Hari
ini tepat 71 tahun yang lalu Indonesia resmi sebagai negara yang merdeka. Ini
artinya sejak 17 Agustus 1945, negara ini memiliki hak penuh untuk mengurus
segala hal yang berkaitan dengan kepentingannya. Mulai sejak itu, para pejuang
kemerdekaan yang masih hidup bisa bernafas lega karena pemikiran mereka dapat
diaktualisasikan dalam tindakan nyata. Bung Karno tak lama setelah proklamasi
kemerdekaan, didaulat sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama. Banyak
kebijakan pembangunan yang dicetuskan Bung Karno, salah satunya adalah melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Berdirinya Universitas
Gadjah Mada (UGM) pada 1949, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1959, dan
Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1963 adalah bukti keseriusan Bung Karno
kembangkan Iptek.
Di
tahap awal membangun ini, pengembangan Iptek berjalan kurang begitu mulus
karena ketidakstabilan politik Indonesia saat itu. Biarpun demikian, pada masa
Bung Karno kita dapati banyak sekali ilmuwan dan teknolog yang memiliki
dedikasi tinggi untuk pengembangan Iptek. Sebut saja contohnya Semaun
Samandikun yang gigih kembangkan semikonduktor pasca studi dari Stanford
University. Kiprah dan semangat Semaun kini dilanjutkan oleh murid-muridnya di
ITB Bandung. Panggung politik yang membesarkan nama Bung Karno juga ternyata
melengserkannya di kemudian hari. Bung Karno digantikan oleh Jenderal Soeharto
dan di masa itu dikenal new order
(orde Baru).
Pada
masa kepemimpinan Jenderal Soeharto, orientasi kebijakan nasional di arahkan ke
pembangunan ekonomi. Di masa ini, iptek seolah tidak bergairah. Jika ada
intelektual yang dikenal public umumnya mereka berlatar belakang ilmu ekonomi
dan humaniora yang terjun menjadi birokrat. Sebagai contoh Sumitro
Djojohadikusumo. Beliau dikenal luas sebagai Begawan ekonomi Indonesia di masa
Orde Baru. Berbagai posisi penting di Kabinet pernah direngkuhnya seperti
Menteri Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan bahkan Menteri
Negara Riset. Baru pada Pembangunan Lima Tahun (Pelita) VI (1994-1999), Iptek
mulai diseriusi oleh Presiden Soeharto dimana diharapkan Indonesia masuk tahap
lepas landas. Iptek digarap secara serius dengan menempatkan BJ. Habibie
sebagai orang kepercayaan. Pada masa ini, berbagai industri strategis telah
berdiri seperti IPTN, PT Inti, PT Pindad, PT PAL, dan masih banyak yang
lainnya. Momen sebagai penanda keseriusan Orde Baru kembangkan teknologi pada
masa ini adalah terbangnya pesawat buatan anak negeri, N250 Gatot Kaca, pada 10
Agustus 1995. Tanggal itu akhirnya ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan
Teknologi Nasional (Harteknas).
Orde
baru runtuh pada 1998 dan di saat itu pula Iptek juga turut mundur. Beberapa
industri strategis seperti IPTN (PT Dirgantara Indonesia) harus gulung tikar.
Indonesia memasuki babak baru pembangunan. Terpilihnya BJ Habibie di masa
reformasi tidak mampu mengangkat Iptek sebagai spirit kemajuan bangsa. Karena
Indonesia ditempa krisis yang mahahebat, beliau memilih untuk memulihkannya.
Stabilitas politik dan ekonomi menjadi kefokusan di periode sekitar dua tahun
menjabat. Setelah itu berturut-turut kepala negara dijabat oleh Abdurrahman
Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan kini Joko Widodo.
Di masa itu, Iptek tetap tidak disentuh secara serius. Pembangunan hanya
difokuskan pada tataran ekonomi, sama dengan Orde Baru di masa-masa awal. Pada
masa sekarang memang kita dapati banyak sekali anak negeri yang ahli di bidang
tertentu. Reputasinya bahkan diakui secara internasional, namun ternyata di
Indonesia mereka tidak terpakai. Sementara itu, kampus-kampus milik Pemerintah
seolah kehilangan orientasi. Petinggi Lembaga Pendidikan ini umumnya hanya
disibukkan dengan sesuatu yang sifatnya administratif saja. Jika ada civitas
akademika yang memiliki dedikasi tinggi akan ilmu pengetahuan, tak ada panggung
dan pentas tambahan melainkan hanya ucapan “Terima Kasih” yang didapat.
Dunia
bergerak sangat dinamis, termasuk pula perkembangan Iptek. Namun, itu tidak
disikapi serius oleh Pemerintah dengan penyiapan sumber daya manusia yang
berkeahlian spesifik. Di saat sekarang memang digelontorkan kemudahan akses
pendidikan dengan aneka beasiswa bahkan sampai S3, namun itu belum mampu mendongkrak
pemanfaatan Iptek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak sekali anak
bangsa yang merantau ke Luar Negeri belajar aneka ilmu pengetahuan, namun
setelah pulang ke Indonesia tak ada tempat yang mampu menampung mereka. Jikapun
ada, mereka harus berkorban karena justru di sini yang diurusi umumnya masalah
administratif yang justru kontraproduktif. Ini adalah pertanda bahwa Iptek sampai
saat ini dipersepsikan tidak sebagai pilar utama dari pembangunan. Akhirnya,
semoga dengan turutnya kita memperingati kemerdekaan Republik ke-71 pada hari
ini, kita bisa merenungkan itu semua.
0 komentar:
Post a Comment