"Pernahkah kalian merasa tidak enak menyapa orang padahal pernah kenal ?"
Seolah sederhana menyampaikan sapaan ke orang yang pernah kita kenal sebelumnya. Tapi di realitanya tidak sesederhana itu. Ada banyak alasan mengapa kita kok tidak jadi nyapa. Misalkan karena lupa nama atau bukan teman dekat atau malu. Idealnya sapaan awal dengan menyebut nama orang yang kita sapa. Tapi seringkali kita lupa misal baru sekali interaksi atau lama banget tidak ketemu atau kita sedang banyak pikiran sehingga harus buka list kontak di hape siapa nama orang yang kita temui barusan. Dari pada manggil "Hei" terus dikacangin mendingan tidak panggil nama sekalian dan pura-pura kita tidak tahu.
Alasan kedua karena orang yang kira sapa bukan teman dekat. Seiring bertambahnya usia banyak dari kita justru pergaulannya terbatas, misal dalam lingkup tempat kerja saja. Apalagi saat itu kerjaan semakin padat, interaksi harian kita banyakan oleh rekan sesama kerjaan. Grup-grup WA dan mikro blogging lain dari teman lama sepi, dipenuhi orang itu-itu saja dengan bahasan yang tidak nyantai. Karena sebagian besar waktu kita habis dengan interaksi dengan teman kantor, kita pun jarang ketemu dengan teman lama. Suatu kita tak sengaja ketemu dengan teman lama yang tentunya tidak dekat-dekat amat, kita memilih menghindar. Dari pada ngobrolin kerjaan yang mungkin kita tidak seberuntung dia dalam mendapatkan pekerjaan, lebih baik woles sambil dengerin musik dari hape atau scroll news feed medsos biar seolah-olah tidak pernah melihat.
Ketiga adalah malu. Misalkan ketemu dengan dosen atau orang yang kita segani atau cewek yang pernah kita tembak dan gagal. Pikiran kita sudah menjustifikasi dulu, "anggap aja tidak ketemu orang itu". Ini kejadian bisa karena kita pernah berpengalaman buruk dengan dia, misalkan dosen ini pernah ngingetin kita pas kita salah, jadinya malu jika dia ingetin masa lalu kita dulu. Atau kita kecewa dengan orang itu karena pernah menggoreskan sejarah "buruk" dalam hidup kita. Kita buat alasan-alasan yang dibuat-dibuat. Akibatnya kita terperangkap pada kehidupan sempit, dengan lingkaran di mana kita ada saat ini misalkan lingkungan kerja seperti yang telah saya singgung di muka.
Interaksi sebagai Fitrah
Banyak dalil yang mengatakan bahwa silaturrahmi itu memperpanjang rizki. Kemudian orang bisnis beberapa mengatakan networking bisa membuat bisnis tambah besar. Itu tidak salah, beda perspektif saja. Bagi saya interaksi antar sesama (human interaction) adalah satu hal yang alamiah. Jadi menyapa orang terlebih yang pernah kita kenal adalah satu fitrah manusia, maka dalam perspektif ini jadi aneh orang yang tidak melakukan hal ini. Banyak saat ini orang mengkapitalisasi hubungan, orang mau interaksi karena ada benefit material. Mungkin mereka dipengaruhi pandangan bisnis seperti halnya facebook. Media sosial ini mampu mendapatkan keuntungan finansial dari hubungan pertemanan di platform yang ia kembangkan. Jika dikaitkan dengan perspektif yang saya angkat, tentunya ini tidak sesuai.
Nah, bagaimana dengan kita yang sudah cukup terbiasa dengan tidak enakan menyapa karena tiga alasan yang saya sebut di muka ?. Jika kita tahu hal itu tidak mengenakkan diri kita, berarti kita sudah sadar bahwa sikap kita itu tidak tepat. Maka satu-satunya cara untuk keluar dari perasaan ini adalah dengan melatih diri untuk menyapa orang khususnya orang yang pernah kita kenal, baik yang dekat atau jauh. Mungkin kita akan dikacangin, punya perasaan bersalah, atau malu berat. Tapi jika kita punya niatan kuat, kita pasti akan menganggap itu biasa. Oleh kerenanya kita butuh banyak latihan dan latihan. Kita akan berteman dengan banyak orang, bagaimanapun latar belakangnya. Kita tidak akan punya lawan, bagi kita satu-satunya lawan/musuh adalah diri kita, ego kita yang besar.
*) Gambar diambil dari kaskus.co.id
0 komentar:
Post a Comment