PPID ITB (WRAAK) menerima penghargaan dari Komisi Informasi |
Tidak terasa ternyata saya sudah lebih dari 1.5 tahun bekerja untuk PPID ITB. Awalnya saya tidak merencanakan untuk bekerja di sana selama ini. Awalnya saya pengen fokus riset untuk persiapan S3 saya, namun ternyata realitanya secara paralel saya lakukan, bekerja untuk PPID dan juga meriset di SBM. Di tahun pertama saya berasa berat soalnya di kedua pekerjaan tersebut saya adalah orang intinya. Tapi di tahun kedua, saya merasa biasa saja. Dua hal ini bisa saya lakukan dengan optimal. Target responden untuk 2 riset terpenuhi dengan masing-masing sekitar 130an dosen. Di tulisan ini saya tidak akan berbicara terkait pengalaman riset, saya akan menceritakan pengalaman saya di PPID.
Merencanakan Rencana
PPID adalah barang baru buat saya, namun tidak baru-baru amat karena pas S2 saya pernah ikut kelas Sekolah Politik Anggaran (Sepola) di FE Unpad. Salah satu misi dari sekolah ini adalah agar kami-kami kritis akan informasi publik yang seharusnya disediakan oleh badan publik. Pernah suatu ketika kita diminta untuk meminta data ke Pemkot Bandung, panjang juga prosesnya. Jika kita (pemohon) tidak bersabar pasti data tidak akan pernah kita dapatkan. Ok, I think this class will only become knowledge for me. Tak lama setelah mengikuti kelas, saya diminta salah satu direktur di Rektorat untuk kerjakan buku laporan. Sebulan setelah saya lulus S2, saya diminta kembali menangani PPID.
Dulu saya didorong untuk kritis pada badan publik di mana PPID yang paling bertanggung jawab di sana, namun sekarang saya harus menangani PPID itu sendiri supaya badan publik tersebut menjadi transparan khususnya terkait informasinya. Saya pun menyusun rencana, memlototi parameter informatif versi Komisi Informasi, studi banding ke UI dan Unpad, dan pada akhirnya mengisi Self Assesment Questionnaire (SAQ) dari Komisi Informasi. Di tahap-tahap awal ini saya dibantu oleh dua mahasiswa.
Banyak hal yang kami buat di tahap awal ini termasuk website dan pengumpulan sejumlah data. Proses penilaian dari Komisi Informasi pun kami jalani, semua menurut kami lengkap. Bahkan untuk persiapan visitasi, ruangan Information Centre kami pugar agar mencerminkan sebagai penyedia layanan informasi terstandar. Hasilnya sangat tidak terduga, kami percaya diri ITB dapat masuk tiga besar dalam pemeringkatan nasional oleh Komisi Informasi, namun ternyata menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya biarpun secara poin naik. Saat itu (2017), ITB menduduki peringkat 9 dengan katagori "kurang informatif".
Belajar dari Pengalaman
Tak lama setelah pemeringkatan, kita coba kirimkan surat ke Komisi Informasi untuk memperlihatkan detail penilaian. Namun sayang data yang diberikan tidak cukup memberikan penjelasan dari mana kami harus berbenah. Akhirnya kami utak-atik sendiri. Tahap awal yang dilakukan yaitu mengadakan uji konsekuensi untuk penentuan Daftar Informasi Publik dan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIP-DIK) yang melibatkan lebih dari 30 perwakilan unit dan fakultas di ITB. Setelah enam kali rapat berantai, dokumen itu disahkan oleh PPID (WRAAK) beberapa hari sebelum deadline pengumpulan SAQ tahun 2018. Kriteria penilaian di tahun ini ternyata berbeda dengan tahun lalu di mana kami harus membuat media sosial dan juga aplikasi mobile. Website juga diperhatikan betul dan tidak ada visit di mana diganti dengan presentasi di Jakarta. Dibandingkan tahun lalu, tahun ini jelas jauh lebih ribet dan ketat.
Saya meminta pimpinan untuk merekrut orang arsip, alhamdulillah dikabulkan. Ada lima aplikan dan semuanya dari UGM. Dari lima orang itu diambil satu. Di samping itu saya ingin libatkan mahasiswa untuk tergabung dengan tim PPID. Ada sekitar 22 pendaftar di mana hanya 10 orang yang diambil. Seleksi didasarkan pada portofolio dan wawancara. Kesepuluh mahasiswa tersebut diminta untuk mengerjakan pekerjaan spesifik seperti halnya penulisan konten, videografis, infografis, web development, dan app development. Sebagian pekerjaan mahasiswa magang tersebut tidak terkait langsung dengan PPID seperti pengembangan portal satu layanan dan portal LLH, namun itu semua pendukung PPID.
Saya selalu berfikir "from the whole to the part" mengutip ungkapan Pak Widyo di kelas. Saya selalu berfikir apa yang kita kerjaan ini memberikan benefit apa buat ITB. Saya tidak mau kita kerja keras kerjakan ternyata tidak memberikan manfaat yang berarti bagi institusi. Memang pada akhirnya ketika kita mengerjakan big thing-nya, pekerjaan kita tidak simpel lagi, bahkan sangat kompleks. Bagaimana tidak saya harus meyakinkan beberapa pimpinan di atas saya terkait rencana kami ini. Belum lagi ditambah dengan koordinasi dengan unit lain dan juga sisfo fakultas. Persetujuan pimpinan pun tidak cukup, kita butuh berkali-kali berkomunikasi dengan mereka untuk mem-follow up . Namun itulah seninya, kerja akan tidak menarik kalo tidak ada tantangan.
Senin, 5 November 2018, adalah hari penentuan untuk kerja keras kami selama beberapa bulan terakhir. Beberapa minggu sebelumnya saya mendampingi pimpinan untuk presentasi di depan penilai dari Komisi Informasi di Jakarta terkait proses assesment ini. Alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan, ITB menempati katagori "menuju informatif" satu kluster dengan kampus langganan tiga besar seperti UI dan UB. Hanya satu kampus yaitu IPB yang menempati katagori "informatif". Hasil ini menjadi bukti bahwa apa yang kita kerjakan on the right track. Tinggal langkah selanjutnya, yaitu bagaimana ITB menjadi kampus informatif. Berita terkait capaian ini dimuat di web official ITB [1].
"Informatif"
Tidak sesederhana kita memlototi kriteria dari Komisi Informasi lalu kita akan mendapatkan predikat "informatif" karena sangat mungkin itu dikerjakan perguruan tinggi lain. Yang lebih penting lagi, apa untungnya kita mendapat predikat tersebut namun civitas akademika ITB tidak mendapatkan manfaat dari predikat tersebut ? Maka yang selalu kami fikirkan adalah apa yang kita kembangkan haruslah memberikan benefit bagi internal ITB. Terkait "informatif" ini, setidaknya ada empat parameter yang setiap tahun menilai. Dalam lingkup internasional, webometrics akan selalu menilai kita, sementara di lingkup nasional selain Komisi Informasi, ada dua lagi lembaga yaitu Kemenristekdikti dan Kominfo. Lagi-lagi saya harus berfikir keras bagaimana memahami setiap parameter dari semuanya. Terkait hal ini kami sudah memulai di pertemuan dengan sisfo se-ITB kamis lalu (15/11), tinggal bagaimana follow up selanjutnya.
Secara pribadi, saya sangat yakin ide-ide yang kami rencanakan akan terlaksana di masa depan. Keyakinan tersebut yang membuat kami akan selalu bersemangat. Semoga di tahun 2019 nanti, ITB mendapatkan predikat "informatif" dengan berbagai inovasi penyajian data dan informasi di dalamnya.
[1] https://www.itb.ac.id/news/read/56874/home/itb-raih-penghargaan-keterbukaan-informasi-publik-sebagai-ptn-menuju-informatif
0 komentar:
Post a Comment