Wednesday, April 22, 2015

Pencabutan Subsidi Listrik, Sebuah Pemikiran Berseliweran


Usia Pemerintahan Jokowi-Jk belumlah setahun, namun kebijakan yang dikeluarkan tak lepas dari kontroversi. Satu kebijakan yang patut diperhatikan adalah dicabutnya subsidi listrik. Listrik merupakan sumber energi primer selain Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dimanfaatkan masyarakat industri sampai masyarakat Rumah Tangga. Terlepas dari kontroversinya, dalam tulisan ini penulis akan menggambarkan sepak terjang listrik di republik ini guna dicarikan kebijakan yang tepat terkait permasalahan ini.

Kondisi Pembangkit Listrik Nasional (PLN)

Dalam tulisannya dalam Kompas (23/6/2014), Faisal Basri menceritakan bahwa dalam lima tahun terakhir, kondisi kelistrikan nasional justru kian memburuk. Hampir semua proyek listrik tersendat, bahkan beberapa belum memulai pembangunan fisik seperti pembangkit Asahan dan Batang. Hampir semua proyek pembangkit listrik geotermal tersendat. Demikian pula proyek pembangunan transmisi. Sementara itu subsidi listrik melonjak lebih dari 20 kali sejak 2004 di tahun 2014 kemarin, dari Rp 3 Triliun menjadi Rp 71 Triliun. Padahal, peningkatan APBN hanya empat kali saja, dari Rp 374 pada 2004 Triliun menjadi Rp 1.842 Triliun pada 2014 kemarin (A. Prasetyantoko, Kompas, 15/9/2014).
PLN, perusahaan plat merah yg memonopoli perihal listrik (doc. google)
Kabarnya, target pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan Jokowi-JK sekitar 7 persen. Karena hal inilah produksi listrik harus naik setidaknya 8,5 persen (Basri, 2014). Selain kerugian di atas, PLN juga menderita karena menghadapi ketidakpastian dalam memperoleh pasokan gas dan batubara sehingga harus meningkatkan penggunaan BBM untuk pembangkit listrik yang sebetulnya sudah didesain menggunakan gas dan batubara (Basri, Kompas,8/10/2007).

Cabut Subsidi

Pada tanggal 1 Januari 2015 berdasarkan Permen ESDM No. 31 tahun 2014, pemerintah berencana menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk 12 pengguna, namun rencana tersebut ditunda. Harga TDL kedepan akan disesuaikan dengan harga pasar seperti halnya harga BBM. Menarik untuk ditelusuri apakah yang melandasi pemerintah keluarkan kebijakan demikian.




0 komentar: