Monday, July 29, 2019

Marathon dan Melawan Diri



Pertama kalinya saya mengikuti marathon kemarin (28/7) di event yang diadakan tahunan oleh Pocari Sweat. Ini adalah kali kedua saya mengikuti event lari tahun ini, setelah sebelumnya menjadi “pemain pengganti” untuk di Unity Run 6.2k pada 23 Juni lalu. Beberapa teman tidak percaya saya mengikuti marathon 42.195k karena memang saya terhitung jarang mengikuti event lari. Terakhir saya turut serta event lari paling jauh 10k di ITB Ultra Marathon tahun lalu. Saya belum pernah satupun ikut atau latihan lari half marathon (21k), saya latihan paling jauh 10k atau sekitar satu jam keliling lapangan GOR Saparua. Selebihnya saya jogging ringan sekitar 15 menit atau setengah jam. Itupun tidak rutin. Oleh karenanya keikutsertaan saya di marathon tersebut adalah aksi yang nekat.

Telat dan Kram

Jam 5.00 WIB start marathon dimulai. Saya berangkat dari kostan sekitar jam 4.30 WIB diantar oleh Gojek. Setibanya di Gedung Sate saya sempat lakukan pemanasan sendiri sembari menunggu waktu subuh. Semalam saya tidur kurang nyenyak, ketika bangun kepala pusing. Perut saya juga sakit namun saya sulit buang air. Beberapa menit menjelang azan subuh, saya ke masjid gedung Pakuan untuk sholat subuh jamaah. Setelah sholat, saya harus menitipkan barang saya di Baggage Drop. Sialnya saya harus ngantri panjang di belakang. Hasilnya saya telat untuk start sekitar 15 menit. Jadi saya start berbarengan dengan peserta half-marathon. Di belokan Pusdai, saya hampir salah rute karena ikut dengan peserta HM. Untungnya saya sempat tanya salah seorang peserta dan saya pun berbalik dan menuju rute marathon.

Di jalan saya lihat sedikit sekali yang start telat seperti saya. Banyak yang sudah jauh mendahului saya. Rute awal yang saya lewati adalah jalan AH Nasution dari Pusdai menuju Jalan Pastur dan kembali lagi ke Pusdai dan menuju Supratman dan Antapani. Karena saya telah 15 menit, saya bertekad tidak berhenti untuk sekedar minum di Hydration Point (saya lebih suka menyebut Water Station/WS seperti di ITB Ultra tahun lalu) sampai 20k. Namun, saya kuat sampai 11k, di WS depan Pusdai saya sempat minum segelas Pocari Sweat yang disediakan panitia. Di belokan Supratman menuju Antapani, saya sempat buang air kecil di sebuah POM bensin di sana. Setelah itu, saya lanjutkan perjalanan. Saya bertemu dengan alumni ITB 94, Pak Arif namanya. Saya barengan lari dengan beliau sampai daerah Kiaracondong. Di KM 21 kami sempat berfoto bersama.

Bersama Pak Arif (IF94)

Selanjutnya saya terkadang mendahului beliau atau beliau mendahului saya. Seringnya saya berada di belakang beliau. Ada juga Pak Arie (jika tidak salah), seorang Bapak mungkin berusia 50-an yang terkadang di depan/di belakang saya. Ada juga seorang perempuan cantik (jika tidak salah namanya Ingrid) dengan gaya larinya seperti jalan namun konstan yang saya tidak pernah sekalipun bisa mendahuluinya. Dia pernah di belakang saya karena cari pengganjal perut, namun setelah itu saya hampir tidak pernah melihatnya lagi, dia berada jauh di depan. Dari Kiaracondong, kami menuju Gatot Subroto dan kemudian Asia Afrika. Setelah KM 30, saya sempat cari pengganjal perut di salah satu minimarket. Saya saat itu lapar sekali. Panitia menyediakan pisang namun hanya di beberapa titik, jika tidak salah 4 titik saja. Pelayan di minimarket saat itu cantik sekali membuat saya menyesal tidak bicara basa-basi satu kalimatpun.

Setelah dua dari tiga coklat snickers habis dimakan, saya melanjutkan perjalanan. Saya bertekad dari KM 31 ke 37 untuk jarang-jarang jalan jauh. Realitanya, saya tetap seringkali jalan. Saya merencanakan untuk dengarkan musik yang playlist-nya sudah saya siapkan di 5k terakhir namun saya urungkan. Setelah melewati Jalan Kebon Kawung – Pajajaran -  Cihampelas – Riau – Merdeka - Jawa, saya sempat berhenti beberapa menit di WS. Saya meminta bantuan tim PMI untuk membantu melemaskan otot kaki saya yang sempat kram di KM 31. Saat terjadi kram, saya paksakan untuk terus berlari sampai pada akhirnya tidak merasakan lagi. Di lima kilometer terakhir, kaki sudah mulai berat sekali untuk sekedar jalan. Di WS tersebut, saya melihat jam di hape saya menunjukkan pukul 11.17 WIB, artinya waktu saya tinggal 43 menit sebelum Cut-Off Time (COT) atau batas waktu yang ditentukan panitia untuk katagori marathon.

Hitungan Detik

Tiba pada akhirnya di KM 41, artinya tinggal sekitar 1 kilometer garis finish. Sejak saat itu saya urungkan untuk jalan, saya terus berlari. Saya tidak peduli dengan waktu sampai pada akhirnya saya sampai jalan Diponegoro. Itu artinya tinggal beberapa meter lagi saya masuk garis finish. Banyak orang bersahutan menyemangati, saya abaikan semua. Saya fokus pada diri saya yang harus meningkatkan energi untuk mencapai garis akhir sebelum COT. Tepat di depan saya, ada rekan satu tim yang menyemangati kawan timnya dengan memberikan balon. Sementara saya, tidak ada satupun. Satu hal yang membuat saya harus finish di bawah COT hanyalah diri saya sendiri yang menargetkan finish di bawah COT meskipun telat start 15 menit. Jarak semakin dekat, saya melihat waktu menunjukkan kurang dari 2 menit menuju COT. Saya paksakan diri tidak peduli betapa sakitnya kaki saya untuk sekedar lari kecil. Tinggal satu menit lagi dan saya berhasil finish sekitar 40 detik sebelum COT. Alhamdulillahiroobil aa’lamiin.

Tepat habis finish

0 komentar: