18
April adalah hari bersejarah bagi kota Bandung. Tepatnya tanggal 18 April 1955
kota Bandung menjadi tuan rumah Konperensi Asia-Afrika (KAA). Konperensi ini merupakan
konperensi akbar negara-negara bekas jajahan di kawasan Asia-Afrika. Melalui
konperensi ini tercetus dasasila bandung yang merupakan penyetimulus merdekanya
negara-negara jajahan di Asia-Afrika.
Orang
banyak mengenal Bandung sebagai kota kuliner dan belanja. Di sepanjang sudut
kota mudah sekali ditemukan distro dan pusat belanja lainnya serta resto, kafe
dan sejenisnya. Dua faktor tersebut menjadi semacam magnet bagi banyak
wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk mengunjungi kota Bandung.
Akibatnya, kemacetan di akhir pekan menjadi pemandangan yang biasa bagi kota parahyangan
ini. Bagaimana tidak warga luar Bandung terutama Jakarta berduyun-duyun
mengunjungi Bandung untuk sekedar refreshing
pasca seminggu kerja. Namun, siapa sangka dibalik itu semua Bandung menyimpan
sejarah yang begitu istimewa. Sejarah yang tak hanya dikenang oleh bangsa Indonesia
melainkan juga bangsa di seluruh dunia terutama bangsa Asia-Arika.
Sebagai
Kota Pemersatu
Berawal
dari Konperensi Kolombo (28 April - 2 Mei 1954) dimana ketika itu Perdana
Menteri Ali Sastroamidjojo sebagai ketua rombongan delegasi Indonesia
memberikan masukan kepada majelis sidang untuk menyelenggarakan konperensi
sejenis tetapi cakupannya lebih luas yakni se-Asia-Afrika. "Suatu
Konperensi yang sama hekekatnya dengan Konperensi Kolombo sekarang, tapi lebih
luas jangkauannya dengan tidak hanya memasukkan negara-negara Asia, tetapi juga
negara-negara Afrika lainnya", ungkap Ali Sastroamidjojo seperti yang
ditulis Roeslan Abdulgani dalam bukunya The
Bandung Connection.
Gedung Merdeka Bandung, saksi sejarah KAA pada 1955 (doc. google.com) |
Usaha
Ali membuahkan hasil biarpun penuh keragu-raguan dari peserta konperensi
lainnya. Ali sebagai inisiator langsung tancap gas dengan menginisiasi
kelanjutan idenya. Diadakanlah konperensi perdana menteri lanjutan yakni
Konperensi Bogor pada 28-29 Desember 1954. Konperensi ini menelurkan empat poin
penting : tempat dan waktu penyelenggaraan konperensi KAA, menetapkan lima
negara sponsor yang terdiri dari Indonesia, Burma (Myanmar), Ceylon (Sri
Lanka), India, dan Pakistan, menetapkan jumlah negara yang diundang, dan menetapkan
tujuan pokok konperensi KAA. Terkait tempat konperensi, secara aklamasi majelis
sidang memilih Bandung sebagai kota penyelenggara.
Mulai
sejak itu Bandung menjadi pusat koneksi dunia terutama bangsa Asia-Afrika. "Bagi
saya kota Bandung 25 tahun yang lalu jelas menampakkan diri sebagai "kota penghubung","pusat koneksi" atau center of connection dari negara-negara dan
rakyat-rakyat Asia-Afrika dalam menyusun barisan kesetiakawannya. Bandung pada
waktu itu tidak hanya berfungsi sebagai "center of connection between Governments" antarpemerintah,
tetapi juga menjadi pusat penghubung antarpejuang-pejuang Asia-Afrika",
ungkap Sekretaris Jenderal KAA, Roeslan Abdulgani, pada 1980 silam. Bahkan
Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru, menjuluki Bandung sebagai Ibu Kota
Asia-Afrika, sebuah kehormatan besar bagi bangsa Indonesia.
Lahirnya
Dasasila Bandung
Konperensi
Asia-Afrika diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Gedung Concordia yang diganti
namanya menjadi Gedung Merdeka dan Gedung Dana Pensiun diganti namanya menjadi
Gedung Dwiwarna. Penggantian kedua nama tersebut atas usulan Bung Karno. Konperensi
ini dihadiri oleh 29 negara dengan 23 negara dari Asia dan 6 negara dari
Afrika. Adapun Indonesia, Burma (Myanmar), Ceylon (Sri Lanka), Pakistan, dan
India merangkap sebagai peserta dan negara sponsor konperensi. Konperensi ini
berlangsung dengan sangat sukses dan berhasil menelurkan dasasila Bandung
sebagai hasil kesepakatan konperensi. Hasil konperensi tersebut dijiwai oleh
semangat peaceful co-existence yakni
hidup berdampingan secara damai antarnegara-negara dengan sistem politik,
sosial, ekonomi yang berbeda adalah yang paling baik dan paling selamat dalam
konstelasi imbangan kekuatan dunia sekarang (Abdulgani, 2013).
Dasila
Bandung bisa dikatakan sebagai semangat Bandung. Semangat inilah yang
mempengaruhi konstelasi politik dunia yang saat itu didominasi oleh dua poros
besar : blok timur yang dipimpin oleh Uni Soviet dan blok barat yang dipimpin
oleh Amerika Serikat. Ketegangan antardua poros tersebut berkurang pasca
konperensi ini. Konperensi ini juga menstimulus negara-negara jajahan di
Asia-Afrika untuk memerdekakan diri dari penjajahnya masing-masing. Sebagai
contoh Maroko merdeka dari Perancis pada 2 Maret 1956. Selain itu, koperensi
ini juga mengilhami berdirinya gerakan Nonblok sebagai bentuk penolakan atas
dua blok diatas pada 1961.
Roeslan
Abdulgani menyebutkan beberapa faktor yang membuat konperensi ini begitu sukses
melalui bukunya The Bandung Connection
(2013). Faktor pertama adalah kuatnya dan mendalamnya cita-cita solidaritas
Asia-Afrika dalam hati sanubari rakyatnya dalam menghadapi dominasi Barat dalam
segala bentuk dan manifestasinya, seperti kolonialisme, imperealisme, fasisme,
komunisme dan sebagainya. Faktor kedua ialah situasi dan kondisi sekitar tahun
1954/1955 yang merupakan ladang yang subur bagi seminya, tumbuhnya dan
berkembangnya cita-cita tersebut. Faktor ketiga ialah bangsa Indonesia sendiri
sebagai pemrakarsa dan tuan rumah dari konperensi tersebut telah membangkitkan suatu
"pushing power" dan "organizational skill" yang menjamin
suasana yang sangat menguntungkan bagi jalannya konperensi bandung, sekalipun
tidak sedikit adanya oposisi dari dalam negeri sendiri terhadap dilaksanakannya
gagasan ini.
Epilog
Penyelenggaraan
konperensi lintas negara di tengah keadaan perpolitikan dunia yang memanas
merupakan tindakan berani. Ditambah dengan ketika itu usia kemerdekaan bangsa
ini barulah sepuluh tahun. Namun, keadaan demikian tidak lantas membuat bangsa
ini hanya terlalu sibuk dan hanyut memikirkan nasib rumah tangganya sendiri.
Bangsa ini memilih membantu bangsa lain untuk meraih kemerdekaannya seperti
yang diraih Indonesia pada 1945. Melalui konperensi ini, bangsa ini memperoleh
tempat terhormat di hadapan bangsa-bangsa lain khususnya bangsa Asia-Afrika.
Sikap
heroik bagi para pendahulu bangsa yang terangkum dalam semangat Bandung
tersebut patut diikuti oleh semua elemen bangsa. Semangat Bandung tersebut
mengilhami bangsa ini untuk senantiasa siap menantang masa depan dengan
beraneka ragam jenisnya. Para pendahulu telah memberikan pondasi, tinggal saya
dan kamu yang akan melanjutkan.
Uruqul Nadhif Dzakiy
0 komentar:
Post a Comment