Sebuah gagasan untuk keberjalanan media kampus ITB kedepan
Media (pers) merupakan
pilar keempat dari demokrasi. Dalam fungsinya, media merupakan pengontrol
jalannya roda pemerintahan disamping juga memiliki fungsi sebagai publikasi.
Tapi, kini tak dapat dipungkiri fungsi media bergerser dan seolah dikebiri.
Media diarahkan oleh pemegang saham terbesarnya untuk mempengaruhi opini publik. Kontennya pun disetir oleh
pemiliknya guna memenuhi segala keinginan(politik)nya. Melihat keadaan media saat ini, tepat kiranya kita bebankan
fungsi media sesungguhnya ke media kampus.
Kemahasiswaan ITB bisa
dikatakan sangat dinamis. Hal tersebut tak lepas dari peran aneka unit
yang menjadi pusat mahasiswa beraktivitas. Tak terkecuali dengan unit-unit yang
tergabung di rumpun media. Rumpun media merupakan himpunan seluruh unit media baik
cetak, elektronik, maupun radio yang ada di ITB. Media cetak diwakili oleh
Boulevard ITB, Pers Mahasiswa ITB, dan Majalah Ganesha ITB. Sementara media
elektonik diwakili oleh Ganesha TV, Radio Kampus ITB dan 8EH ITB. Beraneka ragam
unit media tersebut sejauh ini masih berdiri sendiri dengan kebijakan dan arah
gerak masing-masing. Praktis seringkali didapati overlap fokus liputan diantara media tersbut. Diferensiasi
antarmedia seringkali sukar ditangkap publik. Publik susah membedakan antara Pers Mahasiswa
ITB dan Boulevard ITB, juga Radio Kampus ITB dan 8EH ITB.
Menyamakan Frame
Setiap unit media
diatas tentunya memiliki nilai dasar (AD/ART dan sejenisnya) yang berbeda-beda.
Dan itulah yang menjadi alasan utama mengapa unit-unit tersebut harus terpisah
baik secara ruang maupun lingkup kerja. Namun terkadang karena berubahnya
struktur kepengurusan, berubah pula arah kerjanya. Juga Sumber Daya Manusia
(SDM) kadang menjadi masalah tersendiri bagi unit-unit tersebut. Karena hal
ini, ada unit yang harus mulai semuanya dari nol. Menurut pengamatan penulis,
kini hanya unit Ganesha TV yang masih tertatih-tatih. Publik kampus belum
terlalu 'ngeh' dengan keberadaannya selama ini. Padahal, media elektronik
berbentuk gambar bergerak merupakan media yang paling digandrungi oleh publik.
Sebut aja riset dari BPS 2012 yang menempatkan budaya menonton TV sebesar 91.68
%, jauh dibandingkan membaca surat kabar/majalah sebesar 17.66 %. Selain TV,
sudah familier ditelinga kita media Youtube
yang dengannya informasi dari manapun dapat ter-blow up dengan cepat. Sayang dua instrumen (terutama yang kedua
karena gratis) diatas tidak dimaksimalkan
penggunaannya oleh Ganesha TV.
Mengkolaborasikan
Jika kita ambil
sampel random massa kampus kemudian kita tanya tentang diferensiasi media di
kampus ITB rasanya mereka akan kebingungan menjawab perbedaan 'ide
dasar/konten' unit media terutama yang bergerak di media cetak dan radio.
Apalagi publik non-ITB seperti mahasiswa kampus lain, bisa dipastikan akan
sulit membedakan mana media yang berbicara masalah kemahasiswaan, masalah
kebangsaan/kenegaraan, maupun masalah kampus secara umum. Oleh karenanya,
masalah tersebut harus disikapi secara benar oleh Kominfo Kabinet sebagai
otoritas tertinggi. Kominfo Kabinet harus berani membuat unit-unit media tersebut
untuk berkolaborasi dengan mendefinisikan arah gerak yang jelas sehingga overlap tidak terjadi.
Kolaborasi yang
dimaksud disini adalah bertemunya unit-unit media untuk menentukan job desk (arah gerak) masing-masing.
Sebagai gambaran, fokus liputan kemahasiwaan ITB dibebankan ke Pers Mahasiswa
ITB dengan koran Ganeca Pos yang
terbit rutin tiap sepekan sekali, fokus liputan masalah kampus secara umum
(kebijakan rektorat dan sekitarnya) dibebankan ke Boulevard ITB dengan majalah boulevard tiap empat bulan sekali,
masalah bangsa terutama terkait sejarah, ekonomi, dan politik dibebankan ke
Majalah Ganesha ITB dengan Ganesha Review
tiap sebulan sekali, radio seputar dunia kemahasiswaan ITB dibebankan ke Radio
Kampus ITB, radio terkait seluk-beluk perkembangan ITB (gagasan dosen/hasil
riset/kebijakan ITB/dll) dibebankan ke 8EH ITB, dan Ganesha TV membantu
pemberitaan semuanya diatas melalui gambar bergerak. Pembagian job desk yang jelas diatas akan
memaksimalkan peran media kampus kedepannya.
Siapa yang mampu
mengatur terinisiasinya kolaborasi diatas ?. Jelas Kominfo Kabinet KM ITB.
Forum rutin antar unit media sangat diperlukan guna membahas terkait masalah apa
yang akan diliput agar sekali lagi tidak overlap,
juga terkait output media dari unit apa yang akan disebarkan ke publik non-ITB.
Kominfo Kabinet bertugas untuk menginisiasi forum dan memastikan forum berjalan
terus disamping dikontrol langsung keberjalanannya di lapangan. Kominfo juga
mempunyai targetan untuk tiap unit media dengan dibarengi turut serta membantu
menyelesaikan masalah unit-unit media seperti dukungan finansial dan SDM. Namun
dibalik itu semua Kominfo Kebinet memiliki gagasan besar yang harus diamini
oleh semua unit media seperti gagasan 'ITB Menulis'. Gagasan besar itu akan
terwujud jika support yang diberikan
Kominfo Kabinet besar. Sebagai contoh jika Ganeca Pos mampu terbit tiap pekan
sekali dengan didalamnya terdapat rubrik opini massa kampus terkait
permasalahan kemahasiswaan, hipotesis saya budaya menulis akan terbentuk dengan
sendirinya. Selain itu Kominfo dapat bekerjasama dengan Kementerian Kajian
Strategis guna menciptakan budaya menulis ditiap himpunan sebagai output dari diskusi/kajian rutin di tiap
himpunan. Pembuatan website kampusganesha.com yang sia-sia seperti
saya gambarkan diatas harus menjadi pelajaran terbesar dari Kominfo Kabinet saat
ini.
Kini saatnya
Kominfo Kabinet KM ITB dan juga unit-unit rumpun media harus berfikir lebih
luas dan maju. Media kampus harus mampu menunjukkan media ideal itu seperti
apa. Juga mampu menjadi pilar demokrasi kampus yang objektif dan independen
serta mampu menciptakan kultur positif baru seperti halnya menulis. Perlu
diingat bahwa kampus adalah wahana yang tepat untuk merealisasikan gagasan.
Tinggal kitanya saja mau manangkap peluang itu atau tidak.
Uruqul Nadhif
Dzakiy
Mantan Praktisi
Media Kampus
0 komentar:
Post a Comment