Untuk
pertama kalinya saya ke Jakarta hanya mampir beberapa jam. Jumat malam (10/11)
sekitar jam 22 kurang saya sudah riweuh untuk siap-siap kejar tiket jam 22.30
ke Gambir. Walhasil jam 22.15 saya baru dapat Gojek. Saat itu hujan gerimis,
saya katakan ke Mang Gojeknya "Tidak usah pakai jas hujan". Sampai di
perempatan Pasoepati Dago, saya buka hape dan jam nunjukin pukul 22.20. Saat
itu biar dah malam dan gerimis, Bandung tetap lumayan macet. "Sial kata
saya". Sesampai di stasiun, saya langsung lari dan cetak boarding pass.
Setelah itu langsung menuju Argo Parahyangan yang mau berangkat. Saking
hectic-nya satpam yang bertugas ngecek tiket cuma minta tiket terus di-scan,
identitas tidak diminta. Saya berhasil masuk bordes gerbong kelas eksekutif
"Alhamdulillah". Saya kemudian berjalan menuju Ekonomi-1 melewati
beberapa kelas.
Setiba
di tempat duduk, saya langsung ambil masker di kantong celana belakang dan
langsung pakai. Tak lama saya berposisi tidur. Saya benar-benar kecapean hari
itu. Pas bangun kalo tidak salah kereta sudah sampai Jatinegara, beberapa menit
lagu akan sampai Gambir. Kereta sampai Gambir telat beberapa menit, setibanya
di sana saya nongkrong di CFC untuk nunggu kereta dari Surabaya yg anter adik.
Di CFC saya hanya pesen teh anget dan kemudian ngeleptop untuk bikin outline
presentasi dan baca e-book di kindle. Kereta Sembrani yg bawa adik ternyata
telat hampir sejam. Harusnya jam 4.15 sampai, nyatanya kereta sampai sekitar
jam 5. Tak lama setelah datang, sholat subuh dan menuju ke stasiun Gondangdia
sengaja Go-Car. Ternyata kartu KRL saya dah expired dan terpaksa beli lagi, 1
untuk saya dan 1 untuk adik. Harganya @13 ribu dg 10 ribu sbg jaminan.
Kami
naik eskalator menuju jalur kereta ke Depok. Ternyata jadwal keberangkatan KRL
ke Depok beda dg yg ada di Gmap. Perjalanan ke stasiun UI habiskan waktu
sekitar 45 menit. Di perjalanan ngobrol panjang dg adik yg mau tes masuk S2 di
UI. Di gerbong kereta ramai dengan orang padahal hari libur, di stasiun UI pun
juga. Nampaknya ada agenda kampus di sabtu itu. Lalu lalang mobil motor jadikan
kami sulit untuk sekedar menyeberang jalan. Sembari nunggu jemputan dari teman
adik, kami coba puter sekitar kampus untuk cari sarapan tapi sayang tak kunjung
dapat. Lebih dari sejam nunggu, ternyata motor temen adik mogok dan pesenlah
Go-Jek.
Berfoto bersama adik di depan Stasiun UI |
Kami harus menuju ke bundaran FH untuk sekedar nyamperin driver Go-Jek. Hal itu dikarenakan pas tepat di depan stasiun berjejer ojek pangkalan. Setibanya driver, saya harus berpisah dengan adik. Besok dia harus jalani tes tulis. Segera setelah itu saya menuju stasiun dan coba masuk tapi gagal. Saldo kartu saya habis, "Sial", kata saya dalam hati. Terpaksa saya harus ngantri di mesin pengisi saldo kartu. Bentuk mesin seperti finding machine untuk minuman, harus memencet beberapa menu di screen dan masukin uang kertas. Praktis ini memakan waktu 1 menitan tiap orang. Saya yang harus kejar waktu terpaksa harus bersabar nunggu antrian. Karena baru pertama pakai, saya minta petugas untuk bantu. Jam sudah tunjukkan jam 8 lebih, saya bergegas masuk stasiun dan segera menuju jalur 2 untuk menuju Jakarta kota.
Di
kereta saya tidak bisa lepas dari Gmap dan Go-Jek. Saya yang awalnya mau turun
di Gondangdia setelah itung-itung harus turun di Manggarai. Stasiun demi
stasiun dibacakan oleh mesin speaker kereta, saya harus ancang-ancang untuk
pesen Go-Jek. Kereta sampai stasiun Tebet dan segera saya pencet
"Order" di apps Go-Jek. Tak lama saya langsung dapet driver dan hape
saya berdering ditelpon ama driver tersebut. Saya katakan ketemu di depan
stasiun dg saya pakai jaket merah. Dia tidak tahu bahwa saya masih di dalam
kereta. Setibanya di Gondangdia saya langsung menuju pintu keluar dan kontak
driver untuk dijemput di depan kantor polisi tepat di depan stasiun. Tak lama
driver nyamperin dan ada insiden kecil. Ternyata daerah itu merupakan area ojek
pangkalan, mereka (para ojek pangkalan) marah-marah ke driver. Ini adalah
pengalaman pertama saya di stasiun Manggarai jadi saya tidak tahu bakal ada
kondisi seperti itu sebelumnya.
Saya
naek Go-Jek dengan deg-degan karena harus kejar kereta. Dari Manggarai sampai
stasiun senen ternyata lumayan jauh, terjebak macet pula di perempatan.
Sesampainya di Senen, saya lihat hape dan menunjukkan jam 9.10, 5 menit lagi
kereta akan berangkat. Saya tanya orang setibanya di sini di mana letak mesin
pencetak boarding pass. Dengan hectic, saya buka Gmail dan ketik kode booking.
Tiket tercetak dan saya menuju pintu masuk stasiun setelah bertanya orang.
Satpam katakan "Saluyu-Saluyu", saya dengan tergopoh-gopoh "Saya
Pak". Biar waktu tinggal beberapa menit saya, petugas kereta meminta ID
saya. Setelah beres, saya menuju gerbong kereta. "Alhamdulillah",
kata saya dalam hati. Di kereta, orang-orangnya asikeun jadi saya banyak
ngobrol.
Kereta
datang di Kiaracondong telat tapi tidak banyak. Segera setelah tiba saya sholat
terus ganti baju dengan batik. Setelah siap, saya segera order Go-Jek untuk
anter ke Puri Cipaganti hadiri nikahan Mas Ojan, teman di MSP. Sepanjang jalan
macet parah, untungnya mamang Go-Jek bisa pilih jalan. Itupun tetap saja makan
waktu lebih dari setengah jam. Walhasil saya sampai di lokasi pernikahan mas
Ojan sekitar jam 14 .15 alias telat. Untungnya mas Ojan masih ada di lokasi,
segera setelah itu saya sampaikan ucapan selamat dan mohon maaf telat datang.
Saat itu aksesoris pernikahan sedang diambili oleh EO, namun untungnya ada mas
Taufik, Brili, dan Opik (ketiganya ITB 08) yang masih stay di sana. Jadi ada
temen ngobrol.
0 komentar:
Post a Comment