Oleh
: Uruqul Nadhif Dzakiy[1]
“I fear the day that technology will
surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots.”
Albert Einstein[2]
Saat ini bisa dikatakan sebagai era
informasi. Era ini ditandai dengan kemudahan akses terhadap aneka informasi
yang di era sebelumnya tidak pernah terjadi. Pada masa ini lahirlah aneka gadget yang memfasilitasi setiap orang
untuk berselancar (surfing) dan menjelajah
(browsing) aneka informasi yang
bertebaran di dunia maya (internet). Akses informasi ini semakin dipermudah
dengan hadirkan ponsel pintar (smartphone)
berharga murah sehingga memungkinkan setiap orang untuk dapat mengakses
informasi. Ponsel pintar tersebut menyajikan aneka fitur yang memfasilitasi
pengguna untuk secara mudah mengakses aneka aplikasi. Satu dari jenis aplikasi yang digandrungi anak muda adalah
jejaring sosial. Jejaring sosial (social
network) merupakan satu fitur yang memungkinkan setiap orang untuk saling
berkomunikasi dengan sesama pengguna fitur tersebut. Sebagai contoh jejaring
sosial yang sedang tren adalah facebook, twitter, instagram, path, whatsApp, LINE,
dan sebagainya.
Berjejaring sosial bisa membuat candu
penggunanya. Sekian waktu yang ada dapat terserap sebagian besarnya hanya untuk
update status, melontarkan komentar,
atau sekedar memberikan like. Saya
punya seorang teman yang gila akan jejaring sosial di smartphone-nya. Pernah suatu kali saya ngobrol sama dia namun bukan
memperhatikan apa yang saya omongkan, dia malah tertawa-tawa sendiri
memperhatikan status-status yang ada di akun pribadi berbagai jejaring sosial yang
dimilikinya. Ini menunjukkan bahwa jejaring sosial menjadikan hubungan yang
jauh terasa dekat, dan hubungan dekat terasa jauh. Jika diambil konklusi
berjejaring sosial yang tak terkontrol dapat memutuskan tali silaturrahim seperti
yang diprediksi Einstein pada quote
di atas. Dalam Islam memutus tali silaturrahim ini merupakan dosa besar.
Dampak kedua berjejaring sosial yang tak
terkontrol adalah sulitnya konsentrasi. Sebuah survei yang dirilis di website
hechingerreport.org menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki konsentrasi dimana
ia tidak terpengaruh dengan aneka gangguan seperti dering SMS (Short Message Service) handphone
mendapatkan nilai akademik yang jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang
sulit konsentrasi. Survei tersebut memang dilakukan di Amerika Serikat namun
jika kita melihat kondisi di Indonesia tidak terlalu berbeda. Banyak mahasiswa
atau generasi muda di Indonesia melakukan suatu secara multitasking sebagai contoh mengerjakan Pekerjaan Rumah dengan
diselingi dengan bermain facebook atau mengecek grup WhatsApp. Kegiatan ini
jelas menganggu konsentrasi yang berujung pada ketidakfokusan. Ketidakfokusan
ini lantas membuat pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan hasil optimal
karena dualisme kerja otak. Dalam sebuah penelitian, otak pada dasarnya tidak
dapat melakukan dua hal sekaligus. Ini adalah pertanda bahwa setiap orang harus
berkonsentrasi penuh ketika mengerjakan segala sesuatu. Menurut Daniel Goldman,
kemampuan untuk berkosentrasi memiliki keterkaitan yang kuat dengan kesuksesan.
Persoalan yang muncul selain dua poin di
atas dari aktivitas berjejaring sosial adalah memunculkan kemampuan berfikir
rendah (low order thinking). Pengguna
jejaring sosial memungkinkan untuk terpengaruh dengan opini yang tersebar di
aneka status, komentar, dan penyebaran informasi dari pengguna lainnya di mana
keabsahan dan kesahihan informasi yang didapat tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini diperparah dengan kondisi literasi kita yang
secara umum rendah (Lihat http://www.uruqulnadhif.com/2013/12/membudayakan-membaca.html).
Kondisi tersebut membuat kita susah bernalar secara logis. Sebagai indikasinya
kita dapat melihat aneka status hujatan, makian, dan debat kontraproduktif
(twit-war) yang ada di jejaring sosial.
Sementara
Itu Tantangan yang Dihadapi
Jejaring sosial seringkali membahas
hal-hal yang kurang begitu esensial seperti halnya curhatan, berita sedih,
gembira, dan sebagainya yang sifatnya sangat individual. Akibatnya jejaring
sosial kebanyakan didominasi dengan berita dan informasi yang kurang bermutu. Jika
ini keterusan, akan menenggelamkan tantangan ke depan yang seharusnya dari dini
kita sadari. Maka dalam segmen ini akan saya tampilkan tantangan yang dihadapi
oleh kaum muda, negara berkembang, dan dunia Islam. Ini mengandung maksud agar
kita dalam bergerak ke depan jelas, tidak belak-belok, apalagi salah jalan.
Pertama kita akan melihat postur demografi
kaum muda Indonesia. Postur demografi Indonesia sejak 2010 didominasi oleh usia
produktif termasuk di dalamnya kaum muda yang akan mencapai puncaknya pada 2030
yang akan datang. Kondisi ini dapat dipandang sebagai bonus demografi jika
memang kaum muda terberdayakan dengan optimal dengan memasuki pos-pos produktif
seperti dunia kerja. Sebaliknya kondisi ini juga dapat dipandang sebagai petaka
jika kaum muda tidak memiliki kompetensi memadai yang berujung pada
ketidakstabilan ekonomi negara.
Logo Muhammadiyah (sumber http://www.muhammadiyah.or.id/) |
Jelas sebagai warga negara Indonesia
kita menginginkan kaum muda terberdayakan sehingga bonus demografi bisa
terwujud. Makna 'berdaya' ini tak hanya diartikan sekedar mendapatkan peluang
kerja an sich melainkan kaum muda yang
dapat menjawab berbagai tantangan yang dihadapi dunia dan negara berkembang
yang sebagian besarnya adalah dunia Islam termasuk di dalamnya Indonesia.
Setidaknya ada dua hal tantangan negara berkembang. Pertama, negara berkembang berada dalam dominasi kekuatan ekonomi,
ilmu pengetahuan, dan militer negara adi kuasa. Seperti halnya Indonesia sampai
detik ini belum bisa lepas dari bayang-bayang International Monetery Fund (IMF)
dan Bank Dunia. Kedua, negara
berkembang berkutat dalam persoalan bagaimana meletakkan dasar-dasar ekonominya
supaya bisa bersaing di pasar internasional (Lihat http://www.uruqulnadhif.com/2015/06/ekonomi-pembangunan-itb-keunggulan.html).
Jika kita perhatikan poin pertama
kekuasaan negara adikuasa selain ada pada bidang ekonomi dan militer, juga di
bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan terutama sains dan teknologi
mengambil peranan penting dalam pembangunan. Dulu dunia Islam pernah menjadi
kiblat ilmu pengetahuan dunia. Mahzab Arsitotelian yang diadopsi oleh ilmuwan
muslim berhasil menjadikan dunia Islam menguasai dasar dan landasan Ilmu
Pengetahuan seperti matematika, filsafat, dan kedokteran. Keunggulan pada masa
lampau tak hanya dikenang sebagai nostalgia melainkan sebagai motivasi untuk
kembali mengulang kejayaan masa lampau. Kita sama-sama tahu bahwa dunia muslim
masih dihantui dengan kemiskinan, kebodohan, dan perang saudara. Namun, sebagai
upaya untuk meraih kembali kejayaan tiga langkah yang bisa dilakukan, mengutip
Ahmad Zawail, ilmuwan Mesir pertama peraih nobel ilmu pengetahuan. Pertama, membangun sumbedaya manusia
dengan cara memberantas buta huruf, memastikan adanya partisipasi aktif
perempuan dalam masyarakat, dan memperbaiki pendidikan. Kedua, harus ada reformasi konstitusi demi adanya kebebasan
berpikir, meminimalkan birokrasi, mengembangkan merit system, dan membangun
hukum yang kredibel dan bisa ditegakkan. Terakhir,
cara terbaik untuk meraih kepercayaan diri adalah menyiapkan centers of excellence di dalam bidang
sains dan teknologi di masing-masing negara muslim untuk menunjukkan bahwa
cita-cita itu bisa diraih, untuk menunjukkan bahwa muslim bisa berkompetisi di
era ekonomi global ini dan mendorong kaum muda untuk lebih bergairah belajar
(Lihat http://budhiana.salmanitb.com/catatan/dapatkah-dunia-islam-kembali-ke-cahaya-ilmu-pengetahuan/).
Tantangan seperti yang disajikan di atas
jelas tidak dapat dipandang sebagai tantangan mudah. Ini perlu disikapi dengan
bijak oleh segenap warga negara dan umat Islam Indonesia. Jika mindset telah terbentuk maka akan muncul
sikap-sikap positif untuk berjuang ke visi jangka panjang. Kita terlebih kaum
muda tidak lagi berkutat dalam masalah-masalah kecil kontraproduktif seperti
perbedaan khilafiyah, politik praktis, dan sebagainya. Namun, kaum muda
terlebih kaum muda Muhammadiyah dapat memulai untuk memberi gambaran bagi masa
depan Indonesia dan umat Islam secara mayoritas. Suatu saat lalu saya mengobrol
dengan teman saya, dia mengutip kata-kata dosennya "Apa yang dibanggakan dari Indonesia kalo tidak kuliner dan tari-tarinya?".
Sungguh, saya sebagai bagian dari kaum terdidik merasa terhina dari lontaran
cerita teman saya. Bagaimana tidak negara kita yang kaya akan Sumber Daya
Manusia (SDM) tidak mampu menghidupi dirinya sendiri dengan kekayaan Sumber
Daya Alam (SDA) yang dimilikinya. SDA hanya dijual murah kepada asing tanpa
perlu diberi nilai tambah terlebih dahulu. Maka mau tidak mau secepatnya kita
harus dapat beralih dari resource based
economy ke knowledge based economy.
Bijak
dalam Berjejaring Sosial
Paparan di awal tulisan ini bukan lantas
kita mengatakan bahwa berjejaring sosial itu haram, melainkan agar kita
bersikap bijak dalam menggunakan jejaring sosial. Jangan sampai kita terperdaya
dengan jejaring sosial, melainkan kita harus memperdaya jejaring sosial. Kita
harus dapat puasa berjejaring sosial ketika sedang bekerja, belajar, atau
berinteraksi dengan orang. Kita dapat menggunakannnya di waktu-waktu luang
seperti sedang menunggu antrian atau istirahat. Prinsipnya jejaring sosial
tidak menyita core pekerjaan kita
sehingga kita bisa konsentrasi optimal dalam menyelesaikan aneka pekerjaan yang
sedang kita hadapi. Jika kita dapat melakukannya, peluang sukses akan terbuka
lebih luas.
Selain kita mengetahui kapan kita harus
menggunakan jejaring sosial, kita juga tahu terkait perjuangan apa yang dapat
kita lakukan dengan jejaring sosial. Sebagai seorang muslim selain kita
dituntut menjadi seorang yang bertakwa (saleh pribadi), juga dituntut juga
untuk saleh secara sosial. Saleh secara sosial ini erat kaitannya dengan
dakwah. Setiap dari kita memiliki tugas suci berdakwah yakni mengajak manusia
ke jalan kebenaran. Jika saya tafsirkan, sebagai umat Muhammad kita memiliki
kewajiban menunjukkan jalan lurus ke segenap umat manusia. Ini tak lain karena
panutan kita, Muhammad SAW, adalah rahmat bagi seluruh alam, seperti firman
Allah SWT "... dan tidaklah kami
mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam" (QS.
Al-Anbiya' : 107).
Kewajiban untuk menebar kebajikan
(berdakwah) saya tafsirkan tak sekedar kita menyampaikan ayat-ayat kauliyah
melainkan juga ayat-ayat kauniyah seperti halnya tantangan-tantangan yang
sedang kita hadapi saat ini. Langkah tersebut dapat dilakukan melalui
pemanfaatan jejaring sosial. Penebaran ide dalam menghadapi tantangan-tantangan
yang tertera di atas jelas merupakan langkah maju untuk menebar harapan untuk meraih
masa depan bangsa dan juga umat Islam. Penebaran ide ini pasti membutuhkan
kekayaan informasi yang didapatkan dari sumber-sumber terpercaya yakni melalui
membaca. Tegasnya langkah menebar ide berkemajuan ini berarti menstimulus
gerakan intelektual. Kita bersama tahu bahwa gerakan intelektual merupakan
nafas bagi kekayaan umat Islam di masa lampau dan juga masyarakat Barat dengan
gerakan renaissance-nya.
Kaum muda Muhammadiyah dengan berbagai
wadah yang dimiliki seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), Pemuda Muhammadiyah (PM), dan Nasyi'atul 'Aisyiyah (NA) dapat
memulai gerakan ini secara masif. Orientasi yang diharapkan selain memunculkan mindset berfikir berkemajuan di kalangan
kaum muda Muhammadiyah juga sebagai upaya untuk mensyiarkan pentingnya ilmu
pengetahuan dalam membentuk peradaban suatu bangsa dan umat. Kaum muda
Muhammadiyah yang sudah terbiasa dengan jejaring sosial dapat memanfaatkannya
untuk menebarkan ide-ide konstruktif tersebut. Bayangan saya jika gerakan ini
dapat terlaksana, akan dapat menggantikan konten-konten destruktif dalam
jejaring sosial seperti berita hoax, debat kontraproduktif, saling cela dan
caci-maki, dan segala jenis hal-hal negatif yang dihasilkan dari jejaring
sosial lainnya. Tentunya langkah/gerakan ini harus dilakukan dengan cara-cara
yang bijak pula. Mengutip ayat Al-Qur'an " Ajaklah
manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik."
(QS. An-Nahl : 125).
Gerakan intelektualisme yang dilakukan
kaum muda Muhammadiyah menjadi pelengkap peranan Muhammadiyah dalam upaya
mencerahkan dan mencerdaskan bangsa dan umat melalui pendirian berbagai lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi
(PT). Selain itu, gerakan tersebut sebagai upaya Muhammadiyah entaskan
masalah-masalah sosial yang terjadi di kalangan muda seperti narkoba,
pornografi, free sex, dan sebagainya.[3]
Muktamar
Sebagai Momen Ijtihad
Beberapa bulan yang lalu saya ditelpon
teman saya sesama alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta terkait
dengan rencananya membuat portal intelektual dari alumni almamater (kunjungi http://anakpanahinstitute.org/). Lalu
beberapa bulan setelah pembicaraan sekitar setengah jam tersebut, teman saya
merilis website dengan aneka tulisan dari alumni almamater mulai dari generasi
tua sampai dari generasi muda yang baru beberapa tahun lulus. Dalam portal
tersebut, tulisan-tulisan yang ada bervariasi mulai seputar keislaman,
kemuhammadiyahan, kemanusiaan, sampai kebangsaan. Gerakan intelektual yang
diinisiasi teman saya tersebut akan berlanjut di momen temu alumni di Muktamar
Makassar Agustus nanti. Rencananya portal ini akan di-launching berbarengan dengan reuni akbar almamater.
Logo Muktamar 47 Makassar ( sumber http://muktamar47.muhammadiyah.or.id/) |
Saya kira gerakan yang diinisiasi oleh
teman saya tersebut merupakan langkah maju untuk tumbuhkan jiwa intelektual
yang saat ini mulai terkikis di generasi muda kita. Gerakan tersebut mendapat
sambutan yang baik dari kalangan alumni. Dampak positifnya cukup membuat momen
reuni alumni almamater tidak sekedar ajang saling sapa antargenerasi melainkan
sebagai ajang/momen untuk saling bertukar fikiran dan gagasan. Melalui
pertukaran gagasan ini akan muncul solusi dari stagnasi permasalahan umat yang
sukar untuk ditemukan jalan keluarnya. Konkretnya di grup WhatsApp alumni
Mu'allimin angkatan saya saat ini tak sekedar ajang untuk menyampaikan keadaan
masa perantauan, nostalgia masa sekolah, undangan nikahan, dan sebagainya
melainkan juga sebagai wahana sharing
ide terkait berbagai masalah sosial, kebangsaan, dan keagamaan. Kedepan, saya
yakin jika gerakan intelektual anak panah tersebut tetap berjalan akan
menimbulkan kekritisan di kalangan alumni almamater saya dan secara tidak
langsung akan berpengaruh dalam masyarakat luas.
[1] Uruqul
Nadhif Dzakiy adalah alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta
angkatan 2009 yang sekarang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Institut
Teknologi Bandung.
[2] "Saya
khawatir bahwa suatu hari teknologi akan melampaui interaksi antarmanusia. Jika
itu kejadian, dunia akan memiliki generasi idiot"- Albert Einstein
[3] Baca "Jalan
Terjal Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka" dalam http://issuu.com/uruqulnadhifdzakiy/docs/buku_jalan_terjal_menuju_100_tahun_/3?e=14181771/9938935
0 komentar:
Post a Comment