Wednesday, July 01, 2015

Anak Muda Muhammadiyah Bijak dan Cerdas dalam Berjejaring Sosial

Oleh : Uruqul Nadhif Dzakiy[1]

“I fear the day that technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots.” Albert Einstein[2]

Saat ini bisa dikatakan sebagai era informasi. Era ini ditandai dengan kemudahan akses terhadap aneka informasi yang di era sebelumnya tidak pernah terjadi. Pada masa ini lahirlah aneka gadget yang memfasilitasi setiap orang untuk berselancar (surfing) dan menjelajah (browsing) aneka informasi yang bertebaran di dunia maya (internet). Akses informasi ini semakin dipermudah dengan hadirkan ponsel pintar (smartphone) berharga murah sehingga memungkinkan setiap orang untuk dapat mengakses informasi. Ponsel pintar tersebut menyajikan aneka fitur yang memfasilitasi pengguna untuk secara mudah mengakses aneka aplikasi. Satu dari jenis  aplikasi yang digandrungi anak muda adalah jejaring sosial. Jejaring sosial (social network) merupakan satu fitur yang memungkinkan setiap orang untuk saling berkomunikasi dengan sesama pengguna fitur tersebut. Sebagai contoh jejaring sosial yang sedang tren adalah facebook, twitter, instagram, path, whatsApp, LINE, dan sebagainya.

Berjejaring sosial bisa membuat candu penggunanya. Sekian waktu yang ada dapat terserap sebagian besarnya hanya untuk update status, melontarkan komentar, atau sekedar memberikan like. Saya punya seorang teman yang gila akan jejaring sosial di smartphone-nya. Pernah suatu kali saya ngobrol sama dia namun bukan memperhatikan apa yang saya omongkan, dia malah tertawa-tawa sendiri memperhatikan status-status yang ada di akun pribadi berbagai jejaring sosial yang dimilikinya. Ini menunjukkan bahwa jejaring sosial menjadikan hubungan yang jauh terasa dekat, dan hubungan dekat terasa jauh. Jika diambil konklusi berjejaring sosial yang tak terkontrol dapat memutuskan tali silaturrahim seperti yang diprediksi Einstein pada quote di atas. Dalam Islam memutus tali silaturrahim ini merupakan dosa besar.

Dampak kedua berjejaring sosial yang tak terkontrol adalah sulitnya konsentrasi. Sebuah survei yang dirilis di website hechingerreport.org menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki konsentrasi dimana ia tidak terpengaruh dengan aneka gangguan seperti dering SMS (Short Message Service) handphone mendapatkan nilai akademik yang jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang sulit konsentrasi. Survei tersebut memang dilakukan di Amerika Serikat namun jika kita melihat kondisi di Indonesia tidak terlalu berbeda. Banyak mahasiswa atau generasi muda di Indonesia melakukan suatu secara multitasking sebagai contoh mengerjakan Pekerjaan Rumah dengan diselingi dengan bermain facebook atau mengecek grup WhatsApp. Kegiatan ini jelas menganggu konsentrasi yang berujung pada ketidakfokusan. Ketidakfokusan ini lantas membuat pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan hasil optimal karena dualisme kerja otak. Dalam sebuah penelitian, otak pada dasarnya tidak dapat melakukan dua hal sekaligus. Ini adalah pertanda bahwa setiap orang harus berkonsentrasi penuh ketika mengerjakan segala sesuatu. Menurut Daniel Goldman, kemampuan untuk berkosentrasi memiliki keterkaitan yang kuat dengan kesuksesan.

Persoalan yang muncul selain dua poin di atas dari aktivitas berjejaring sosial adalah memunculkan kemampuan berfikir rendah (low order thinking). Pengguna jejaring sosial memungkinkan untuk terpengaruh dengan opini yang tersebar di aneka status, komentar, dan penyebaran informasi dari pengguna lainnya di mana keabsahan dan kesahihan informasi yang didapat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini diperparah dengan kondisi literasi kita yang secara umum rendah (Lihat  http://www.uruqulnadhif.com/2013/12/membudayakan-membaca.html). Kondisi tersebut membuat kita susah bernalar secara logis. Sebagai indikasinya kita dapat melihat aneka status hujatan, makian, dan debat kontraproduktif (twit-war) yang ada di jejaring sosial.

Sementara Itu Tantangan yang Dihadapi

Jejaring sosial seringkali membahas hal-hal yang kurang begitu esensial seperti halnya curhatan, berita sedih, gembira, dan sebagainya yang sifatnya sangat individual. Akibatnya jejaring sosial kebanyakan didominasi dengan berita dan informasi yang kurang bermutu. Jika ini keterusan, akan menenggelamkan tantangan ke depan yang seharusnya dari dini kita sadari. Maka dalam segmen ini akan saya tampilkan tantangan yang dihadapi oleh kaum muda, negara berkembang, dan dunia Islam. Ini mengandung maksud agar kita dalam bergerak ke depan jelas, tidak belak-belok, apalagi salah jalan.

Pertama kita akan melihat postur demografi kaum muda Indonesia. Postur demografi Indonesia sejak 2010 didominasi oleh usia produktif termasuk di dalamnya kaum muda yang akan mencapai puncaknya pada 2030 yang akan datang. Kondisi ini dapat dipandang sebagai bonus demografi jika memang kaum muda terberdayakan dengan optimal dengan memasuki pos-pos produktif seperti dunia kerja. Sebaliknya kondisi ini juga dapat dipandang sebagai petaka jika kaum muda tidak memiliki kompetensi memadai yang berujung pada ketidakstabilan ekonomi negara.
 
Logo Muhammadiyah (sumber http://www.muhammadiyah.or.id/)
Jelas sebagai warga negara Indonesia kita menginginkan kaum muda terberdayakan sehingga bonus demografi bisa terwujud. Makna 'berdaya' ini tak hanya diartikan sekedar mendapatkan peluang kerja an sich melainkan kaum muda yang dapat menjawab berbagai tantangan yang dihadapi dunia dan negara berkembang yang sebagian besarnya adalah dunia Islam termasuk di dalamnya Indonesia. Setidaknya ada dua hal tantangan negara berkembang. Pertama, negara berkembang berada dalam dominasi kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan militer negara adi kuasa. Seperti halnya Indonesia sampai detik ini belum bisa lepas dari bayang-bayang International Monetery Fund (IMF) dan Bank Dunia. Kedua, negara berkembang berkutat dalam persoalan bagaimana meletakkan dasar-dasar ekonominya supaya bisa bersaing di pasar internasional (Lihat http://www.uruqulnadhif.com/2015/06/ekonomi-pembangunan-itb-keunggulan.html).

Jika kita perhatikan poin pertama kekuasaan negara adikuasa selain ada pada bidang ekonomi dan militer, juga di bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan terutama sains dan teknologi mengambil peranan penting dalam pembangunan. Dulu dunia Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dunia. Mahzab Arsitotelian yang diadopsi oleh ilmuwan muslim berhasil menjadikan dunia Islam menguasai dasar dan landasan Ilmu Pengetahuan seperti matematika, filsafat, dan kedokteran. Keunggulan pada masa lampau tak hanya dikenang sebagai nostalgia melainkan sebagai motivasi untuk kembali mengulang kejayaan masa lampau. Kita sama-sama tahu bahwa dunia muslim masih dihantui dengan kemiskinan, kebodohan, dan perang saudara. Namun, sebagai upaya untuk meraih kembali kejayaan tiga langkah yang bisa dilakukan, mengutip Ahmad Zawail, ilmuwan Mesir pertama peraih nobel ilmu pengetahuan. Pertama, membangun sumbedaya manusia dengan cara memberantas buta huruf, memastikan adanya partisipasi aktif perempuan dalam masyarakat, dan memperbaiki pendidikan. Kedua, harus ada reformasi konstitusi demi adanya kebebasan berpikir, meminimalkan birokrasi, mengembangkan merit system, dan membangun hukum yang kredibel dan bisa ditegakkan. Terakhir, cara terbaik untuk meraih kepercayaan diri adalah menyiapkan centers of excellence di dalam bidang sains dan teknologi di masing-masing negara muslim untuk menunjukkan bahwa cita-cita itu bisa diraih, untuk menunjukkan bahwa muslim bisa berkompetisi di era ekonomi global ini dan mendorong kaum muda untuk lebih bergairah belajar (Lihat http://budhiana.salmanitb.com/catatan/dapatkah-dunia-islam-kembali-ke-cahaya-ilmu-pengetahuan/).

Tantangan seperti yang disajikan di atas jelas tidak dapat dipandang sebagai tantangan mudah. Ini perlu disikapi dengan bijak oleh segenap warga negara dan umat Islam Indonesia. Jika mindset telah terbentuk maka akan muncul sikap-sikap positif untuk berjuang ke visi jangka panjang. Kita terlebih kaum muda tidak lagi berkutat dalam masalah-masalah kecil kontraproduktif seperti perbedaan khilafiyah, politik praktis, dan sebagainya. Namun, kaum muda terlebih kaum muda Muhammadiyah dapat memulai untuk memberi gambaran bagi masa depan Indonesia dan umat Islam secara mayoritas. Suatu saat lalu saya mengobrol dengan teman saya, dia mengutip kata-kata dosennya "Apa yang dibanggakan dari Indonesia kalo tidak kuliner dan tari-tarinya?". Sungguh, saya sebagai bagian dari kaum terdidik merasa terhina dari lontaran cerita teman saya. Bagaimana tidak negara kita yang kaya akan Sumber Daya Manusia (SDM) tidak mampu menghidupi dirinya sendiri dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimilikinya. SDA hanya dijual murah kepada asing tanpa perlu diberi nilai tambah terlebih dahulu. Maka mau tidak mau secepatnya kita harus dapat beralih dari resource based economy ke knowledge based economy.

Bijak dalam Berjejaring Sosial

Paparan di awal tulisan ini bukan lantas kita mengatakan bahwa berjejaring sosial itu haram, melainkan agar kita bersikap bijak dalam menggunakan jejaring sosial. Jangan sampai kita terperdaya dengan jejaring sosial, melainkan kita harus memperdaya jejaring sosial. Kita harus dapat puasa berjejaring sosial ketika sedang bekerja, belajar, atau berinteraksi dengan orang. Kita dapat menggunakannnya di waktu-waktu luang seperti sedang menunggu antrian atau istirahat. Prinsipnya jejaring sosial tidak menyita core pekerjaan kita sehingga kita bisa konsentrasi optimal dalam menyelesaikan aneka pekerjaan yang sedang kita hadapi. Jika kita dapat melakukannya, peluang sukses akan terbuka lebih luas.

Selain kita mengetahui kapan kita harus menggunakan jejaring sosial, kita juga tahu terkait perjuangan apa yang dapat kita lakukan dengan jejaring sosial. Sebagai seorang muslim selain kita dituntut menjadi seorang yang bertakwa (saleh pribadi), juga dituntut juga untuk saleh secara sosial. Saleh secara sosial ini erat kaitannya dengan dakwah. Setiap dari kita memiliki tugas suci berdakwah yakni mengajak manusia ke jalan kebenaran. Jika saya tafsirkan, sebagai umat Muhammad kita memiliki kewajiban menunjukkan jalan lurus ke segenap umat manusia. Ini tak lain karena panutan kita, Muhammad SAW, adalah rahmat bagi seluruh alam, seperti firman Allah SWT "... dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam" (QS. Al-Anbiya' : 107).

Kewajiban untuk menebar kebajikan (berdakwah) saya tafsirkan tak sekedar kita menyampaikan ayat-ayat kauliyah melainkan juga ayat-ayat kauniyah seperti halnya tantangan-tantangan yang sedang kita hadapi saat ini. Langkah tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan jejaring sosial. Penebaran ide dalam menghadapi tantangan-tantangan yang tertera di atas jelas merupakan langkah maju untuk menebar harapan untuk meraih masa depan bangsa dan juga umat Islam. Penebaran ide ini pasti membutuhkan kekayaan informasi yang didapatkan dari sumber-sumber terpercaya yakni melalui membaca. Tegasnya langkah menebar ide berkemajuan ini berarti menstimulus gerakan intelektual. Kita bersama tahu bahwa gerakan intelektual merupakan nafas bagi kekayaan umat Islam di masa lampau dan juga masyarakat Barat dengan gerakan renaissance-nya.

Kaum muda Muhammadiyah dengan berbagai wadah yang dimiliki seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pemuda Muhammadiyah (PM), dan Nasyi'atul 'Aisyiyah (NA) dapat memulai gerakan ini secara masif. Orientasi yang diharapkan selain memunculkan mindset berfikir berkemajuan di kalangan kaum muda Muhammadiyah juga sebagai upaya untuk mensyiarkan pentingnya ilmu pengetahuan dalam membentuk peradaban suatu bangsa dan umat. Kaum muda Muhammadiyah yang sudah terbiasa dengan jejaring sosial dapat memanfaatkannya untuk menebarkan ide-ide konstruktif tersebut. Bayangan saya jika gerakan ini dapat terlaksana, akan dapat menggantikan konten-konten destruktif dalam jejaring sosial seperti berita hoax, debat kontraproduktif, saling cela dan caci-maki, dan segala jenis hal-hal negatif yang dihasilkan dari jejaring sosial lainnya. Tentunya langkah/gerakan ini harus dilakukan dengan cara-cara yang bijak pula. Mengutip ayat Al-Qur'an " Ajaklah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik." (QS. An-Nahl : 125).

Gerakan intelektualisme yang dilakukan kaum muda Muhammadiyah menjadi pelengkap peranan Muhammadiyah dalam upaya mencerahkan dan mencerdaskan bangsa dan umat melalui pendirian berbagai lembaga-lembaga pendidikan mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (PT). Selain itu, gerakan tersebut sebagai upaya Muhammadiyah entaskan masalah-masalah sosial yang terjadi di kalangan muda seperti narkoba, pornografi, free sex, dan sebagainya.[3]

Muktamar Sebagai Momen Ijtihad

Beberapa bulan yang lalu saya ditelpon teman saya sesama alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta terkait dengan rencananya membuat portal intelektual dari alumni almamater (kunjungi http://anakpanahinstitute.org/). Lalu beberapa bulan setelah pembicaraan sekitar setengah jam tersebut, teman saya merilis website dengan aneka tulisan dari alumni almamater mulai dari generasi tua sampai dari generasi muda yang baru beberapa tahun lulus. Dalam portal tersebut, tulisan-tulisan yang ada bervariasi mulai seputar keislaman, kemuhammadiyahan, kemanusiaan, sampai kebangsaan. Gerakan intelektual yang diinisiasi teman saya tersebut akan berlanjut di momen temu alumni di Muktamar Makassar Agustus nanti. Rencananya portal ini akan di-launching berbarengan dengan reuni akbar almamater.
 
Logo Muktamar 47 Makassar ( sumber http://muktamar47.muhammadiyah.or.id/)
Saya kira gerakan yang diinisiasi oleh teman saya tersebut merupakan langkah maju untuk tumbuhkan jiwa intelektual yang saat ini mulai terkikis di generasi muda kita. Gerakan tersebut mendapat sambutan yang baik dari kalangan alumni. Dampak positifnya cukup membuat momen reuni alumni almamater tidak sekedar ajang saling sapa antargenerasi melainkan sebagai ajang/momen untuk saling bertukar fikiran dan gagasan. Melalui pertukaran gagasan ini akan muncul solusi dari stagnasi permasalahan umat yang sukar untuk ditemukan jalan keluarnya. Konkretnya di grup WhatsApp alumni Mu'allimin angkatan saya saat ini tak sekedar ajang untuk menyampaikan keadaan masa perantauan, nostalgia masa sekolah, undangan nikahan, dan sebagainya melainkan juga sebagai wahana sharing ide terkait berbagai masalah sosial, kebangsaan, dan keagamaan. Kedepan, saya yakin jika gerakan intelektual anak panah tersebut tetap berjalan akan menimbulkan kekritisan di kalangan alumni almamater saya dan secara tidak langsung akan berpengaruh dalam masyarakat luas.

Saya rasa kaum Muda Muhammadiyah bisa mencontoh gerakan yang diinisiasi oleh teman saya tersebut. Bentuknya tidak harus sama melainkan yang penting adalah ide yang diusung sama yakni menumbuhkembangkan intelektualisme di kalangan kaum muda Muhammadiyah. Gerakan ini juga perlu disesuaikan dengan kapasitas kaum muda Muhammadiyah saat ini. Saya sangat yakin kaum muda Muhammadiyah adalah seorang yang kretif dalam mengemas sebuah visi besar menjadi gerakan taktis yang segar dan inspiratif. Melalui inisiasi gerakan baru, muktamar tidak hanya sekedar mengganti pimpinan organisasi melainkan juga sebagai wahana berbagi gagasan untuk membentuk pribadi dan watak berkemajuan. Semua ini diperuntukkan guna membentuk suatu negeri yang adil, makmur, sentosa dibawah naungan Allah SWT, Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofuur. Langkah maju tersebut merupakan ijtihad guna mengantarkan umat ini menuju watak maju dan visioner. Mengutip motto Muktamar 47 di Makassar 3-7 Agustus 2015 nanti ; Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan.



[1] Uruqul Nadhif Dzakiy adalah alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2009 yang sekarang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Institut Teknologi Bandung.

[2] "Saya khawatir bahwa suatu hari teknologi akan melampaui interaksi antarmanusia. Jika itu kejadian, dunia akan memiliki generasi idiot"- Albert Einstein

0 komentar: