Thursday, May 01, 2014

Pak De Terbaikku Telah Tiada

Sebuah catatan pasca wafatnya Pak De sekaligus Guru Politik Saya

Siang menjelang waktu zuhur, handphone-ku mengeluarkan bunyi khasnya pertanda SMS masuk. SMS kubuka dengan pengirimnya adalah Ibuku sendiri. Bunyi SMS itu "Doakan pd nan skrng koma". SMS tersebut sontak membuatkan berfikir aneh-aneh, sampai hal terburuk. Namun, dalam hatiku aku panjatkan doa semoga Pak De Nan diberikan kesembuhan. Selang beberapa jam kemudian, tepatnya saat saya tunaikan sholat zuhur di sekre, handphone saya berdering kencang. "Mom Calling ...". Kawan unit saya dengan lantangnya memanggil saya yang sedang sholat. Praktis, membuat sholat saya tidak khusyu' sama sekali. Sholat pun usai, handphone-ku kembali berdering. "Assalamualaikum", sapaku. "Waalaikumussalam, sing sabar yo Dzib. Pak De Nan wis dipundut sang Kuoso", suara Mbak Yam yang menggunakan handphone Ibuku.    

Pak De saya tersebut telah masuk rumah sakit sejak hari minggu lalu. Ini bukan kali pertama beliau dirawat di RS. Beberapa bulan sebelumnya, Ia juga sempat dirawat lama di RS akibat stroke. Namun, alhamdulillah, beliau akhirnya sembuh dan dapat menjadi khatib jum'at kembali.

Titisan Mbah Yan

Mbah Yan terkenal dengan pidatonya yang panjang namun mendalam. Kelebihan itu juga dimiliki Pak De Nan. Beliau terkenal sebagai muballigh yang telah malang melintang di seantero Lamongan. Praktis Pak De Nan sangat dikenal oleh semua orang terutama warga Muhammadiyah. Pidatonya bergaya klasik dengan menukil ayat-ayat al-qur'an dan hadits yang ditafsirkan secara tuntas. Isi berbagai khutbahnya mudah dicerna oleh orang awam. Beliau kerap kali menggunakan contoh-contoh ilustrasi yang ada di masyarakat. Kepiawaian tersebut susah ditemui pada muballigh masa kini. Tak salah jika beliau adalah salah satu muballigh terkemuka dan paling berpegaruh di Lamongan.
 
Pak De Nan saat di halaman Madrasah Mu'allimin Jogja (doc. keluarga)
Tak hanya di dunia dakwah, Pak De Nan juga mencicipi dunia politik. Ia adalah orang pertama dari desa saya yang melenggang sebagai Anggota DPRD II pada 1999. Saat itu, Ia menjadi ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Lamongan, Partai yang berjaya dengan Amien Rais-nya. 2004, periode habis, namun pengaruh Pak De Nan masih sangat kuat. Ia terpilih kembali menjadi anggota DPRD II dengan partai yang sama. Jabatan beliau pun naik menjadi wakil ketua DPRD II.

Dunia politik seringkali berseberangan dengan idealisme. Dunia politik pasca sepuluh tahun reformasi menjadi sangat pragmatis. Politik uang dan politik bagi-bagi proyek menjadi hal biasa dan marak terjadi. Hal tersebut yang sangat disesalkan oleh Pak De Nan. Beliau akhirnya mundur dari gelanggang politik pada 2009. Padahal, Ia berulang kali ditawari untuk menjadi Caleg di DPRD I dan juga DPR RI. Hanafi Rais (Putera Amien Rais) sampai pernah mengunjungi rumahnya. Namun, dengan tekad kuat Ia tetap menolak. Ia telah final memutuskan untuk keluar dari dunia politik praktis.

Pak De Nan pun kembali ke dunia dakwah. Disamping itu, Ia juga dengan tekun membesarkan yayasan yang didirikannya tepat di depan rumahnya.  Ia juga berkebun, beternak, mengelola beberapa kolam ikan, dan bercocok tanam di sawah dan ladangnya. Ia juga mengurusi perusahaan air minum yang berdiri tak jauh dari rumahnya. Secara finansial bisa dikatakan penghasilan per bulannya jauh lebih sedikit dibandingkan ketika Ia menjadi anggota dewan, namun rasanya Ia semakin bahagia. Terlihat dari raut mukanya biarpun semakin menghitam tapi teduh. Senyumnya semakin lebar. Juga watak kerasnya semakin melunak. Ia merasakan betul makna kehidupan.

Momen bersama Beliau

Pak De Nan adalah paman saya yang paling dekat. Dari TK saya seringkali main ke rumahnya. Ketika SD saya pernah disuruh beliau untuk membeli rokok "Bentoel Biru", merk rokok yang sangat ngetren di masanya. Dalam kacamata saya saat itu, beliau saya kenal sebagai seorang yang keras. Perasaan malu dan takut campuraduk saat beliau menyuruh saya beli rokok. Saking tergesa-gesanya saya saat itu, saya terjatuh di kubangan lumpur di halaman tetangga rumah beliau. Saya menghadap beliau dengan baju yang sudah sangat lusuh penuh lumpur. Beliau pun menanyakan sebab mengapa saya terjatuh dan kemudian memberikan beberapa ratus rupiah sebagai upah. Saya pun bergembira sekali.
**
Kala itu pengajian jum'at wage yang bertempat di Masjid Annur lama. Saat itu, Pak De Nan bertindak sebagai penceramah utama. Dalam ceramahnya, nama saya disinggung. Beliau mengumumkan kepada jamaah masjid bahwa saya diterima kuliah di ITB, salah satu universitas terkemuka di Indonesia saat itu. Saya pun malu bukan kepalang saat menyuguhkan minuman jahe panas kepada beliau. Jamaah terfokus perhatiannya ke saya dan saya bingung menaruh muka ke mereka. Sikap Pak De Nan melakukan hal demikian selain sebagai pujian kepada Bapak saya juga sebagai ungkapan syukur. Kala itu, dari kalangan keluarga besar Ibu, saya adalah satu-satunya yang kuliah di PTN. Sikap serupa ditujukan oleh Pak De Nan adalah ketika prosesi wisuda lulusan Madrasah Muallimin Jogja. Kala itu nama saya disebut oleh pihak madrasah sebagai Penerima Beasiswa Departemen Agama di ITB jurusan Teknik Informatika. Pak De Nan pun memuji terus memberikan nasihat dihadapan Bapak dan Ibu saya yang turut serta.
**
Malam itu menjadi malam terpanjang aku ngobrol dengan Pak De Nan. Di malam tersebut saya ditemani dengan Dek Kapit, sepupu saya, dan Mas Zuri, anak Pak De Nan yang seumuran sama saya. Obrolan mulai dari pemberian motivasi dari Pak De Nan sampai mengupas kondisi masyarakat Lamongan. Dalam kapasitasnya sebagai mantan wakil rakyat, Ia pun dengan blak-blakan menyebut nama orang-orang brengsek yang merusak daerah lewat jalur politik nir-santun dan koruptif. Juga menyebut oknum yang membuat konflik di salah satu ormas terbesar di Lamongan. Ia tanpa tendensi apapun, menyebut bahwa kondisi masyarakat saat ini sangat jauh dari tuntunan agama. Perdukunan dan pemberhalaan marak terjadi dan ironisnya dilakukan secara terang-terangan. Tambahnya, wibawa kyai pun dapat dibeli dengan lembaran rupiah. Obrolan pun panjang sampai lebih dari jam 1 pagi. Saya menyimaknya dengan antusias juga disertai rasa takut. Cita-cita saya untuk turut serta membangun daerah kelak jadi ragu-ragu pasca mendengarkan cerita dari Pak De Nan tersebut.

Epilog

Jasad Pak De Nan telah dikuburkan di liang lahat sekitar jam 16.15 WIB tadi. Ada sekitar seribu orang mengantarkan jenazahnya ke liang lahat. Warga Lamongan khususnya warga kampung Keduwul dan keluarga pun berduka. Biarpun demikian, di mata saya beliau tetap hidup. Nilai-nilai yang diperjuangkan beliau senantiasa lestari dan abadi sampai waktu yang tidak ditentukan. Semangatnya dalam berdakwah, memperbaiki akhlak masyarakat, ketegasannya dalam bersikap, dan kekokohannya dalam berprinsip senantiasa merasuk dalam memori. Juga, penggadaian hidup yang total yang beliau berikan ke masyarakat menjadi inspirasi bagi para pemuda ; anak-anaknya, keluarga besarnya, maupun anak-anak muda yang mendengarkan nasehat dan petuahnya. Di alam barzah, beliau akan tersenyum jika semakin banyak anak-anak muda yang melanjutkan cita-citanya menebar kebaikan dan memerangi segala keburukan demi tegaknya masyarakat yang adil, makmur dalam keridhoan Tuhan Yang Maha Kuasa.


Mutiara Selatan, Bandung-Surabaya
22 April 2014

0 komentar: