Wednesday, April 30, 2014

Menangkal Kebocoran Pajak dengan E-filing

 Menurut Dirjen Pajak, Fuad Rachmany, seperti yang ditulis oleh Tribun Jabar Online (26/4/2014) bahwa terdapat 60 juta warga Indonesia yang harus membayar pajak. Dari jumlah tersebut terdapat sekitar 35 juta orang yang belum membayar pajak.

Pajak merupakan pendapatan utama dari kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Praktis pengelolaan pajak harus dilakukan serapi dan setertib mungkin oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak agar kebocoran pajak dapat diminimalisasi. Selain dari banyak potensial pajak yang belum terserap, masalah pengelolaan pajak masihlah menjadi masalah serius yang mendapat sorotan tajam banyak pihak. Masalah korupsi belumlah hilang di otoritas pengelola pajak. Juga sistem pelayanan pajak yang manual dan birokratis menciptakan ketidaknyamanan bagi para Wajib Pajak (WP) saat membayar pajak. Pelayanan demikian membuat para WP ogah untuk datang ke kantor wilayah (kanwil) pajak setempat guna menunaikan kewajibannya membayar pajak.

Sistem E-filing Sebagai Solusi

Proses pelayanan pajak manual adalah salah satu penyebab hilangnya potensi pajak dari para WP. Bagaimana tidak para WP setiap tahun harus mengantre berjam-jam untuk sekedar dilayani oleh petugas pajak guna melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi. Praktis itu merupakan kendala yang serius bagi para WP yang merupakan golongan atas dalam strata kelas masyarakat. Mereka bisa dipastikan sangat sibuk sehingga memiliki waktu sempit untuk sekedar membayar pajak. Berjam-jam waktu pelayanan tersebut belum ditambah dengan waktu tunggu yang juga memakan waktu lama sangatlah tidak efektif dan efisien.
Laman resmi pelayanan e-filling dari Ditjen Pajak
Waktu pelayanan adalah satu hal yang patut disoroti dari mekanisme manajemen pelayanan pajak saat ini. Peng-online-an sistem pelayanan adalah solusi yang patut diterapkan oleh seluruh kantor Pajak di seluruh Indonesia termasuk di Kanwil Ditjen Pajak Jabar I. Sistem demikian dinamakan e-filing. Ada beberapa alasan yang menjadi kelebihan e-filing. Pertama, e-filing memudahkan dan mempercepat proses pelaporan pajak. Kemudahannya mampu diakses dimana saja asalkan ada jaringan internet. Prosesnya dijamin lebih cepat karena dipastikan tidak ada antrean untuk membuka situs kecuali jika situs berada dalam keadaan bermasalah. Kedua, transparasi. Proses pelayanan pajak rentan terjadi mafia pajak seperti halnya penggelembungan pembayaran pajak guna dilayani lebih cepat, atau juga calo-calo yang menawarkan jasa dengan dalih membantu para WP untuk membayar pajak. Praktis masalah tersebut menjadi tantangan serius bagi para WP. Ketidaktransparan pembayaran pajak inilah akan mampu diatasi oleh sistem e-filing. Sistem e-filing menghilangkan kontak langsung terhadap mafia pajak di atas karena data yang di-input akan langsung masuk ke database Ditjen Pajak. Kini, tinggal bagaimana membuat sekuritas agar sistem e-filing terhindar dari serangan para peretas (hacker). Ketiga, meningkatkan pemasukan dari pajak. Sejauh ini sistem e-filing sudah digunakan oleh beberapa Kanwil Pajak namun belum menyeluruh. Tahun ini ditargetkan 700 ribu buah SPT menggunakan e-filing dengan 40 ribu diantaranya berada di wilayah kerja Ditjen Pajak Jawa Barat (Jabar) I. Biarpun penggunakan e-filing belum maksimal, namun sistem tersebut terbukti mampu meningkatan pendapatan pemerintah dari pajak. Pada tahun 2013 lalu perolehan pajak di Kanwil Ditjen Pajak Jabar I sebesar Rp 16,4 triliun atau meningkat sebesar Rp 2 triliun dibandingkan tahun 2012 lalu.

Lakukan Kampanye

Penggunaan sistem e-filing dalam proses pelayanan pajak belumlah cukup selama publik belum begitu mengenal kelebihan sistem tersebut. Akibatnya publik khususnya para WP masih merasa gamang untuk sekedar berpindah ke sistem yang tergolong baru tersebut. Publik juga merasa bahwa sistem tersebut relatif ribet. Disini dibutuhkan kampanye yang masif dari otoritas terkait guna menyasar 60 juta WP. Kampanye disamping terkait keunggulan e-filing juga terkait bagaimana aktivasi e-filing. Ada beberapa strategi kampanye yang dapat dilakukan Ditjen Pajak. Pertama, kampanye melalui media sosial. Media sosial merupakan medium kampanye murah, tanpa biaya. Sementara pengguna aktifnya sangat banyak yang didominasi oleh kaum muda termasuk didalamnya adalah pengusaha-pengusaha muda dan kelas menengah baru (new middle class). Potensi pajak dari mereka relatif besar. Kampanye melalui media sosial dapat menggunakan media-media gratis populer seperti twitter, facebook, dan youtube. Tinggal sekarang bagaimana memaksimalkan peran ketiga media tersebut. Kedua, kampanye melalui media massa dan televisi. Metode kedua adalah metode klasik yang kerapkali dilakukan dan memakan anggaran yang tidak sedikit. Biarpun demikian, tidak lantas ditinggalkan begitu saja, media tersebut tetap perlu dijamah oleh Ditjen Pajak. Hanya saja harus selektif terkait media mana yang selanjutnya akan menjadi partner Ditjen pajak dalam mempromosikan sistem e-filing.

Selain kedua cara kampanye diatas, Ditjen pajak harus melakukan cara lain agar para WP menjalankan kewajibannya membayar pajak. Angka 35 juta dari 60 juta WP yang belum membayar pajak merupakan angka yang fantastis. Negara dirugikan ribuan triliun atas hal tersebut. Terkait hal ini, Ditjen pajak harus melakukan langkah strategis. Pengumuman ke publik terkait siapa saja pengemplang pajak harus dilakukan secara masif melalui medium media kampanye diatas. Terutama ditujukan pada para WP yang nilai pajaknya milyaran bahkan triliunan rupiah. Melalui hal ini, para WP yang tidak taat pajak pun akan menanggung rasa malu. Publik akan terus-terusan menghujat para pengempang pajak tersebut. Dengan demikian diharapkan 60 juta WP dapat menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang baik yakni dengan membayar pajak.

Uruqul Nadhif Dzakiy
   

0 komentar: