Rangkuman
Kuliah 1 Juni 2015
Mata
Kuliah Sistem Pembangunan
Wilayah
Pesisir dan Laut Secara Terpadu
Dosen
: Prof. Dr. Ir. Widyo Nugroho Sulasdi
Pendahuluan
Menanggapi
Persoalan dan Hakikat
Salah satu keunikan
mahasiswa magister adalah dalam sikapnya ketika dihadapkan pada suatu
persoalan/masalah. Ketika seorang mahasiswa magister ditanya pendapat terkait
Indonesia negara kepulauan, maka secara baik ia dapat mendeskripsikan
elemen-elemen/unsur-unsur negara kepulauan seperti luas wilayah, kekayaan alam,
pariwisata, dan sebagainya. Pendiskripsian unsur-unsur secara apik merupakan
kompetensi mahasiswa magister yang tidak dimiliki oleh mahasiswa setingkat
sarjana.
Setiap persoalan dapat
ditinjau dalam berbagai perspektif. Seorang mahasiswa Studi Pembangunan
dituntut untuk mampu berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Satu dari indikasi berfikir
menyeluruh adalah mampu menangkap inti suatu persoalan (hakikat). Sebagai
contoh pagar, apa yang menjadi hakikat pagar. Pagar merupakan pembatasan
kepemilikan, maka tak lain hakikat pagar adalah hak. Contoh lain cinta. Nabi
menjalankan semua perintah Tuhan, apapun itu. Bahkan Nabi Ibrahim rela
menyembelih anaknya karena cinta akan Tuhannya. Dari sini dapat ditarik
kesimpulan bahwa hakikat cinta adalah pengorbanan.
Koherensi
dan Rekayasa
Koherensi berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tersusunnya uraian atau pandangan
sehingga bagian-bagiannya berkaitan satu dengan yang lain. Dalam bahasa lain,
koherensi adalah keterpautan antara variabel-variabel. Koherensi sama artinya
dengan korelasi.
Rekayasa adalah
kegiatan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bentuk desain dan
rancang bangun.
Manajemen
Wilayah Pesisir dan Kelautan
Dalam mewujudkan pemanfaatan sektor laut
secara maksimal diperlukan konsepsi yang menyeluruh. Konsepsi ini meliputi
aspek legalitas hukum seperti amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan
turunannya yakni Undang-Undang (UU) yang meliputi kebijakan-kebijakan normatif
dan teknis guna dapat memaksimalkan potensi ekonomi laut seperti halnya sumber
daya laut, pariwisata, dan sebagainya. Salah satu wujudnya adalah terciptanya
interkoneksi antarpulau dan memberdayakan masyarakat pesisir yang umumnya
berada di garis kemiskinan.
Legitimasi
Hukum : Landasan Konstitusi UUD 1945 Pasal 25 E
Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Batas
negara bisa diartikan wilayah yang berbatasan dengan negara lain. Batas negara
ini diatur oleh hukum laut internasional. Konsekuensi dari hukum yang mengatur
batas negara adalah jika terjadi kasus sengketa wilayah negara, masa negara
yang bersengketa dapat dimejahijaukan. Mahkamah laut internasional kemudian
akan mempertanyakan undang-undang laut negara yang bersengketa tersebut.
Undang-undang ini memiliki kekuatan yang relatif kuat di depan mahkamah laut
internasional.
Secara umum, wilayah
laut Indonesia diatur oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang
(UU) tentang Kelautan. Adapun UU tentang kelautan (nomor 32 tahun 2014) terdiri
dari tiga belas bab yang dapat didaftar sebagai berikut ;
Bab I - Ketentuan Umum
Bab II - Asas dan Tujuan
Bab III - Ruang Lingkup
Bab IV - Wilayah Laut
Bab V - Pembangunan kelautan
Bab VI - Pengelolaan kelautan
Bab VII - Pengembangan kelautan
Bab VIII - Pengelolaan ruang laut dan
pelindungan lingkungan laut
Bab IX - Pertahanan, keamanan,
penegakan hukum, dan keselamatan di laut
Bab X - Tata kelola dan kelembagaan laut
Bab XI - Peran serta masyarakat
Bab XII - Ketentuan peralihan
Bab XIII - Ketentuan penutup
Adapun bab V. VI, dan
VII memiliki koherensi yang kuat.
Pembangunan
Kelautan
Pembangunan membutuhkan
kebijakan. Kebijakan didahului dengan norma yang membentuknya. Norma merupakan
proses mental yakni segala sesuatu yang telah disepakati oleh suatu kelompok
masyarakat. Oleh karenanya pembangunan membutuhkan pemikiran yang komprehensif
bagi setiap orang yang berkecimpung di dalamnya.
Dalam membangun sektor
kelautan dibutuhkan setidaknya delapan kebijakan, yaitu ;
- Kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan
- Kebijakan pengembangan Sumber Daya Alam (SDA)
- Kebijakan penanganan wilayah kedaulatan
- Kebijakan tata kelola dan kelembagaan
- Kebijakan peningkatan kesejahteraan
- Kebijakan ekonomi kelautan
- Kebijakan penataan ruang dan perlindungan lingkungan laut
- Kebijakan budaya bahari
Kebijakan-kebijakan di
atas adalah muatan dari UU tentang kelautan.
Pemanfaatan
dan Pengusahaan Sumber Daya Kelautan
Adapun sumber daya
kelautan dapat dimanfaatkan bagian-bagiannya berikut ;
- Perikanan
- Energi dan sumber daya mineral
- Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
- Hutan bakau
- Sumber daya non-konvensional
Sedangkan pengusahaan
sumber daya kelautan meliputi hal-hal berikut ;
- Industri kelautan
- Wisata bahari
- Perhubungan laut
Perhubungan
Laut
Sebagai negara dengan
luas laut 2/3 luas total wilayah (5,8 juta km2 dari luas total wilayah 7,9 juta
km2), Indonesia ternyata hanya memiliki 2400 pelabuhan dengan hanya empat
pelabuhan utama ; pelabuhan Belawan Medan, Tanjung Priok, Tanjung Perak
Surabaya, dan Makassar. Selain itu, sangat disayangkan tidak adanya
interkoneksi antarpelabuhan. Pembangunan interkoneksi ditaksir menghabiskan
dana sekitar 204 Trilyun. Masalah kelautan ini dapat diatasi dengan dua program
yakni tol laut untuk mengatasi interkoneksi antarpelabuhan, dan poros maritim
untuk interkoneksi dengan negara lain.
Dalam membangun sebuah
pelabuhan perlu disiapkan variabel-variabel pendukungnya. Variabel-variabel
yang banyak dalam sebuah fokus permasalahan dinamakan sistem kompleks. Sebagai
contoh pembangunan pelabuhan jelas diperlukan gudang untuk menampung barang ekspor-impor,
infrastruktur jalan, kelistrikan (energi), dan sebagainya.
Masyarakat
Pesisir : Kondisi Secara Umum
Seringkali di daerah
pesisir pantai terjadi peristiwa alam yang memiliki dampak terhadap pemukiman
di sekitar pesisir. Diantara peristiwa alam yang dapat terjadi adalah abrasi
dan sedimentasi.
Pemukiman pesisir
seharusnya terletak minimum 100 meter dari pantai. Namun, kenyataan yang
terjadi tidaklah demikian. Oleh karenanya ketika abrasi terjadi,
pemukiman-pemukiman sekitar pantai menjadi rusak. Banyak rumah-rumah yang
hancur diterjang ombak besar, bahkan yang terbuat dari tembok sekalipun.
Gambar 1 : Potret kondisi masyarakat pesisir (sumber : isukepri.com) |
Peristiwa alam kedua
adalah sedimentasi. Fenomena ini menyebabkan lumpur dari sungai menuju ke
pantai yang membuatnya tercemar. Nelayan pun harus ke tengah lautan yang jauh
untuk mencari ikan dan itu sangatlah tidak mungkin karena nelayan hanya
memiliki perahu kecil. Dibutuhkan perahu besar untuk melakukan itu.
Selain fenomena di atas, kondisi
masyarakat pesisir umumya jauh dari sejahtera. Banyak sekali masyarakat pesisir
yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagai contoh pembeli ijon menghargai
ikan-ikan nelayan dengan harga yang sangat murah. Dengan ikan yang sama, di
hotel-hotel kota dihargai sampai dengan sepuluh kali lipat. Fakta selanjutnya,
pasca terjadinya tsunami di Ciamis, kampung nelayan di daerah tersebut yang
terkena dampaknya rusak parah, namun tidak dibangun oleh pemerintah setempat.
Ini menunjukkan bahwa nelayan sengaja dimiskinkan.
Wisata
dan Kepariwisataan
Bedasarkan UU no. 10
tahun 2009 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangkauan waktu sementara.
Kepariwisataan adalah
keseluruhan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan, pemerintah, pemda, dan pengusaha.
2 komentar:
Mantap mas Uruqul, terus berkarya..
Mantap mas Uruqul, terus berkarya
Post a Comment