Saturday, February 07, 2015

Mobil Nasional Itu Bernama Proton

27 Desember 2012 silam saya mewawancarai Jokowi yang saat itu sebagai Walikota Surakarta di Balaikota Surakarta. Kala itu nama Jokowi sedang hangat diperbincangkan media setelah dinilai sukses membangun kota Solo dan dikenal dekat dengan masyarakat. Beberapa bulan kemudian, Jokowi kembali menjadi perbincangan publik setelah Ia memakai mobil rakitan salah satu SMK di Solo untuk dijadikan mobil dinasnya. Mobil tersebut dinamakan Esemka. Mobil inilah salah satu faktor terpenting dalam melejitkan nama Jokowi ke pusaran kekuasaan pusat. Pada akhir 2013, Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta dan sejak saat itulah namanya tak pernah luput dari pemberitaan media.

Mobil Esemka tersebut rumornya akan di-plot menjadi mobil nasional pada masa mendatang. Saat menjabat sebagai walikota Solo, Jokowi bahkan ikut mempromosikan mobil ini ke publik. Saat itu juga, pabrik mobil ini kebanjiran order. Namun, kabar mobil Esemka ini meredup dan cenderung tenggelam saat Jokowi menduduki jabatan Gubernur DKI. Pada akhirnya kita mafhum bahwa isu mobil Esemka hanyalah sebagai kendaraan politik Jokowi untuk meraih kekuasaan. Publik pada akhirnya tahu bahwa mobil ini sekedar rakitan bukan produksi asli anak bangsa. Ibarat bongkar pasang, orderdil mobil dirangkai menjadi satu mobil utuh oleh anak SMK.

Ternyata Bukan Esemka Namun Proton

Sangat disayangkan mobil esemka yang diproyeksikan sebagai mobil nasional sekedar sebagai pencitraan Jokowi untuk meraih kekuasaan. Melalui mobil ini, Jokowi dicitrakan sebagai figur yang menjunjung kemandirian bangsa menuju bangsa yang besar dan disegani dunia. Padahal itu sekedar tipuan setelah ditelusuri lebih jauh ternyata sekedar mobil rakitan. Banyak pihak yang kecewa, namun saya rasa banyak pihak yang sekedar mengikuti arus media. Media menggiring opini publik untuk bersimpati kepada Jokowi, untuk loyal kepada Jokowi. Pada 2014, Jokowi mundur sebagai Gubernur DKI untuk maju sebagai calon Presiden RI dan Ia terpilih. Salah satu tagline Jokowi saat maju sebagai Presiden RI adalah menjunjung tinggi kemandirian bangsa.
Logo Proton (doc. id.wikipedia.org)
Ditengah keributan KPK-Polri, Jokowi melawat ke negeri jiran Malaysia dan pada 6 Februari 2015, Jokowi  menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Adiperkasa Cipta Lestari (Adiperkasa) dengan Proton, perusahaan mobil nasional Malaysia, untuk membantu Indonesia belajar membangun, mengembangkan, dan dan memproduksi mobil nasional (mobnas) (kompas.com, 6/2/2015). Saya kurang begitu tahu terkait track record perusahaan PT Adiperkasa ini, tetapi setelah melihat AM. Hendropriyono  sebagai CEO-nya saya jadi berkesimpulan bahwa proyek mobil nasional adalah sekedar proyek bagi-bagi jatah oleh Jokowi kepada para man behind-nya. Hendropriyono yang juga mantan Ketua Badan Intelejen Negara (BIN) merupakan salah satu pendukung utama Jokowi di Pemilu Presiden (Pilpres) pada beberapa bulan yang lalu. Dia belum mendapat jatah pos menteri atau posisi setingkat di Pemerintahan Jokowi.

Proyek mobil nasional ini saya rasa bukan sebuah rencana jangka panjang untuk menumbuhkan industri otomotif nasional. Saya beranggapan demikian karena kerja sama ini dengan Proton yang notabene adalah perusahaan mobil Malaysia. Pada awal mulanya Proton dibangun berkat kerjasama dengan mobil eropa Renault (?). Kita tahu bersama Renault adalah perusahaan mobil yang sudah established dan memiliki track record bagus di dunia. Jika ada ide membuat mobnas, mengapa tidak kerjasama dengan Renault atau perusahaan otomotif yang sudah lebih leading lainnya seperti Toyota, Marcedes Benz, General Motors, dan sebagainya ?. Jika kita asumsikan kualitas Proton saat ini setara dengan beberapa pabrikan mobil yang telah saya singgung di muka, bukannya ide mobnas dengan BBM sudah pernah ada di masa Presiden Soeharto dan kemudian terhenti salah satu sebabnya adalah sekedar bagi-bagi proyek ?.[1]

Mengapa Tidak Mobil Listrik ?

Ramah Lingkungan adalah salah satu poin penting dalam pengembangan teknologi termasuk di dalamnya industri otomotif. Mobil listrik adalah bagian dari teknologi otomotif yang ramah lingkungan dan memiliki prospek bagus baik di Indonesia maupun dunia. Berbagai pabrikan mobil dunia sedang mengembangkan teknologi ini. Banyak penduduk di berbagai negara juga telah memakai mobil jenis ini dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Pada masa sekarang, saya rasa yang paling cocok dipakai sebagai mobil nasional adalah mobil listrik.

Ide mobil listrik sempat mengemuka di publik pada masa Dahlan Iskan menjabat sebagai Meneg BUMN. Saat itu Dahlan memanggil Ricky Elson, seorang pakar mobil listrik yang bekerja di Jepang, untuk membuat prototype mobil listrik di Indonesia. Ricky Elson dan Tim sukses membuat beberapa jenis mobil listrik yang cukup mendapat pujian publik. Tak hanya Dahlan, Gusti Muhammad Hatta yang saat itu menjabat Menristek juga sempat kampanyekan mobil listrik karya BPPT. Begitu pula Hatta Radjasa yang sempat promosikan mobil listrik karya salah satu alumni terbaik ITB, Dasep Akhmadi.

Ketiga para pakar mobil listrik di atas (Ricky Elson, BPPT, dan Dasep Akhmadi) biarpun mendapatkan dukungan dari seorang menteri, namun ternyata industri mobil listrik di Indonesia tidak akan pernah berkembang. Hal itu tak lain adalah karena kurang adanya dukungan penuh dari Presiden RI. Dukungan penuh tidak sekedar ungkapan "Saya mendukung, lanjutkan !", tetapi turut serta membangun infrastruktur industri, blue print, dan sebagainya. Industri mobil listrik merupakan industri strategis dan mungkin salah satu alasan mengapa industri ini tidak dikembangkan di Indonesia adalah karena tekanan dari para industri otomotif dunia seperti Jepang, Eropa, dan Amerika yang telah merajai pasar Indonesia sekian lama. Jika permintaan mobil listrik semakin banyak, maka jelas akan mengeruk pendapatan mereka. Oleh karenanya hanya Presiden RI yang memiliki nyali yang besar-lah yang bisa melakukannya. Ini tentunya bukan Jokowi. Kasus BG aja lama sekali tidak selesai apalagi ide mobil listrik ?.



[1] Proyek mobil nasional pada masa Presiden Soeharto dipimpin oleh anaknya sendiri, Tommy Soeharto. Mobil nasional saat itu diberi nama "Timor" yang cukup mendapat perhatian publik biarpun pada akhirnya terhenti.

0 komentar: