadi wajah
kebangkitan golongan depan yang tumbang dalam perebutan KM ITB 1. MWA-WM bisa
menjadi semacam mesin politik pencitraan Gamais guna menghadapi Pemira tahun
ini. Namun apa daya. nasi telah menjadi bubur. Sense politik kader Gamais menurun. Kesempatan tidak dimanfaatkan
dengan optimal. Mesin politik golongan depan dalam menghadapi Pemira tahun ini
gagal total.
Strategi Ganda
Pemira tahun ini Gamais munculkan kadernya di perebutan kursi
Ketua Dewan MWA-WM dengan mengusung Yayang (STF 10). Yayang sebelumnya sempat
mencalonkan diri sebagai bakal calon Presiden KM ITB namun tidak lolos
verifikasi. Berbeda dengan tahun lalu dimana seolah-olah majunya Derian dilakukan
secara terpaksa, kini Yayang terlihat lebih siap segalanya. Namun sangat disayangkan,
Aulia justru yang terpilih sebagai Ketua Dewan MWA-WM dengan unggul lebih dari
1000 suara dari Yayang. Majunya Yayang memang belum tentu sebagai strategi
Gamais merebut kemahasiswaan terpusat jika ditinjau dari sejarah perjalanan politik
Gamais yang condong ke objek mahasiswa secara langsung. Kabinet KM ITB
mengakomodasi hal tersebut sementara MWA-WM tidak. MWA-WM lebih ke arah
legislasi dengan para stakeholder ITB
yang didominasi oleh guru besar ITB. Namun, ini bisa dikatakan strategi anggota
Gamais (bukan lembaga) dalam upaya memuluskan ide-ide politiknya ke mahasiswa
ITB secara umum.
Strategi lain yang patut kita cermati bersama adalah dengan
hadirnya akun twitter @gosippemiraitb. Akun ini seolah-olah menyingkap tabir
dari berbagai hal gelap yang terjadi di hajatan Pemira dan seolah-olah bersifat
netral. Namun, tidak bisa dipungkiri akun ini lebih condong ke Ochen. Popularitas
Ochen cukup dapat didongkrak lewat survei yang diadakan akun tersebut. Ochen
menempati peringkat pertama survey. Selain itu, penggantian avatar akun
tersebut dengan death symbol (hitam)
saat Pemira berakhir memperkuat hipotesis bahwa akun tersebut lebih condong ke
Ochen. Hitam sebagai simbol duka atas kekalahan.
Tahun ini, Gamais cenderung lebih biasa dalam menyiapkan strategi
pemenangan Pemira. Tidak seperti tahun lalu yang terlihat cukup frontal dan
berani. Spekulasi pun bermunculan mengapa strategi biasa-biasa yang dipilih.
Apakah karena ketakutan akan munculnya kejadian serupa dengan Pemira tahun lalu
dimana membuat nama Gamais tercoreng atau Gamais sudah tidak miliki kader
militan lagi ?
Berkurangnya Kader Siyasi
Dukungan Gamais yang dialamatkan kepada Ochen memunculkan sebuah
pertanyaan fundamental "Mengapa harus Ochen ?". Secara keorganisasian
Ochen memang memiliki modal yang cukup karena Ia adalah mantan Ketua Himpunan Penerbangan (KMPN). Ia juga
pernah mencicipi kepanitiaan terpusat seperti OSKM. Namun, Ochen belum menjelma
sebagai seorang "sosok" yang dikenal massa kampus atas ide dan
gagasan yang telah diperjuangkannya. Ia juga memiliki rapor akademik di bawah
rata-rata calon yang diusung Gamais sebelumnya. Tidak berhenti disini, gagasan
yang diusung Ochen di Pemira yakni #KMITBBisa terbukti sangat prematur. Kita
bisa melihat jawaban Ochen dari berbagai pertanyaan massa kampus terutama swasta
yang cenderung dangkal secara esensi. Ochen lantas memakai jargon "Bisa ?
Bisa Banget .." untuk menutup-nutupi kekurangannya tersebut.
Tidak hanya terkait calon yang disung, tim sukses pemenangan juga
tidak jauh berbeda. Kita bisa melihat siapa saja yang mengiringi Ochen ketika hearing. Mereka hanya sekedar pengiring
formal bukan ideologis. Akibatnya semua materi hearing solah-olah dibebankan ke Ochen seorang. Timses pemenangan
di Pemira tidak seberani dan sekredibel tahun lalu. Lantas, apakah Gamais tidak
belajar dari kekalahan Pemira tahun lalu ?. Hal ini menimbukan tanda tanya
besar lantaran Gamais telah mengadakan training
rutin penyiapan kader siyasi (politik) kampus pasca kekalahan tahun lalu. Tidak
tanggung-tanggung, para trainer-nya
adalah jebolan Pemira tahun lalu. Lantas bagaimana hasilnya ? Anda bisa menilai
sendiri.
Munculnya Kekuatan Baru
Melemahnya kekuatan Gamais di perpolitikan kampus menguatkan
kekuatan lama seperti halnya himpunan bahkan kekuatan baru seperti halnya unit
kegiatan mahasiswa. Sebagai bukti di Pemira 2014 yang baru saja selesai. Unit
kajian ideologis, HATI ITB, mengusung calonnya untuk maju sebagai KM ITB 1
dengan ide kampus Islami. Biarpun nasib calon yang diusung HATI ITB hanya
sampai uji panelis karena poin pelanggaran melebihi batas, namun hampir bisa
dipastikan kedepan di setiap Pemira, HATI ITB akan berpartisipasi terus dengan
diikuti pengkaderan yang rutin dan terstruktur. Jika memang demikian, HATI ITB
akan dapat menarik suara mahasiswa Islam yang sudah lama dimonopoli oleh Gamais
ITB.
Kondisi Gamais tersebut juga secara tidak langsung menguntungkan
kompetitor lama Gamais yakni golongan belakang yang basisnya adalah himpunan
dan beberapa unit kajian. Kemenangan Jeffry adalah sebagai bukti. Namun, kompetitor
lama Gamais tersebut bisa jadi tidak
bertahan lama karena faktor kepentingan kelompok unit kajian dan himpunan
kadangkala berbeda. Kini ada tiga opsi yang sekiranya perlu diperhatikan. Pertama, konsolidasi yang lebih intens himpunan dan unit kajian. Kedua, unit kajian membuat kubu tersendiri dengan memanfaatkan
rumpun unit kajian dan pendidikan. Ketiga,
unit (non-Gamais dan HATI ITB) membuat kekuatan politik baru atau bisa disebut
sebagai blok unit.
Bagi saya yang lama berkecimpung di dunia unit, saya lebih memilih
opsi ketiga. Hal ini dikarenakan karena konsolidasi antar unit belum pernah
dibentuk padahal kebijakan politik kemahasiswaan unit banyak sekali yang
berimbas pada kegiatan unit. Di opsi tiga ini, aktor utama murni dari unit.
Jika menggunakan sumber daya himpunan tidak menjadi soal asalkan himpunan
tersebut menyetujui keinginan unit. Alasan selanjutnya adalah kader unit dapat
mencoba kepemimpinan kampus yang sudah lama dinikmati oleh kader Gamais dan
himpunan. Melalui cara ini, kader unit dapat mengakselerasi kemampuan
kepemimpinananya. Jika hal ini benar-benar dapat diwujudkan, sangat
dimungkinkan krisis kepemimpinan dan kepekaan politik mahasiswa ITB dapat
diatasi.
Uruqul Nadhif Dzakiy
Anggota Majalah Ganesha ITB
2 komentar:
aduh uruqul kemana aja, jgn istiqomah menghilang terus yaa
Saya hampir setiap weekday nongkrong di Sunken Bro, hehe
Post a Comment