Wednesday, June 17, 2015

PPT dan Upaya ITB Membumikan Teknologi

Mungkin Anda sekalian baru pertama mendengar kata PPT. PPT adalah singkatan dari Pusat Penelitian Teknologi yang berdiri pada tahun 1973. Lembaga ini berdiri seperti yang diungkapkan Kusmayanto Kadiman adalah sebagai upaya untuk menciptakan kesejahteraan dan menjaga kelestarian alam melalui inovasi teknologi. Namun sayang dalam keberjalanannya, lembaga ini harus bubar entah karena sebab apa. Biarpun demikian, serpihan-serpihan ideologis lembaga ini tersebar ke berbagai lembaga lain seperti jurusan Magister Studi Pembangunan (MSP), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), dan Lembaga Pengembangan Inovasi, dan Kewirausahaan (LPIK). Biarpun PPT secara fisik sudah tidak ada, menarik untuk mengulas sejarah singkat berdirinya lembaga ini dan juga karya serta ide-ide yang telah diusungnya selama ini.

Pusat Penelitian Teknologi ITB hadir dalam peralihan Orde Lama-Orde Baru. Peralihan ini dinilai sebagai penulis sebagai fase yang belum tuntas dalam pembangunan bangsa secara keseluruhan. Orde lama menekankan pada character building setelah bangsa Indonesia ratusan tahun dijajah oleh bangsa asing, sementara itu Orde Baru menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Jelas dua hal ini tak dapat berjalanan beriringan. Akibatnya pendidikan karakter demi mewujudkan bangsa Indonesia yang percaya diri dan maju menjadi tersendat. Di zaman Orba budaya sendiko dawuh (menaati peraturan) menjadi faham yang lumrah di masyarakat. Mayoritas masyarakat enggan untuk berubah (berinovasi, berwirausaha, menjadi intelektual kritis) dan lebih memilih 'status quo'.
Buku Menimbang Teknologi Memberdayakan Peneliti
Dampak lain dari penjajahan adalah sikap meremehkan kualitas. Orang senatiasa menganggap sinis atas penemuan-penemuan baru yang didasarkan pada intelektual. Seperti yang diungkapkan oleh Koetjaningrat bahwa mentalitas meremehkan mutu adalah akibat dari kemelaratan yang melindis kita semasa penjajahan. Selain itu, lanjut Koetjaningrat mentalitas mencapai tujuan secepatnya tanpa mau menempuh jenjang demi jenjang (mentalitas menerabas) adalah mentalitas lain akibat penjahan. Nampaknya mentalitas tersebut masih terjadi sampai detik ini dimana ijazah palsu merebak, plagiat di Perguruan Tinggi, korupsi, nepotisme, dan sebagainya.Padahal kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan yang memerlukan pencerahan atau penyadaran seperti yang diungkapkan Paulo Freire dalam Pendidikan Kaum Tertindas.

Pendirian PPT

Keadaan mental terjajah (inlander) bangsa ini disikapi oleh ITB dengan mendirikan lembaga yang diberi nama Pusat Penelitian Teknologi (PPT). Pendirian PPT diawali dengan keadaan kesejahteraan dan kemampuan wirausaha masyarakat di akhir 60-an dan di awal 70-an begitu memprihatinkan. Mental sendiko dawuh membuat bangsa ini bersikap pasif karena hanya menunggu instruksi atasan yang sebagian besar orang Belanda. Seperti dalam dunia keinsinyuran dimana kita masih harus banyak bergantung pada kebaikan hati para insinyur dari Belanda. PPT menangkap fenomena demikian dengan mengusung ide mensejahterakan masyarakat melalui inovasi teknologi.

Teknologi yang dimaksud bukanlah teknologi canggih yang berkembang di negara maju saat itu melainkan teknologi tepat guna. Merujuk ide Schumacher (penulis buku Small is Beautiful), PPT memproduksi teknologi-teknologi yang berorientasi pada pensejahteraan dan pemberdayaan masyarakat. Saat itu, teknologi 'ferosemen' salah satu produk unggulan yang diproduksi PPT. Melihat produksi hardware tidak cukup, PPT memberikan seminar-seminar kewirausahaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun sayang, dua program ini tidak mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat akibat sikap pesimis di kalangan mereka yang merebak. Sebagai contoh ide kapal 'foresmen' dianggap masyarakat serupa dengan batu dan batu akan tenggelam di air. Logis tapi sejatinya para masyarakat tersebut lupa bahwa serupa batu belum tentu sama nasibnya.

Meredupnya Kiprah PPT

Selain masalah klasik keterbatasan dana, masalah lain yang muncul yakni kebijakan Orba yang lebih menekankan pada teknologi yang cepat hasilkan keuntungkan dipandang sebagai faktor yang berpengaruh. Imbasnya teknologi tepat guna yang secara keekonomian hanya berimbas pada masyarakat tertentu tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Akibatnya produk hardware yang dikembangkan PPT tak lagi menjadi kefokusan. PPT kembangkan teknologi dari aspek software dan humanware saja demi upaya untuk survive. Hal inilah yang menunjukkan kerancuan dari visi PPT.

Dalam sebuah obrolan dengan Sonny Yuliar, Ia mengungkapkan bahwa lembaga PPT saat ini sudah tidak ada. Namun, lembaga-lembaga lain yang idenya sama dengan PPT muncul seperti Magister Studi Pembangunan (MSP), Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK), dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). Biarpun nilai dasar PPT masuk dalam lembaga-lembaga tersebut di atas namun jelas tidak sepadan dengan PPT di awal-awal pembentukannya.

PPT seakan mengikuti siapa yang menjadi pimpinanannya saat itu. Pada masa Filino, titik berat pengembangan teknologi adalah pada teknologi tepat guna yang didukung dengan pelatihan penggunaan teknologi dan pengembangan kewirausahaan. Pada masa Bambang Bintoro, PPT memperluas ruang geraknya ke bidang perancangan wilayah dan transmigrasi. Sejak masa Gede Raka, penelitian di bidang hardware menurun intensitasnya. PPT banyak memusatkan perhatian pada pengembangan industri kecil, khususnya dari manajemen dan SDM-nya. Susahnya menentuan peran ini diakui oleh pendiri PPT, Sudjana Sapiie. Beliau mempersoakan kejelasan peran yang hendak dimainkan PPT dalam dua hal ; pertama, ruang lingkup dan kedua, fungsi yang akan dijalankan.

Pada tahun 1998 ketika buku ini diterbitkan PPT masih berdiri, namun berdasarkan info dari salah satu penulis buku, Sonny Yuliar, PPT saat ini sudah tidak ada. Sejak kapan PPT dibubarkan penulis belum mencari tahu.

Melanjutkan Semangat PPT

Kita bersama-sama mengenal Tri Dharma Perguruan Tinggi yang didalamnya memuat pengabdian masyarakat. PPT hadir untuk itu. Pengabdian masyarakat dimaknai oleh PPT sebagai pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat dikatakan berdaya jika dia mampu berwirausaha dengan memanfaatkan teknologi. Teknologi ini bukan sekadar alat (tools) atau produk (product). Teknologi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Anggapan bahwa teknologi sekedar alat eksternal akan membawa kita pada kekosongan makna teknologi itu sendiri. Oleh karenanya teknologi itu mestilah alat yang internal.

Teknologi sebagai produk internal berarti teknologi adalah pola pikir (mindset). Pola pikir ini menandakan bahwa teknologi merupakan kegiatan intelektual. Jadi, upaya perwujudan masyarakat teknologi berarti pembenahan intelektual masyarakat tersebut. Dalam bahasa ideologis, perwujudan masyarakat teknologi merupakan upaya mewujudkan character building. Ide besar ini merupakan terkesan abstrak namun inilah roh bagi segenap bangsa yang ingin maju. 

0 komentar: