Tuesday, June 24, 2014

Bandung Sebagai Ibu Kota Asia-Afrika

18 April adalah hari bersejarah bagi kota Bandung. Tepatnya tanggal 18 April 1955 kota Bandung menjadi tuan rumah Konperensi Asia-Afrika (KAA). Konperensi ini merupakan konperensi akbar negara-negara bekas jajahan di kawasan Asia-Afrika. Melalui konperensi ini tercetus dasasila bandung yang merupakan penyetimulus merdekanya negara-negara jajahan di Asia-Afrika.

Orang banyak mengenal Bandung sebagai kota kuliner dan belanja. Di sepanjang sudut kota mudah sekali ditemukan distro dan pusat belanja lainnya serta resto, kafe dan sejenisnya. Dua faktor tersebut menjadi semacam magnet bagi banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk mengunjungi kota Bandung. Akibatnya, kemacetan di akhir pekan menjadi pemandangan yang biasa bagi kota parahyangan ini. Bagaimana tidak warga luar Bandung terutama Jakarta berduyun-duyun mengunjungi Bandung untuk sekedar refreshing pasca seminggu kerja. Namun, siapa sangka dibalik itu semua Bandung menyimpan sejarah yang begitu istimewa. Sejarah yang tak hanya dikenang oleh bangsa Indonesia melainkan juga bangsa di seluruh dunia terutama bangsa Asia-Arika.

Sebagai Kota Pemersatu

Berawal dari Konperensi Kolombo (28 April - 2 Mei 1954) dimana ketika itu Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo sebagai ketua rombongan delegasi Indonesia memberikan masukan kepada majelis sidang untuk menyelenggarakan konperensi sejenis tetapi cakupannya lebih luas yakni se-Asia-Afrika. "Suatu Konperensi yang sama hekekatnya dengan Konperensi Kolombo sekarang, tapi lebih luas jangkauannya dengan tidak hanya memasukkan negara-negara Asia, tetapi juga negara-negara Afrika lainnya", ungkap Ali Sastroamidjojo seperti yang ditulis Roeslan Abdulgani dalam bukunya The Bandung Connection.
Gedung Merdeka Bandung, saksi sejarah KAA pada 1955 (doc. google.com)
Usaha Ali membuahkan hasil biarpun penuh keragu-raguan dari peserta konperensi lainnya. Ali sebagai inisiator langsung tancap gas dengan menginisiasi kelanjutan idenya. Diadakanlah konperensi perdana menteri lanjutan yakni Konperensi Bogor pada 28-29 Desember 1954. Konperensi ini menelurkan empat poin penting : tempat dan waktu penyelenggaraan konperensi KAA, menetapkan lima negara sponsor yang terdiri dari Indonesia, Burma (Myanmar), Ceylon (Sri Lanka), India, dan Pakistan, menetapkan jumlah negara yang diundang, dan menetapkan tujuan pokok konperensi KAA. Terkait tempat konperensi, secara aklamasi majelis sidang memilih Bandung sebagai kota penyelenggara.

Mulai sejak itu Bandung menjadi pusat koneksi dunia terutama bangsa Asia-Afrika. "Bagi saya kota Bandung 25 tahun yang lalu jelas menampakkan diri sebagai "kota penghubung","pusat koneksi" atau center of connection dari negara-negara dan rakyat-rakyat Asia-Afrika dalam menyusun barisan kesetiakawannya. Bandung pada waktu itu tidak hanya berfungsi sebagai "center of connection between Governments" antarpemerintah, tetapi juga menjadi pusat penghubung antarpejuang-pejuang Asia-Afrika", ungkap Sekretaris Jenderal KAA, Roeslan Abdulgani, pada 1980 silam. Bahkan Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru, menjuluki Bandung sebagai Ibu Kota Asia-Afrika, sebuah kehormatan besar bagi bangsa Indonesia.

Lahirnya Dasasila Bandung

Konperensi Asia-Afrika diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Gedung Concordia yang diganti namanya menjadi Gedung Merdeka dan Gedung Dana Pensiun diganti namanya menjadi Gedung Dwiwarna. Penggantian kedua nama tersebut atas usulan Bung Karno. Konperensi ini dihadiri oleh 29 negara dengan 23 negara dari Asia dan 6 negara dari Afrika. Adapun Indonesia, Burma (Myanmar), Ceylon (Sri Lanka), Pakistan, dan India merangkap sebagai peserta dan negara sponsor konperensi. Konperensi ini berlangsung dengan sangat sukses dan berhasil menelurkan dasasila Bandung sebagai hasil kesepakatan konperensi. Hasil konperensi tersebut dijiwai oleh semangat peaceful co-existence yakni hidup berdampingan secara damai antarnegara-negara dengan sistem politik, sosial, ekonomi yang berbeda adalah yang paling baik dan paling selamat dalam konstelasi imbangan kekuatan dunia sekarang (Abdulgani, 2013).

Dasila Bandung bisa dikatakan sebagai semangat Bandung. Semangat inilah yang mempengaruhi konstelasi politik dunia yang saat itu didominasi oleh dua poros besar : blok timur yang dipimpin oleh Uni Soviet dan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Ketegangan antardua poros tersebut berkurang pasca konperensi ini. Konperensi ini juga menstimulus negara-negara jajahan di Asia-Afrika untuk memerdekakan diri dari penjajahnya masing-masing. Sebagai contoh Maroko merdeka dari Perancis pada 2 Maret 1956. Selain itu, koperensi ini juga mengilhami berdirinya gerakan Nonblok sebagai bentuk penolakan atas dua blok diatas pada 1961.

Roeslan Abdulgani menyebutkan beberapa faktor yang membuat konperensi ini begitu sukses melalui bukunya The Bandung Connection (2013). Faktor pertama adalah kuatnya dan mendalamnya cita-cita solidaritas Asia-Afrika dalam hati sanubari rakyatnya dalam menghadapi dominasi Barat dalam segala bentuk dan manifestasinya, seperti kolonialisme, imperealisme, fasisme, komunisme dan sebagainya. Faktor kedua ialah situasi dan kondisi sekitar tahun 1954/1955 yang merupakan ladang yang subur bagi seminya, tumbuhnya dan berkembangnya cita-cita tersebut. Faktor ketiga ialah bangsa Indonesia sendiri sebagai pemrakarsa dan tuan rumah dari konperensi tersebut telah membangkitkan suatu "pushing power" dan "organizational skill" yang menjamin suasana yang sangat menguntungkan bagi jalannya konperensi bandung, sekalipun tidak sedikit adanya oposisi dari dalam negeri sendiri terhadap dilaksanakannya gagasan ini.

Epilog

Penyelenggaraan konperensi lintas negara di tengah keadaan perpolitikan dunia yang memanas merupakan tindakan berani. Ditambah dengan ketika itu usia kemerdekaan bangsa ini barulah sepuluh tahun. Namun, keadaan demikian tidak lantas membuat bangsa ini hanya terlalu sibuk dan hanyut memikirkan nasib rumah tangganya sendiri. Bangsa ini memilih membantu bangsa lain untuk meraih kemerdekaannya seperti yang diraih Indonesia pada 1945. Melalui konperensi ini, bangsa ini memperoleh tempat terhormat di hadapan bangsa-bangsa lain khususnya bangsa Asia-Afrika.

Sikap heroik bagi para pendahulu bangsa yang terangkum dalam semangat Bandung tersebut patut diikuti oleh semua elemen bangsa. Semangat Bandung tersebut mengilhami bangsa ini untuk senantiasa siap menantang masa depan dengan beraneka ragam jenisnya. Para pendahulu telah memberikan pondasi, tinggal saya dan kamu yang akan melanjutkan.

Uruqul Nadhif Dzakiy

0 komentar: