Tuesday, November 11, 2014

Pendirian Pusat Studi Maritim di Kampus

Seri Opini Tentang Ide Poros Maritim Dunia

Ide menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia kembali berhembus sejak Joko Widodo memplokamirkannya sebagai program unggulan pemerintahannya. Kementerian Koordinator Bidang Maritim dibentuk. Tetapi yang agak aneh disini justru mengapa nama kabinetnya justru "Kabinet Kerja", bukan  "Kabinet Maritim"?.

Pepatah bilang "Apa arti sebuah nama", namun bagi saya, nama merupakan bentuk simbolik yang merepresentasikan niat utuh yang akan akan diperjuangkan. Visi ambisius negara maritim Jokowi-JK tak selaras dengan nama kabinetnya ; "Kabinet Kerja". Jokowi memang menginginkan dalam lima tahun memerintah, menteri-menterinya bekerja keras realisasikan program-program yang akan dilakukannya. Jokowi mengangkat ide poros maritim, tetapi mengapa tidak menamakan kabinetnya "Kabinet Maritim" ?. Lantas, apa susahnya memberikan nama "Kabinet Maritim" ?. Dari sini, saya menduga bahwa Tim Transisi Jokowi-JK belum mengkaji secara menyeluruh terkait ide poros maritim ini. Padahal poros maritim tak sekedar bicara diplomasi dan ekonomi, melainkan juga aspek pendidikan, budaya, dan sebagainya.

Berfikir Menyeluruh

Kerangka pembangunan kita sejauh ini masih sangat tersentral di darat (land based development), belum terintegrasi dengan pembangunan berbasis kelautan (ocean based development).[1] Padahal negeri ini merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia yang tersusun atas 17.504 pulau (baru 13.466 pulau yang diberi nama dan didaftarkan ke PBB), memiliki 95.181 km garis pantai (terpanjang kedua setelah Kanada), dan 75 persen wilayahnya berupa laut (5,8 juta km2) termasuk ZEEI (Zona Ekonomi Esklusif Indonesia).[2]

Selain fakta geografis, konon di masa lampau, nenek moyang kita adalah seorang pelaut handal. Sebut saja kerajaan Majapahit, kerajaan Sriwijaya, dan kerajaan Islam, terkenal dengan armada lautnya yang kuat. Cerita terkait hal ini sudah menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut, namun sejauh ini cerita yang maha hebat tersebut belum diliterasikan secara lengkap oleh para sejarawan kita. Wajar saja jika cerita terkait asal-mula bangsa ini belum masuk box-office sejarah populer bangsa-bangsa di dunia.
Indonesia kembali berjaya di laut (doc. rmol.co)

Pengangkatan ide poros maritim dunia oleh pemerintahan Jokowi-JK harus menjadi pelecut segenap elemen bangsa untuk bangun dari tidur panjang sebagai bangsa kontinental yang mulai diperkanalkan oleh penjajah Belanda. Pemerintah harus menjadi terdepan dalam mengkampanyekan ide poros maritim ini. Tak hanya sekedar jargon masa kampanye, melainkan pemerintah harus mampu menanamkan mindset maritim di segala pos kementerian. Pemerintah tak sekedar bicara ide poros maritim dunia di aspek ekonomi saja seperti ide tol laut dan mencegah pencurian ikan oleh negara asing, namun pemerintah harus mampu berbicara lebih luas dari pada itu. Jika hal ini tidak juga dilakukan pemerintah, dikhawatirkan upaya bangsa ini untuk menjadi poros maritim dunia bisa jadi hanya menjadi kelakar internasional. Ini karena belum juga kita teguh memahami ide tersebut.[3]

Salah satu cara untuk meningkatkan animo masyarakat atas ide poros maritim ini adalah dengan mengadakan Gerakan Nasional Makan Ikan.[4] Gerakan ini akan mampu menciptakan perubahan pola konsumsi untuk menyiapkan generasi sehat dan cerdas, perilaku tidak mengotori lingkungan laut, mempercepat kesejahteraan nelayan, membuka 10 juta lapangan pekerjaan baru, memperkuat peran strategis bahari Nusantara, merangsang tumbuh kembangnya riset dan teknologi kelautan, industri pengolahan ikan dan bioteknologi, industri perkapalan, pembenahan pelabuhan, termasuk pada akhirnya memperkukuh kedaulatan dengan mempersempit masuknya kapal-kapal ikan asing ke laut Indonesia.[5]

Mendirikan Pusat Studi di Kampus

Universitas (kampus) mengutip pendapat Aristoteles (384-322 SM) merupakan wadah untuk melakukan penelitian. Artinya mereproduksi pengetahuan baru. Bukan sekedar pendidikan seperti yang diungkapkan Cicero (106-43 SM). Ide Aristoteles beribu-ribu tahun lalu ternyata juga menjadi nafas kampus kita. Kita mengenal Tridharma Perguruan Tinggi ; Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat sebagai nilai luhur kampus kita. Fakta ini menegaskan bahwa didirikannya kampus adalah untuk menjawab masalah bangsa. Kampus tidak sekedar menyiapkan tenaga kerja untuk industri.

Melihat fungsi kampus yang demikian strategis, Jokowi-JK harusnya mendorong kampus-kampus di Indonesia terutama Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk menggiatkan riset terkait maritim. Pemerintah Jokowi-JK tidak sekedar menghimbau seperti yang sering dilakukan pemerintah-pemerintah sebelumnya, tetapi juga mendorong secara konkret seperti halnya memberikan insentif dana riset berlebih dan melibatkan kampus dalam menentukan kebijakan pemerintah terkait maritim. Hal lain yang juga tak kalah penting yaitu mendorong kampus-kampus untuk mendirikan Pusat Studi Maritim guna mengkaji segala hal terkait poros maritim dunia. Keluaran dari ini semua adalah terbentuknya konsep menyeluruh (comprehensive concept) terkait maritim sehingga ide Indonesia sebagai poros maritim dunia bisa tercapai sesuai rencana.



[1] Dahuri, Rochmin, Menggagas Poros Maritim Dunia, SINAR HARAPAN, 27 September 2014.
[2] Ibid.
[3] Dahana, Radhar P., Poros Budaya Maritim Dunia, SINAR HARAPAN, 24 September 2014.
[4] Damanik, M. Riza, Menggerakkan Poros Maritim, KOMPAS, 6 September 2014.
[5] Ibid.

0 komentar: