Wednesday, May 21, 2014

Kaderisasi

Kata inilah yang paling sering kita dengar dan alami  ketika berada di ITB. Hampir semua organisasi di ITB terutama himpunan dan unit membicarakan itu. Praktis, semua energi mengarah kesana.

Saya bukanlah  konseptor atau pelaku inti kaderisasi di himpunan. Saya sekedar objek kaderisasi (baca tulisan saya http://www.uruqulnadhif.com/2013/10/osjur-dan-penindasan.html) oleh karenanya saya hanya bisa mengevaluasi keberjalanan kaderisasi (himpunan) dari sudut pandang saya sebagai  peserta kaderisasi.

Evaluasi ke Nilai

Kaderisasi merupakan simbol eksistensi himpunan. Ia merupakan trade mark himpunan. Tanpanya himpunan tak lebih hanya sekedar study club. Proses kaderisasi ini ada sejak himpunan mengkatagorikan dirinya sebagai oraganisasi modern dimana didalamnya terdapat Anggaran Dasar dan Aggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang wajib ditaati oleh anggotanya. Karena organisasi inilah, himpunan membutuhkan pengurus dan anggota yang kontinu. Kaderisasi adalah lorong untuk mendapatkan itu agar nilai-nilai dari periode sebelumnya dapat diturunkan dan diperbaiki.

Osjur salah satu himpunan di ITB (doc. pribadi)
Sejauh pengamatan saya, kaderisasi yang dijalankan himpunan hanya sekedar turunan. Hal ini dikarenakan pengkajian tentang urgensi kaderisasi diantara anggota himpunan lemah. Hanya pengurus himpunan terutama yang membidangi kaderisasi yang biasa membahas. Itupun sekedar teknis, sedikit sekali yang membahas filosofis dan hal esensial lainnya seperti halnya konten kaderisasi. Kekurangan tersebut tidak lantas menghapus kaderisasi sama sekali, namun kelemahan tersebut harus segera ditambal sehingga output kaderisasi menjadi optimal.

Bagi saya kelemahan esensial dari kaderisasi adalah nilai kaderisasi itu sendiri. Bagaimana nilai dari kaderisasi ini mampu ditangkap oleh peserta kaderisasi. Masalah yang umum terjadi saat ini adalah turut serta dalam kaderisasi (himpunan) tidak lebih dari upaya mendapatkan jaket himpunan (jahim). Jahim adalah simbol mahasiswa jurusan berhimpun dengan mahasiswa satu jurusan lainnya. Motifnya beragam seperti halnya mudah akses informasi kerja, kemudahan dalam praktikum, mendapatkan teman bermain, dan sebagainya. Jika mindset keikutsertaan dalam kaderisasi demikian berarti ada sesuatu yang salah dalam proses kaderisasi.

Berani Memimpin Sebagai Nilai

Saya teringat sekali sebuah pepatah di sebuah sesi di Latihan Kepemimpinan Organisasi (LKO) Himatika ITB ; Leader is a man who knows the way, does the way, and shows the way. Pepatah pusaka tersebut seolah tertiup oleh angin seiring berjalannya waktu. Hampir tidak membekas ke segenap peserta kaderisasi mengingat banyaknya kepanitiaan himpunan yang minim keikutsertaan anggota untuk berpartisipasi. Selain itu ketidakberanian pengurus inti himpunan (Kahim dan Badan Pengurus) untuk mewarnai kemahasiswaan terpusat. Implikasinya anggota himpunan hanya mampu menjadi manajer yang baik, yang hanya mampu berada di zona nyaman.

Menurut pengamatan saya, rendahnya kepemimpinan adalah sebab rendahnya asupan dari anggota atau dalam arti lain rendahnya gagasan dan ide. Padahal pemimpin adalah seorang yang kaya akan gagasan. Melalui gagasan inilah, keberanian memimpin akan muncul. Oleh karenannya asupan selain menjadi konten tambahan saat kaderisasi juga perlu diadakan terus menerus pasca kaderisasi. Himatika Learning Club (HLC) adalah salah satu cara menambah asupan tersebut.


Uruqul Nadhif Dzakiy
Anggota HIMATIKA yang belum lulus

0 komentar: