Kata inilah yang paling sering kita dengar dan alami ketika berada di ITB. Hampir semua organisasi
di ITB terutama himpunan dan unit membicarakan itu. Praktis, semua energi
mengarah kesana.
Saya bukanlah konseptor atau pelaku inti kaderisasi di
himpunan. Saya sekedar objek kaderisasi (baca tulisan saya http://www.uruqulnadhif.com/2013/10/osjur-dan-penindasan.html)
oleh karenanya saya hanya bisa mengevaluasi keberjalanan kaderisasi (himpunan)
dari sudut pandang saya sebagai peserta
kaderisasi.
Evaluasi ke Nilai
Kaderisasi merupakan simbol
eksistensi himpunan. Ia merupakan trade
mark himpunan. Tanpanya himpunan tak lebih hanya sekedar study club. Proses kaderisasi ini ada
sejak himpunan mengkatagorikan dirinya sebagai oraganisasi modern dimana
didalamnya terdapat Anggaran Dasar dan Aggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang wajib
ditaati oleh anggotanya. Karena organisasi inilah, himpunan membutuhkan
pengurus dan anggota yang kontinu. Kaderisasi adalah lorong untuk mendapatkan itu agar nilai-nilai dari periode
sebelumnya dapat diturunkan dan diperbaiki.
Osjur salah satu himpunan di ITB (doc. pribadi) |
Bagi saya kelemahan esensial dari
kaderisasi adalah nilai kaderisasi itu sendiri. Bagaimana nilai dari kaderisasi
ini mampu ditangkap oleh peserta kaderisasi. Masalah yang umum terjadi saat ini
adalah turut serta dalam kaderisasi (himpunan) tidak lebih dari upaya
mendapatkan jaket himpunan (jahim). Jahim adalah simbol mahasiswa jurusan
berhimpun dengan mahasiswa satu jurusan lainnya. Motifnya beragam seperti
halnya mudah akses informasi kerja, kemudahan dalam praktikum, mendapatkan
teman bermain, dan sebagainya. Jika mindset
keikutsertaan dalam kaderisasi demikian berarti ada sesuatu yang salah dalam
proses kaderisasi.
Berani Memimpin Sebagai Nilai
Saya teringat sekali sebuah
pepatah di sebuah sesi di Latihan Kepemimpinan Organisasi (LKO) Himatika ITB ; Leader is a man who knows the way, does the
way, and shows the way. Pepatah pusaka tersebut seolah tertiup oleh angin seiring
berjalannya waktu. Hampir tidak membekas ke segenap peserta kaderisasi
mengingat banyaknya kepanitiaan himpunan yang minim keikutsertaan anggota untuk
berpartisipasi. Selain itu ketidakberanian pengurus inti himpunan (Kahim dan Badan
Pengurus) untuk mewarnai kemahasiswaan terpusat. Implikasinya anggota himpunan
hanya mampu menjadi manajer yang baik, yang hanya mampu berada di zona nyaman.
Menurut pengamatan saya, rendahnya
kepemimpinan adalah sebab rendahnya asupan dari anggota atau dalam arti lain
rendahnya gagasan dan ide. Padahal pemimpin adalah seorang yang kaya akan
gagasan. Melalui gagasan inilah, keberanian memimpin akan muncul. Oleh
karenannya asupan selain menjadi konten tambahan saat kaderisasi juga perlu
diadakan terus menerus pasca kaderisasi. Himatika
Learning Club (HLC) adalah salah satu cara menambah asupan tersebut.
Uruqul Nadhif Dzakiy
Anggota HIMATIKA yang
belum lulus
0 komentar:
Post a Comment