Niatnya mau kerjakan
paper sore itu (22/12), tapi apa daya Jogja tetap sebagai tempat liburan
melepas penat dari kesibukan di Bandung. Jumat siang pasca Jumatan, saya
bergegas dari Grand Aston menuju sebuah hostel baru di daerah tak jauh dari
Malioboro untuk memindahkan barang. Ternyata di hostel ini saya orang kedua
yang masuk tempat ini. Segera setelah masukkan barang di loker, saya ganti baju
dan keluar. Targetan pertama adalah ke Gudeng Yu Jum yang legendaris di daerah
dekat alun-alun utara. Saya penasaran sekali dengan gudeg ini karena banyak
orang yang ngomongin dan saya sekalipun belum pernah mencoba. Setelah perut
keisi, dengan diantar mas Gojek, saya menuju Ambarrukmo Plaza di daerah jalan
Solo untuk nonton melepas penat. Ragu antara mau monton Jumanji atau Ayat-Ayat
Cinta (AAC) 2. Akhirnya saya putuskan untuk nonton AAC 2 dan saya kala
itu sendiri, “Biarin !”.
Aku coba ingat-ingat apa
ending di AAC 1, "lupa, sial !". Di awal film, Aisha berada di daerah
konflik Gaza Palestina dengan bombardir bom dari tentara Israel. Aisha jatuh
dan alur film pun berpindah ke daerah damai di Inggris Raya. Di sana ada sosok
Fahri (yang diperankan oleh Fedi Nuril) yang sedang introduksi mengajar di
Edinburg University, kala itu ia masih sebatas dosen pengganti. Biarpun
demikian, bukan Fahri kalo tidak membuat wanita jatuh hati. Banyak mahasiswinya
dibuat kagum satu per satu. Kata kunci Fahri saat itu : ganteng dan pintar. Di
luar kelas, Fahri hidup di lingkungan yang sangat hetegoren di mana di sana
penduduknya beda latar belakang agama dan kehidupan : ada Yahudi tulen, wanita
pemabuk, dan sosok muda yang tuna karya. Sebagian besar mereka benci Fahri
karena dipandang seorang muslim teroris. Intimidasi pada Fahri sering diberikan
seperti mobilnya yang beberapa kali kena vandalisme. Tapi itu disikapinya
dengan lapang dada, bahkan Fahri tak canggung untuk menawarkan bantuan pada
tetangga-tetangganya itu.
Suatu ketika, saat Fahri
duduk-duduk di taman kota, ada wanita cadaran-pengemis yang sedang diburu oleh
polisi. Fahri pun menyelamatkan wanita itu dan ditampung di rumahnya dan
kemudian dijadikan pembantu rumah tangga. Latar belakang wanita tidak satupun
dari satu rumah ini yang tahu kecuali satu orang tetangganya yang seorang Yahudi.
Aktivitas Fahri yang padat yaitu sebagai dosen dan juga pengusaha (Fahri punya
minimarket di pusat kota) tidak membuatnya terlarut dalam pekerjaan saja namun
Ia tetap membantu orang-orang yang membutuhkan, dan ini Ia lakukan secara
totalitas. Satu demi satu wanita menghampiri Fahri dengan memberikan hadiah,
makanan, bantuan, atau perasaan sukanya padanya secara langsung dengan
kode-kode khas. Semua wanita yang mendekat pada Fahri cantik semua, tak ada
yang cacat. Satu wanita yang hampir tidak pernah absen dalam kehidupan Fahri
adalah Hulya, sepupu Aisha istri Fahri yang hilang entah kemana pasca konflik
Gaza.
Ending yang Indah
Hulya (yang diperankan
Tjajana Saphira) ini cantiknya kebangetan dibandingkan dengan Aisha (Dewi
Sandra). Namun film ini jelas sudah diset untuk Fahri hidup dengan Aisha
kembali. Mungkin karena keseringan ketemu, Fahri pun menaruh tanggung jawabnya
pada Hulya dan segeralah mereka menikah. Fahri setelah diingatkan sahabatnya
Misbah (Arie Untung) untuk segera move on. Pasca menikah mereka hidup bahagia
dan tak lama mereka akan mendapatkan seorang anak lelaki.
Di sebuah POM bensin,
saat Hulya dan Sabina (nama samara Aisha di film) mau ke toilet, mereka ketemu
dengan Bahadur, seorang penjahat yang pernah ditemui Aisha di Mesir. Jika tidak
salah Bahadur ini yang pernah menyiksa Maria yang dibela sama Aisha. Aisha
sontak menyebut “Bahadur !”, penjahat ini kemudian memelototin Aisha dan segera
mengeluarkan pisau dari celananya. Terjadilah perkelahian yang tidak seimbang.
Pisau Bahadur mengenai perut Hulya yang hamil tua, pendarahan hebat pun
terjadi. Perkelahian selesai pasca polisi mendor Bahadur.
Dalam perjalanan menuju
Ruang Gawat Darurat rumah sakit, Hulya menyebut Sabina dengan panggilan Aisha.
Sontak Fahri jadi kaget. Setelah Hulya masuk di ruangan operasi, Sabina dan
Fahri tatap-tatapan dan mereka saling sedih dan marah, campuraduk. Tapi
endingnya mereka pelukan. Singkat kata, Hulya meninggal dunia namun tidak
dengan anaknya. Diam-diam Hulya berwasiat pada Aisha. Segera setelah meninggal
wajah cantik Hulya dipindah ke wajah Sabina yang cacat. Sabina pun utuh menjadi
seorang Aisha-Hulya sekaligus. Endingnya, Fahri dan Sabina hidup bahagia dengan
satu anak. Gambaran ini setidaknya yang terlihat secara zahir, secara batin
saya tidak tahu soalnya tidak mungkin Sabina akan punya anak dari Fahri karena
kelaminnya telah dirusaknya saat akan diperkosa oleh oknum tentara Israel.
Hikmah
Saya pernah menuliskan
review film ini secara singkat di blog saya satunya. Saya katakan di sana bahwa
menjadi sosok Fahri bisa dikatakan mustahil. Namun saya katakan di sini
bukannya tidak mungkin. Dalam teori kehidupan, peluang sekecil mungkin adalah
kemungkinan (possibility). Pelajaran yang mungkin diambil adalah menjadi sosok
yang cukup secara keilmuan dan amal itu penting. Belajar segiat mungkin
sehingga kita mendapatkan ilmu yang luas dan kemudian mengamalkannya dalam
kehidupan. Ada satu pepatah arab mengatakan “Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa
buah”. Menjadi Fahri itu bukan tujuan, tapi menjadi diri yang terus belajar
adalah hakikat sempurna dari seorang manusia.
2 komentar:
Qul, ini emang sengaja spoiler dikit-dikit, atau aku aja yang ga ngerti baca review kamu...haha
hahaha, aku sengaja kasi spoiler. Aku nulisnya tanpa berpikir panjang, bahasanya agak kacau :p
Post a Comment