Menurut
Dirjen Pajak, Fuad Rachmany, seperti yang ditulis oleh Tribun Jabar Online
(26/4/2014) bahwa terdapat 60 juta warga Indonesia yang harus membayar pajak.
Dari jumlah tersebut terdapat sekitar 35 juta orang yang belum membayar pajak.
Pajak merupakan pendapatan utama dari kas
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Praktis pengelolaan pajak harus
dilakukan serapi dan setertib mungkin oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak
agar kebocoran pajak dapat diminimalisasi. Selain dari banyak potensial pajak
yang belum terserap, masalah pengelolaan pajak masihlah menjadi masalah serius yang
mendapat sorotan tajam banyak pihak. Masalah korupsi belumlah hilang di
otoritas pengelola pajak. Juga sistem pelayanan pajak yang manual dan
birokratis menciptakan ketidaknyamanan bagi para Wajib Pajak (WP) saat membayar
pajak. Pelayanan demikian membuat para WP ogah
untuk datang ke kantor wilayah (kanwil) pajak setempat guna menunaikan
kewajibannya membayar pajak.
Sistem E-filing Sebagai Solusi
Proses pelayanan pajak manual adalah
salah satu penyebab hilangnya potensi pajak dari para WP. Bagaimana tidak para
WP setiap tahun harus mengantre berjam-jam untuk sekedar dilayani oleh petugas
pajak guna melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh)
Orang Pribadi. Praktis itu merupakan kendala yang serius bagi para WP yang
merupakan golongan atas dalam strata kelas masyarakat. Mereka bisa dipastikan
sangat sibuk sehingga memiliki waktu sempit untuk sekedar membayar pajak. Berjam-jam
waktu pelayanan tersebut belum ditambah dengan waktu tunggu yang juga memakan
waktu lama sangatlah tidak efektif dan efisien.
Laman resmi pelayanan e-filling dari Ditjen Pajak |
Lakukan Kampanye
Penggunaan sistem e-filing dalam proses
pelayanan pajak belumlah cukup selama publik belum begitu mengenal kelebihan
sistem tersebut. Akibatnya publik khususnya para WP masih merasa gamang untuk
sekedar berpindah ke sistem yang tergolong baru tersebut. Publik juga merasa
bahwa sistem tersebut relatif ribet. Disini dibutuhkan kampanye yang masif dari
otoritas terkait guna menyasar 60 juta WP. Kampanye disamping terkait
keunggulan e-filing juga terkait
bagaimana aktivasi e-filing. Ada
beberapa strategi kampanye yang dapat dilakukan Ditjen Pajak. Pertama, kampanye melalui media sosial.
Media sosial merupakan medium kampanye murah, tanpa biaya. Sementara pengguna
aktifnya sangat banyak yang didominasi oleh kaum muda termasuk didalamnya
adalah pengusaha-pengusaha muda dan kelas menengah baru (new middle class). Potensi pajak dari mereka relatif besar.
Kampanye melalui media sosial dapat menggunakan media-media gratis populer
seperti twitter, facebook, dan youtube. Tinggal sekarang bagaimana
memaksimalkan peran ketiga media tersebut. Kedua,
kampanye melalui media massa dan televisi. Metode kedua adalah metode klasik
yang kerapkali dilakukan dan memakan anggaran yang tidak sedikit. Biarpun
demikian, tidak lantas ditinggalkan begitu saja, media tersebut tetap perlu
dijamah oleh Ditjen Pajak. Hanya saja harus selektif terkait media mana yang
selanjutnya akan menjadi partner
Ditjen pajak dalam mempromosikan sistem e-filing.
Selain kedua cara kampanye diatas, Ditjen
pajak harus melakukan cara lain agar para WP menjalankan kewajibannya membayar
pajak. Angka 35 juta dari 60 juta WP yang belum membayar pajak merupakan angka
yang fantastis. Negara dirugikan ribuan triliun atas hal tersebut. Terkait hal
ini, Ditjen pajak harus melakukan langkah strategis. Pengumuman ke publik
terkait siapa saja pengemplang pajak harus dilakukan secara masif melalui
medium media kampanye diatas. Terutama ditujukan pada para WP yang nilai
pajaknya milyaran bahkan triliunan rupiah. Melalui hal ini, para WP yang tidak
taat pajak pun akan menanggung rasa malu. Publik akan terus-terusan menghujat
para pengempang pajak tersebut. Dengan demikian diharapkan 60 juta WP dapat menunaikan
kewajibannya sebagai warga negara yang baik yakni dengan membayar pajak.
Uruqul Nadhif Dzakiy
0 komentar:
Post a Comment