Acuan moral dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara tak ada lagi. Seorang dengan sangat mudah mengubah
karakter individunya setiap saat. Sekarang menjadi bapak yang baik, besoknya
lagi menyelingkuhi isteri orang, besoknya kemudian menjadi ustadz, dan sebagainya.
Dalam interaksi di dunia maya seorang juga sangat mudah men-share sesuatu tanpa dimengerti terlebih
dahulu apa maksudnya, begitu pula posting.
Ini menandakan pijakan yang digunakan dalam kehidupan sudah bias, walaupun di
KTP Ia jelas beragama tertentu. Orang-orang tanpa pijakan ini ibarat bunglon
yang terombang-ambing oleh citra. Kita sudah
familier dengan kata "pencitraan" yang menandakan setiap
tindakan sesuatu adalah topeng saja berupa aktivitas imajiner yang hanya luarnya
terlihat bagus.
Indikasi tergerusnya moral
anak bangsa salah satu sebabnya adalah akibat agama tak lagi dijadikan sandaran
hidup. Biarpun di zaman sekarang kebebasan seakan tak ada yang menghalangi
namun pemahaman terkait itu justru semakin menurun. Agama sekedar menjadi
ritualitas tak lebih. Hal-hal yang menjadi landasan moral akhirnya adalah suatu
kerak berupa pencitraan. Pencitraan ini diulang terus sampai pada akhirnya
orang-orang awam mengikutinya dan menganggap sebagai moral. Pencitraan ini
sendiri dilakukan oleh orang-orang yang punya nama alias tokoh. Kita tahu
bersama di negara kita ketokohan menjadi suatu role model. Seorang awam memilih X karena tokoh A sedangkan tokoh A
sendiri memiliki moralitas yang
berubah-ubah karena ia bersandar pada pencitraan. Orang awam di negara kita
banyakan meniru/mencontoh hal/orang yang terlihat oleh mata telanjang. Mengimajinasikan
Nabi yang hidup sekian ribu tahun lalu dianggap sangat susah. Sosok Nabi hanya
muncul saat ucapan sholawat yang memuat namanya.
Merosotnya pegangan dalam
hidup menciptakan kemrosotan dalam moral yang berujung pada biasnya aktivitas
dalam hidup. Hidup hanya sekedar dijalankan dengan aktivitas-aktivitas rutin
seperti makan, istirahat, kerja, dan sebagainya, namun secara hakikat
sebenarnya kering tanpa nilai. Mengisi otak dengan pengetahuan-pengetahuan baru
untuk meningkatkan kapasitas diri seolah menjadi pekerjaan sia-sia. Lantas jika
demikian, apa bedanya manusia dengan binatang ?
0 komentar:
Post a Comment