Sebuah catatan pasca wafatnya Pak De sekaligus Guru Politik Saya
Siang
menjelang waktu zuhur, handphone-ku mengeluarkan bunyi khasnya pertanda SMS masuk. SMS kubuka
dengan pengirimnya adalah Ibuku sendiri. Bunyi SMS itu "Doakan pd nan skrng koma". SMS
tersebut sontak membuatkan berfikir aneh-aneh, sampai hal terburuk. Namun,
dalam hatiku aku panjatkan doa semoga Pak De Nan diberikan kesembuhan. Selang
beberapa jam kemudian, tepatnya saat saya tunaikan sholat zuhur di sekre, handphone saya berdering kencang. "Mom Calling ...". Kawan unit saya dengan lantangnya
memanggil saya yang sedang sholat. Praktis, membuat sholat saya tidak khusyu'
sama sekali. Sholat pun usai, handphone-ku kembali berdering. "Assalamualaikum",
sapaku. "Waalaikumussalam, sing
sabar yo Dzib. Pak De Nan wis dipundut sang Kuoso", suara Mbak Yam
yang menggunakan handphone Ibuku.
Pak De saya tersebut telah masuk rumah sakit sejak hari minggu lalu. Ini
bukan kali pertama beliau dirawat di RS. Beberapa bulan sebelumnya, Ia juga
sempat dirawat lama di RS akibat stroke. Namun,
alhamdulillah, beliau akhirnya sembuh dan dapat menjadi khatib jum'at kembali.
Titisan Mbah
Yan
Mbah Yan
terkenal dengan pidatonya yang panjang namun mendalam. Kelebihan itu juga
dimiliki Pak De Nan. Beliau terkenal sebagai muballigh yang telah malang melintang di seantero Lamongan. Praktis
Pak De Nan sangat dikenal oleh semua orang terutama warga Muhammadiyah.
Pidatonya bergaya klasik dengan menukil ayat-ayat al-qur'an dan hadits yang
ditafsirkan secara tuntas. Isi berbagai khutbahnya mudah dicerna oleh orang awam. Beliau kerap kali menggunakan contoh-contoh ilustrasi yang
ada di masyarakat. Kepiawaian tersebut susah ditemui pada muballigh masa kini. Tak salah jika beliau adalah salah satu muballigh terkemuka dan paling berpegaruh di Lamongan.
Tak hanya di
dunia dakwah, Pak De Nan juga mencicipi dunia politik. Ia adalah orang pertama
dari desa saya yang melenggang sebagai Anggota DPRD II pada 1999. Saat itu, Ia
menjadi ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Lamongan, Partai yang
berjaya dengan Amien Rais-nya. 2004, periode habis, namun pengaruh Pak De Nan
masih sangat kuat. Ia terpilih kembali menjadi anggota DPRD II dengan partai
yang sama. Jabatan beliau pun naik menjadi wakil ketua DPRD II.
Dunia
politik seringkali berseberangan dengan idealisme. Dunia politik pasca sepuluh
tahun reformasi menjadi sangat pragmatis. Politik uang dan politik bagi-bagi
proyek menjadi hal biasa dan marak terjadi. Hal tersebut yang sangat
disesalkan oleh Pak De Nan. Beliau akhirnya mundur dari
gelanggang politik pada 2009. Padahal, Ia berulang kali ditawari untuk menjadi
Caleg di DPRD I dan juga DPR RI. Hanafi Rais (Putera Amien Rais) sampai pernah mengunjungi
rumahnya. Namun, dengan tekad kuat Ia tetap menolak. Ia telah final memutuskan
untuk keluar dari dunia politik praktis.
Pak De Nan
pun kembali ke dunia dakwah. Disamping itu, Ia juga dengan tekun membesarkan
yayasan yang didirikannya tepat di depan rumahnya. Ia juga berkebun, beternak, mengelola beberapa
kolam ikan, dan bercocok tanam di sawah dan ladangnya. Ia juga mengurusi perusahaan air minum yang berdiri tak jauh dari
rumahnya. Secara finansial bisa dikatakan penghasilan per bulannya jauh lebih
sedikit dibandingkan ketika Ia menjadi anggota dewan, namun rasanya Ia semakin
bahagia. Terlihat dari raut mukanya biarpun semakin menghitam tapi teduh.
Senyumnya semakin lebar. Juga watak kerasnya semakin melunak. Ia merasakan
betul makna kehidupan.
Momen
bersama Beliau
Pak De Nan
adalah paman saya yang paling dekat. Dari TK saya seringkali main ke rumahnya.
Ketika SD saya pernah disuruh beliau untuk membeli rokok "Bentoel
Biru", merk rokok yang sangat
ngetren di masanya. Dalam kacamata saya saat itu, beliau saya kenal sebagai
seorang yang keras. Perasaan malu dan takut campuraduk saat beliau menyuruh
saya beli rokok. Saking tergesa-gesanya saya saat itu, saya terjatuh di
kubangan lumpur di halaman tetangga rumah beliau. Saya
menghadap beliau dengan baju yang sudah sangat lusuh penuh lumpur. Beliau pun
menanyakan sebab mengapa saya terjatuh dan kemudian
memberikan beberapa ratus rupiah sebagai upah. Saya pun bergembira sekali.
**
Kala itu
pengajian jum'at wage yang bertempat di Masjid Annur lama. Saat itu, Pak De Nan
bertindak sebagai penceramah utama. Dalam ceramahnya, nama saya disinggung.
Beliau mengumumkan kepada jamaah masjid bahwa saya diterima kuliah di ITB,
salah satu universitas terkemuka di Indonesia saat itu. Saya pun
malu bukan kepalang saat menyuguhkan minuman jahe panas kepada beliau. Jamaah
terfokus perhatiannya ke saya dan saya bingung menaruh muka ke mereka. Sikap
Pak De Nan melakukan hal demikian selain sebagai pujian kepada Bapak saya juga
sebagai ungkapan syukur. Kala itu, dari kalangan keluarga
besar Ibu, saya adalah satu-satunya yang kuliah di PTN. Sikap
serupa ditujukan oleh Pak De Nan adalah ketika prosesi wisuda lulusan Madrasah
Muallimin Jogja. Kala itu nama saya disebut oleh pihak madrasah sebagai
Penerima Beasiswa Departemen Agama di ITB jurusan Teknik Informatika. Pak De Nan pun memuji terus memberikan nasihat dihadapan Bapak dan Ibu saya
yang turut serta.
**
Malam itu
menjadi malam terpanjang aku ngobrol dengan Pak De Nan. Di malam tersebut saya ditemani dengan Dek Kapit, sepupu saya, dan Mas Zuri, anak Pak De Nan yang seumuran sama saya. Obrolan mulai dari pemberian motivasi dari Pak De Nan sampai
mengupas kondisi masyarakat Lamongan. Dalam kapasitasnya sebagai mantan wakil
rakyat, Ia pun dengan blak-blakan menyebut nama orang-orang brengsek yang
merusak daerah lewat jalur politik nir-santun dan koruptif. Juga menyebut oknum
yang membuat konflik di salah satu ormas terbesar di Lamongan. Ia tanpa
tendensi apapun, menyebut bahwa kondisi masyarakat saat ini sangat jauh dari
tuntunan agama. Perdukunan dan pemberhalaan marak terjadi dan ironisnya
dilakukan secara terang-terangan. Tambahnya, wibawa kyai pun dapat dibeli
dengan lembaran rupiah. Obrolan pun panjang sampai lebih dari jam 1 pagi. Saya
menyimaknya dengan antusias juga disertai rasa takut. Cita-cita saya untuk
turut serta membangun daerah kelak jadi ragu-ragu pasca mendengarkan cerita dari Pak De Nan tersebut.
Epilog
Jasad Pak De
Nan telah dikuburkan di liang lahat sekitar jam 16.15 WIB tadi. Ada sekitar seribu orang mengantarkan jenazahnya ke liang lahat. Warga
Lamongan khususnya warga kampung Keduwul dan keluarga pun berduka. Biarpun
demikian, di mata saya beliau tetap hidup. Nilai-nilai yang diperjuangkan
beliau senantiasa lestari dan abadi sampai waktu yang tidak ditentukan.
Semangatnya dalam berdakwah, memperbaiki akhlak masyarakat, ketegasannya dalam
bersikap, dan kekokohannya dalam berprinsip senantiasa merasuk dalam memori. Juga,
penggadaian hidup yang total yang beliau berikan ke masyarakat menjadi inspirasi
bagi para pemuda ; anak-anaknya, keluarga besarnya, maupun anak-anak muda yang
mendengarkan nasehat dan petuahnya. Di alam barzah, beliau akan tersenyum jika semakin banyak anak-anak muda yang melanjutkan cita-citanya menebar
kebaikan dan memerangi segala keburukan demi tegaknya masyarakat yang adil,
makmur dalam keridhoan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Mutiara
Selatan, Bandung-Surabaya
22 April
2014
0 komentar:
Post a Comment