Thursday, September 29, 2016

[MOMEN] Belajar Kehidupan dari Prau (2565 mdpl)

Berfoto bersama satu tim pendakian di Puncak Prau (dok. @made_adyatmika )
Selepas menghadiri akad dan resepsi salah satu teman saya, Hasti Asfarina, di Wonosobo pada sabtu (24/9), saya berserta tiga orang teman ; Ugun, Sofi, dan Made menuju kawasan pegunungan Prau di Dieng Wonosobo. Kami berangkat dari guest house pernikahan Hasti sekitar jam 15.00 WIB kemudian menuju jalan raya untuk naik angkot ke arah Dieng Wonosobo. Perjalanan dari Argopeni ke Dieng memakan waktu kurang lebih 2 jam. Sepanjang perjalanan, hujan cukup deras turun dari langit.

Kami akhirnya tiba di pos pendakian ke Gunung Prau di Patak Banteng. Di sana, kami lakukan registrasi dan packing. Setelah barang-barang terkemas di carier dan daypack, kami keluar pos lakukan pemanasan dan berdoa. Selanjutnya memulai tracking menuju puncak Prau. Kami mendaki sekitar pukul 17.45 WIB dan di saat itu langit mendung dan suara azan maghrib bersautan. Hujan belum turun namun kami memakai rain coat untuk bejaga-jaga.

Menuju pos-1, kami melewati tangga beton yang juga merupakan jalan rumah warga sekitar. Kemudian melewati jalan berbatu kali yang tersusun rapi. Kami melihat hamparan kebun yang segar khas di daerah pegunungan. Tiba di pos-1, Ugun menyerahkan karcis registrasi dan di sana dicek oleh tiga orang petugas. Setelah clear, kami melanjutkan pendakian menuju pos-2. Jalan menanjak dengan anak tangga dari tanah yang dibatasi dengan pagar bambu dan juga kabel tebal sebagai pegangan para pendaki. Di sepanjang track kami dapati banyak warung yang menjajakan aneka makanan seperti gorengan, snack, minuman, dan juga tempat peminjaman alat pendakian seperti sleeping bag. Kami saat mampir di salah satu warung hanya numpang duduk saja.

Sebelum melewati pos-3, hujan mulai turun dengan deras. Kami melewati tanjakan yang cukup licin yang menerobos hutan yang tidak cukup lebat. Setelah melewati pos-3, kami melewati track tercuram. Kami harus jeli menancapkan alas kaki pada serabut akar yang kasar agar tidak terpeleset. Pada waktu itu saya sendiri tidak membawa alat penerangan seperti senter atau headlamp. Saya mengandalkan cahaya dari headlamp yang dibawa Sofi dan juga bergantian alat penerangan seperi saat saya memakai senter handphone tahan air punya Ugun dan juga headlamp milik Sofi. Bisa dikatakan perjalanan melewati tanjakan demi tanjakan untuk menuju puncak Prau sukses. Total waktu yang kami habiskan sepanjang perjalanan kurang lebih 2 jam 15 menit.

Tiba di puncak Prau, kami mendirikan tenda. Saat itu hujan masih turun namun tidak cukup deras. Ada dua tenda yang kami bangun ; tenda untuk 3 orang (Ugun, Made, dan saya), dan tenda khusus Sofi. Pendirian tenda tidak mengalami kendala, kecuali ada kendala kecil saat mendirikan tenda kapasitas satu orang untuk Sofi. Tenda ini bentuknya unik seperti prisma segi enam dengan tinggi yang tidak rata. Setelah tenda terbangun, kami makan malam bersama, kemudian lakukan sholat Isya, dan tidur. Tidur saya pada malam itu bisa dikatakan kurang begitu nyenyak. Sleeping bag bagian kaki saya basah. Ternyata biarpun sleeping bag sudah saya balut dengan plastik, nyatanya air tetap bisa tembus. Saya tebangun berkali-kali dan sempat mengubah posisi tidur.

Belajar Kehidupan

Esok harinya (25/9) sekitar jam 04.45 WIB, saya bangun. Ugun dan Made duluan duduk tegap. Tak lama setelah itu saya lakukan sholat subuh dan keluar tenda untuk menyaksikan pemandangan matahari terbit (sunrise). Kami menuju suatu lapang luas di kawasan puncak Prau. Di sana ratusan orang berkumpul. Menurut petugas di Pos-1, pengunjung Prau di akhir pekan ini menurun tajam hanya 200-an orang. Biasanya 1000-an orang. Biarpun demikian tetap saja terlihat ramai. Kami mengambil gambar mulai foto personal, selfie, sampai wefie. Tak ketinggalan, beberapa dari kami juga ambil video. Dari puncak Prau kami dapat melihat pemandangan berjejaran tujuh gunung ; Ungaran, Slamet, Lawu, Merbabu, Merapi, Sumbing, dan Sindoro. Sembari ambil gambar dan menikmati udara segar pagi, kami menyaksikan matahari terbit.
Pemandangan dari Puncak Prau, saya bisa lihat 7 puncak gunung di sekitaran gunung ini (dok. @shaffiati)
Setelah puas melihat pemandangan puncak Prau di pagi yang sejuk, kami menuju tenda dan bersiap untuk membuat sarapan pagi. Kami memanaskan air terlebih dahulu untuk membuat kopi dan energen. Bagi saya, menyeruput kopi pada pagi hari di gunung adalah suatu kenikmatan. Suasana gunung yang alami dan sejuk ditambah perjuangan menuju lokasi camp adalah poin plus kenikmatan menyeruput segelas kopi. Sembari menunggu tanaknya nasi, kami pun ngobrol-ngobrol. Topiknya random, ngalor-ngidul, namun ini justru poinnya. Saya mendengarkan paparan cerita salah satu teman saya yang telah berpengalaman menjalin hubungan cinta selama lebih dari 2 tahun. Setiap detail yang terucap dari mulutnya, saya refleksikan dalam pengalaman yang pernah saya lampaui. Melalui mengobrol, saya mendapatkan ilmu tentang kehidupan dan ini yang membuat saya rindu untuk kembali menjejakan kaki ke gunung-gunung lainnya.

Sekitar jam 9.30 WIB, kami turun menuju pos registrasi dengan melewati track yang sama dengan saat mendaki. Dari pos-4 ke pos-3 kami harus bersabar karena banyaknya pendaki yang turun juga. Lebar track yang tidak terlalu luas menjadikan antrean menjadi panjang. Biarpun begitu, kami lewati dengan lancar. Kami tidak pernah berhenti untuk sekedar istirahat. Saat itu cuaca cerah. Saya hanya memakai bawahan rain coat untuk melapisi celana pendek yang saya kenakan. Sementara di bagian atasan, saya hanya memakai kaos oblong. Perjalanan turun memakan waktu kurang lebih 1, 5 jam. Dalam perjalanan turun, ada satu istilah yang muncul dari salah satu dari kami “air kehangatan”. Istilah ini menjadi pelengkap istilah “puncak kenikmatan” yang dipopulerkan oleh Ucup (anggota AKS) :p

Tetiba di pos registrasi, kami istirahat, mandi air hangat, membeli oleh-oleh ‘carica’, makan siang, packing, dan sekitar jam 15.00 WIB kurang menuju terminal Wonosobo untuk melakukan perjalanan panjang menuju Bandung. Sembari menunggu keberangkatan bus Sinar Jaya, kami bertemu Ita (anggota AKS) yang juga akan menuju ke Bandung dengan bus yang sama.  Bus berangkat sekitar pukul 18.00 WIB dari terminal. Akhirnya,  Sayonara Prau, Sayonara Wonosobo…

Bandung, 26 September 2016

0 komentar: