Sunday, April 20, 2014

Langkah Selanjutnya

Sebuah tantangan untuk Jeffry guna merampungkan polemik Aksi Kamis lalu

Polemik akibat aksi Kamis (17/4/2014) sudah sangat liar. Ungkapan "Kampus Netral Harga Mati" ditafsirkan beraneka macam. Klarifikasi resmi yang disampaikan oleh Kabinet KM ITB baik melalui website km.itb.ac.id maupun yang disebarkan di media sosial seakan masih bolong di sana sini. Kini, di hari ketiga pasca aksi, media sosial masihlah riuh dengan pro-kontra aksi. Grup facebook internal himpunan masih penuh dengan komentar-komentar. Tak hanya itu, bahkan salah seorang guru besar ITB mempertanyakan aksi kemarin kepada penulis, begitu pula dengan alumni ITB yang banyak menghubungi penulis baik via media sosial maupun telepon. Semua itu sebagai pertanda bahwa aksi kemarin mendapat sorotan yang tajam dari banyak kalangan. Mereka semua menunggu kelanjutan dari aksi Kamis lalu.

Tepat satu minggu pasca pelantikan (10/4/2014), Jeffry dihadapkan pada masalah dilematis nan krusial yang mengundang polemik dan sorotan tajam dari publik. Adalah Studium Generale (SG) dengan pembicara tunggal Joko Widodo (Jokowi) menjadi pemicunya. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Jokowi adalah calon presiden RI resmi yang diusung oleh salah satu partai papan atas. Jokowi pun digadang-gadang akan mulus melenggang menjadi RI-1 sebab elektabilitasnya di berbagai survey tak terkejar calon lainnya. Jokowi hadir di SG atas undangan rektorat guna memberikan kuliah terkait Jakarta dalam kapasitasnya sebagai gubernur provinsi tersebut. Lama sebenarnya ITB mengundang Jokowi untuk mengisi SG, namun karena kesibukan, Jokowi tidak mampu memenuhi undangan ITB. Secara kebetulan kamis kemarin, Jokowi baru bisa datang ke ITB. Niat awalnya MoU dengan ITB terkait kerjasama di bidang pariwisata dan tata kota. Namun tak hanya MoU, rektorat meminta Jokowi untuk sekaligus mengisi SG. Walhasil, karena mendadak, tema SG tidak ada. Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang sempat penulis temui H-1 sebelum acara tidak tahu-menahu terkait apa yang akan disampaikan Jokowi di SG. Akhirnya semua orang berspekulasi, jangan-jangan hadirnya Jokowi sebagai bentuk kampanye mencari dukungan ke ITB. Atau juga barangkali pihak elite kampus terbersit ambisi pribadi guna agar masuk dalam kabinet Jokowi kelak jika terpilih. Spekulasi pun sangat liar. KM ITB memilih untuk bergerak dari pada mendiamkan. Semboyan "Kampus Netral Harga Mati", "Tolak Politisasi Kampus" pun didengungkan baik melalui dunia maya maupun aksi saat hari H.

Sejalan dengan Visi

Saat Pemilu Raya (Pemira), Jeffry mengusung visi menyelaraskan pergerakan satu Indonesia. Dalam kaca mata orang awam seperti penulis, pergerakan memuat didalamnya reaksi terhadap kebijakan politik yang dicetuskan pemerintah maupun pihak ITB. Aksi kamis kemarin penulis nilai masuk didalamnya dimana KM ITB yang diaktori oleh Kabinet atas restu Kongres memilih untuk turun ke jalan guna mempertanyakan kenetralan ITB sebab mengundang Jokowi di SG. Jika kabinet memilih diam, justru akan semakin banyak orang yang mempertanyakan visi yang digaungkan Jeffry saat Pemira tersebut.

Jeffry saat memberikan orasi Kamis lalu 
Seminggu pacsa pelantikan, Jeffry masih dalam tahap pembentukan kabinet. Praktis aksi kamis kemarin tanpa perencanaan yang matang. Pengalaman yang diturunkan kabinet-kabinet sebelumnya terkait aksi kepada Jeffry nampaknya sangat kurang. Menurut pemantauan penulis, dalam tiga tahun terakhir, aksi tolak kenaikan harga BBM di Jakarta 2012 silam merupakan aksi dengan massa terbanyak yakni sekitar 50 orang. Namun, dengan adanya aksi kamis lalu rekor itu pun pecah. Aksi tersebut diikuti sekitar 100 orang, padahal berdasarkan kesepakatan awal antara Kabinet dan Kongres, aksi hanya akan diikuti 40 orang. Tambahan sekitar 60 orang tersebut menurut keterangan Jeffry menjadikan komando menjadi tidak berjalan optimal. Tujuan aksi terpelintir menjadi tolak kedatangan Jokowi di ITB yang cenderung politis sekali. Biarpun demikian Jeffry telah mengklarifikasi melalui website resmi KM ITB maupun media sosial. Namun apadaya, adanya media sosial menjadikan setiap orang berani beropini sesuai dengan informasi yang didapatkan. Entah itu valid atau tidak, tidak menjadi soal. Terkait opini liar tersebut, penulis seringkali mendapatkan mention twitter yang entah udah tak terhitung lagi jumlahnya mulai dari akun fanatik capres tertentu, dosen, alumni maupun sesama teman mahasiswa. Timeline facebook pun dipenuhi diskusi hangat terkait hal ini. Penulis menghabiskan liburan long weekend ini kebanyakan untuk menanggapi opini dari banyak pihak. Penulis rasa pembaca juga merasakan hal serupa.   

Aksi kamis kemarin selayaknya menjadi pelajaran yang sangat berharga Jeffry di awal kepengurusannya. Kekurangan aksi kemarin dapat menjadi inputan yang sangat berarti untuk gerakan kedepan. Kini saatnya mengevaluasi secara total aksi kemarin. Hal ini untuk menuntaskan polemik berlebihan dan menuju tidak sehat yang terjadi di dunia maya maupun nyata. Juga agar keberjalanan Kabinet kedepan tidak digoyang oleh isu tersebut. Jika follow up dari aksi kemarin tidak ada, Kabinet Jeffry akan dihantam habis-habisan oleh pihak yang kontra. Isu ini akan terus digoreng. Perlu diingat bahwa tidak sedikit dari pihak kontra yang sangat vokal dan memiliki pengikut banyak, juga ada diantara mereka yang lihai memainkan media.

Adakan Forum

Setelah berdiskusi panjang lebar dengan alumni,  dosen maupun sesama teman mahasiswa, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengadaan forum merupakan suatu keharusan. Forum tersebut mengundang pihak-pihak yang pro dan kontra terkait aksi kamis lalu termasuk didalamnya dosen yang sangat lantang menyarakan gagasannya melalui media sosial. Dalam forum ini, semua pihak duduk bareng dan tidak canggung mengutarakan gagasannya. Forum ini juga sebagai langkah awal untuk menghilangkan arogansi terutama arogansi antara dosen dan mahasiswa. Forum tersebut menguji seberapa jauh pandangan mereka yang secara tajam beropini di media sosial untuk menumpahkannya di dunia nyata. Pada akhirnya, mereka yang kuat secara gagasan akan menang dalam pertarungan dialektika.

Setidaknya ada beberapa hal yang akan didapatkan jika forum tersebut terselenggara. Pertama, terciptanya sintesis terkait deskripsi filosofis dan taktis tentang netralitas kampus. Kedua, hasil forum menjadi acuan dalam pergerakan mahasiswa kedepan serta menjadi role model pergerakan mahasiswa se-Indonesia mengingat visi Jeffry tersebut diatas. Ketiga, cikal bakal forum bersama antarcivitas akademika ITB terutama antara dosen dan mahasiswa. Kedepan, forum dapat diarahkan untuk membahas permasalahan yang terjadi di republik ini. Dalam kacamata saya, poin ketiga ini merupakan kultur baru yang mampu ciptakan dinamisasi kampus. Keempat, menumbuhkan kepercayaan massa kampus terhadap Kabinet Jeffry mengingat sepinya Pemira tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya serta menjadi ajang kebersamaan antarmahasiswa.

Terkait kapan forum diadakan, penulis usulkan dalam minggu-minggu terdekat mumpung momentumnya masih ada. Jika terlalu lama di-pending, dikhawatirkan massa kampus sudah tidak antusias lagi. Penulis sangat yakin, pihak-pihak yang pro maupun kontra akan dengan tangan terbuka menyambut baik ajakan tersebut. Tinggal bagaimana Kabinet Jeffry dibantu dengan Tim MWA-WM mengonsep forum tersebut.


Uruqul Nadhif Dzakiy
Mahasiswa Matematika ITB 



0 komentar: