Pekan ini adalah minggu peringatan milad 1 abad Madrasah Mu'allimin-Mu'allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, setelah kemarin (6/12) dihadiri Presiden Jokowi dilanjutkan dengan agenda lain sampai akhir pekan ini. Saya yang tidak bisa secara langsung datang ke Jogja, hanya bisa melihat dari berbagai media sosial seperti Youtube, Facebook, dan Instagram. Saya merasa bangga bahwa madrasah di mana saya pernah sekolah selama 6 tahun, peringatan miladnya sebegitu meriah. Dari jarak jauh, saya melihat optimisme untuk Mu'allimin ke depan untuk menjadi madrasah yang unggul di banyak hal khususnya kepemimpinan (leadership).
Teringat pada 2006 silam saya dihadapkan pada realita untuk tetap bersekolah di Mu'allimin atau keluar. Kala itu saya mendapatkan nilai Ujian Nasional (UN) relatif tinggi dan masuk 10 besar di Mu'allimin di mana sebagian besar memilih untuk pindah ke beberapa SMAN favorit seperti halnya SMA Teladan Yogyakarta. Saya ikut apa kata Bapak. Bapak meminta saya untuk tetap sekolah di Mu'allimin dan berlajutlah saya mondok di sini dengan segala konsekuensinya. Kala itu gedung utama madrasah sedang dibangun pasca gempa 5.9 SR melanda Jogja pada Mei 2006, akibatnya ruang kelas harus berpindah-pindah. Kala itu atmosfer belajar sangat rendah, hampir setiap hari saya tidak pernah absen dari tidur di kelas. Bahkan sampai ada satu pelajaran di mana hampir semua siswa tidur di kelas, tinggal 1-3 orang yang tetap memperhatikan.
Kelas 4-5 (1-2 Aliyah/SMA) keseluruhan waktu habis untuk aktivitas non-akademik. Akademik hanya terfikirkan saat ujian akhir semester. Sebagian besar siswa termasuk saya menghabiskan waktu untuk organisasi. Kala itu saya aktif di Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) dengan menjadi staff Departemen Bahasa pada kelas 4 dan koordinator departemen yang sama pada kelas 5. Kegiatan non-organisasi yang pernah saya ikuti diantaranya tim debat bahasa Inggris dan tim olimpiade sains, namun saya tidak pernah sekalipun dapat juara. Saya lebih totalitas di organisasi dari yang lain. Apalagi saat menjadi Badan Pimpinan Harian (BPH) dengan menjadi koordinator departemen, saya mengetuai dua event besar ; Usbu'ul Lughoh (pekan bahasa se-Mu'allimin), dan Galaction (lomba bahasa se-DIY). Di samping itu ada event baru yang belum pernah ada sebelumnya yaitu Mu'allimin Language Master (MLM). Pengalaman ini kemungkinan kecil saya dapatkan jika memilih pindah ke sekolah lain.
Euforia organisasi berakhir saat kelas 6 (3 Aliyah/SMA). Saya harus fokus akademik untuk mendapatkan peluang kecil masuk di PTN ternama nasional. Kala itu nilai UN tidak berpengaruh masuk-tidaknya siswa ke PTN. Kelulusan UN hanya sebatas tiket masuk. Karena nilai rapor saya tidak bagus-bagus amat, jalur satu-satunya yang bisa saya masuki adalah jalur Ujian Mandiri (UM) dan jalur seleksi nasional (SNMPTN). Karena jalur ini peminatnya luar biasa besar saya harus mati-matian belajar. Di samping bimbel di madrasah, saya ikut juga bimbel di luar sekolah. Hampir setiap sore saya ke bimbel. Tiba saatnya ujian seleksi masuk PTN, saya gagal di SIMAK UI, UM UGM, dan USM ITB. Tiba saatnya satu ujian pamungkas, SNMPTN. Jika saya gagal, saya tidak akan kuliah tahun tersebut dan menunggu sampai tahun depannya. Takdir berkata lain, alhamdulillah saya diterima di ITB. Saya pun menjadi lulusan Mu'allimin ketiga yang diterima di ITB.
Pesan Kyai Dahlan
Saya teringat betul pesan Buya Syafi'i Ma'arif yang dipampang di baligo besar depan madrasah menjelang kelulusan kami dulu, "Kader Bangsa, Ummat, dan Persyarikatan" sebagai tagline lulusan Mu'allimin. Pesan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa lulusan Mu'allimin dapat memilih ladang amal untuk berjuang di level manapun, tidak terbatas di organisasi Muhammadiyah. Biarpun demikian di manapun kita berada, kita akan tetap memikirkan masa depan Muhammadiyah dalam bentuk sekecil apapun. Saat ini mungkin kita belum bisa meyumbangkan sesuatu ke Muhammadiyah, mungkin di beberapa waktu ke depan. Mau tidak mau, lulusan Mu'allimin adalah kader Muhammadiyah, bukan ormas lain.
Pesan Buya senada dengan pesan Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah yang juga pendiri Mu'allimin :
"Muhammadiyah hari ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah Guru, kembalilah pada Muhammadiyah. Jadilah mester, insinyur, dan lain-lainnya dan kembalilah pada Muhammadiyah".
Selamat Milad 1 Abad (1918-2018) Madrasah Mu'allimin-Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta !
Gedung Mu'allimin Lama (sumber : Fanpage Mu'allimin) |
Kelas 4-5 (1-2 Aliyah/SMA) keseluruhan waktu habis untuk aktivitas non-akademik. Akademik hanya terfikirkan saat ujian akhir semester. Sebagian besar siswa termasuk saya menghabiskan waktu untuk organisasi. Kala itu saya aktif di Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) dengan menjadi staff Departemen Bahasa pada kelas 4 dan koordinator departemen yang sama pada kelas 5. Kegiatan non-organisasi yang pernah saya ikuti diantaranya tim debat bahasa Inggris dan tim olimpiade sains, namun saya tidak pernah sekalipun dapat juara. Saya lebih totalitas di organisasi dari yang lain. Apalagi saat menjadi Badan Pimpinan Harian (BPH) dengan menjadi koordinator departemen, saya mengetuai dua event besar ; Usbu'ul Lughoh (pekan bahasa se-Mu'allimin), dan Galaction (lomba bahasa se-DIY). Di samping itu ada event baru yang belum pernah ada sebelumnya yaitu Mu'allimin Language Master (MLM). Pengalaman ini kemungkinan kecil saya dapatkan jika memilih pindah ke sekolah lain.
Gedung Mu'allimin Baru (sumber : fanpage Mu'allimin) |
Pesan Kyai Dahlan
Saya teringat betul pesan Buya Syafi'i Ma'arif yang dipampang di baligo besar depan madrasah menjelang kelulusan kami dulu, "Kader Bangsa, Ummat, dan Persyarikatan" sebagai tagline lulusan Mu'allimin. Pesan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa lulusan Mu'allimin dapat memilih ladang amal untuk berjuang di level manapun, tidak terbatas di organisasi Muhammadiyah. Biarpun demikian di manapun kita berada, kita akan tetap memikirkan masa depan Muhammadiyah dalam bentuk sekecil apapun. Saat ini mungkin kita belum bisa meyumbangkan sesuatu ke Muhammadiyah, mungkin di beberapa waktu ke depan. Mau tidak mau, lulusan Mu'allimin adalah kader Muhammadiyah, bukan ormas lain.
Pesan Buya senada dengan pesan Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah yang juga pendiri Mu'allimin :
"Muhammadiyah hari ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah Guru, kembalilah pada Muhammadiyah. Jadilah mester, insinyur, dan lain-lainnya dan kembalilah pada Muhammadiyah".
Selamat Milad 1 Abad (1918-2018) Madrasah Mu'allimin-Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta !
0 komentar:
Post a Comment