Institut Teknologi Bandung (ITB) kini sedang mengalami pesta pemilihan Rektor periode 2020-2025 dengan jumlah kandidat yang mendaftar sejumlah 34 orang. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan periode awal era BHMN ITB pada 2000-an dengan jumlah pendaftar saat itu lebih dari 100 orang. Dalam tulisan ini saya tidak akan mengulas terkait pemilihan Rektor saat ini, melainkan hanya akan memberikan pandangan terkait Rektor itu baiknya ngapain sih. Kebetulan saya beberapa waktu lalu mewawancarai secara langsung dua mantan Rektor ITB yang kata banyak orang ITB fenomenal yaitu Prof. Wiranto Arismundar (Pak Wir) dan Kusmayanto Kadiman, PhD (Pak KK).
Program paling fenomenal dari kepemimpinan beliau adalah pembangunan besar-besaran gedung ITB. Tercatat ada sekitar 13 gedung utama ITB dibangun di mana beliau seperti halnya empat labtek kembar, gedung Sabuga, Saraga, dan Sunken Court. Sampai saat ini, jejak beliau sebagai "Bapak Pembangunan ITB" tak hilang. Kita bisa lihat pesan Pak Wir di Plasa Widya dan juga pintu masuk gedung utama Sabuga. Terlihat pemikiran Pak Wir di sana "... Supaya lulusannya bukan saja sebagai pelopor pembangunan tetapi juga pelopor pesatuan dan kesatuan bangsa". Pembangunan ketika itu tidaklah mudah karena ITB tidak punya uang yang cukup. Berbekal sikap nekat, Pak Wir mengutus jajaran pembantunya untuk pergi ke Jepang cari dana dan dapat. Kepemimpinan Pak Wir dikatakan lengkap karena tak hanya fisik (gedung) yang dibangun melainkan mental juga yakni budaya akademik.
Bersih selanjutnya adalah terkait mental. Beliau terapkan metode kepemimpinan ala CEO perusahaan dengan menekankan pada profesionalisme kerja. Beliau menyadari betul bahwa Rektor di masa BHMN harus unggul dalam dua hal sekaligus yaitu akademik yang unggul (The magnificent Rector) dan manajemen (CEO). Di kampus-kampus Amerika dua fungsi tersebut dipisah, namun tidak dengan ITB. Makanya tugas Rektor ITB bisa dikatakan sangat berat. Sebagai cara untuk menjalankan dua fungsi ini, beliau mengangkat Wakil Rektor dengan keunggulan di dua bidang tersebut. Sementara beliau memperkuat ITB melalui penguatan sisi profesionalisme untuk mewujudkan ITB sebagai kampus unggul. Maka di masa beliau memimpin, diterapkan merit system, dibuat Sistem Penjamin Mutu (SPM), PT LAPI, dan Yayasan LAPI. Gedung CC Barat dan CC Timur juga dibangun di masa beliau. Saat itu, beliau setiap rabu-kamis menyambangi alumni-alumni yang menjadi pimpinan di berbagai perusahaan di Jakarta untuk dimintai bantuannya. Nama-nama di Labtek kembar ITB adalah empat penyumbang terbesar saat itu dengan masing-masing menyumbang 25 Milyar rupiah.
Pak Wir dan Kiprahnya
Pak Wir menjabat sebagai Rektor ITB cukup lama yakni dua periode pada 1988-1997. Dalam kepemimpinannya sebagai Rektor, beliau menggagas visi ITB sebagai kampus yang ramah khususnya bagi orang luar. Beliau yang mantan pemain bola Persema Malang juga mencetuskan kuliah wajib olahraga. Baginya, tidak hanya aktivitas akademik yang harus dimiliki mahasiswa ITB melainkan juga aktivitas non-akademik seperti olahraga. Beliau juga sangat mendorong mahasiswa ITB untuk aktif di kegiatan ekstrakulikuler apapun. Tak hanya itu, program lain yang digagas beliau yaitu "zero drop out" belajar dari banyaknya mahasiswa ITB yang keluar tidak pada waktunya saat itu. Program itu tidak berarti ITB umbar ijazah, namun upaya ITB untuk membenahi sistem pengajaran dengan menakankan pendekatan pada mahasiswa khususnya yang bermasalah.
Dengan Pak Wir sekaligus pamer buku saya |
Program paling fenomenal dari kepemimpinan beliau adalah pembangunan besar-besaran gedung ITB. Tercatat ada sekitar 13 gedung utama ITB dibangun di mana beliau seperti halnya empat labtek kembar, gedung Sabuga, Saraga, dan Sunken Court. Sampai saat ini, jejak beliau sebagai "Bapak Pembangunan ITB" tak hilang. Kita bisa lihat pesan Pak Wir di Plasa Widya dan juga pintu masuk gedung utama Sabuga. Terlihat pemikiran Pak Wir di sana "... Supaya lulusannya bukan saja sebagai pelopor pembangunan tetapi juga pelopor pesatuan dan kesatuan bangsa". Pembangunan ketika itu tidaklah mudah karena ITB tidak punya uang yang cukup. Berbekal sikap nekat, Pak Wir mengutus jajaran pembantunya untuk pergi ke Jepang cari dana dan dapat. Kepemimpinan Pak Wir dikatakan lengkap karena tak hanya fisik (gedung) yang dibangun melainkan mental juga yakni budaya akademik.
Kiprah Pak KK
Pak KK bisa dikatakan Rektor dengan periode terpendek (2001-2004) dan bukan profesor satu-satunya sampai sekarang. Sebelum Rektor beliau adalah sekretaris Rektor yang dari sana beliau tahu banyak tentang ITB yang menjadi satu faktor untuk maju pada pemilihan Rektor di periode awal ITB sebagai BHMN. Saat menjadi Rektor, beliau menetapkan visi "ITB Bersih" tak hanya fisik melainkan mental. Program bersih-bersih Pak KK dimulai dengan pembersihan kawasan ITB dari hal yang paling jorok yaitu jamban, halaman, sampai PKL di jalan Ganesha. Saat itu ITB dibagi menjadi delapan zona dengan sejumlah karyawan dan satpam yang standby di sana. Jalan Ganesha yang penuh PKL disulap bersih berbekal kerjasama yang intens dengan Pemkot dan Kodam. Beliau mengadopsi konsep dari Kodam Siliwangi saat itu, "Cukat" yang berati "muncul-sikat" yang berarti ketika melihat PKL langsung diusir biar tidak jualan di sana. Satpam saat itu dipekerjakan khusus untuk mengawasi PKL di Jalan Ganesha. Tak hanya itu, dibuat halte angkot dengan gaya khas ala "gajah" dengan maksud biar PKL susah jualan di sana.
Dengan Pak KK habis wawancara |
Bersih selanjutnya adalah terkait mental. Beliau terapkan metode kepemimpinan ala CEO perusahaan dengan menekankan pada profesionalisme kerja. Beliau menyadari betul bahwa Rektor di masa BHMN harus unggul dalam dua hal sekaligus yaitu akademik yang unggul (The magnificent Rector) dan manajemen (CEO). Di kampus-kampus Amerika dua fungsi tersebut dipisah, namun tidak dengan ITB. Makanya tugas Rektor ITB bisa dikatakan sangat berat. Sebagai cara untuk menjalankan dua fungsi ini, beliau mengangkat Wakil Rektor dengan keunggulan di dua bidang tersebut. Sementara beliau memperkuat ITB melalui penguatan sisi profesionalisme untuk mewujudkan ITB sebagai kampus unggul. Maka di masa beliau memimpin, diterapkan merit system, dibuat Sistem Penjamin Mutu (SPM), PT LAPI, dan Yayasan LAPI. Gedung CC Barat dan CC Timur juga dibangun di masa beliau. Saat itu, beliau setiap rabu-kamis menyambangi alumni-alumni yang menjadi pimpinan di berbagai perusahaan di Jakarta untuk dimintai bantuannya. Nama-nama di Labtek kembar ITB adalah empat penyumbang terbesar saat itu dengan masing-masing menyumbang 25 Milyar rupiah.
Belajar dari Kedua Rektor
Kedua Rektor tersebut memiliki kemiripan yakni sama-sama memiliki visi besar ketika masa kepemimpinan masing-masing. Bagi mereka berdua menjadi Rektor ITB jauh lebih istimewa dibandingkan ketika keduanya diminta Presiden untuk menjadi menteri. Pak Wir adalah mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) di era Presiden Soeharto, sementara Pak KK adalah mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) di era Presiden SBY. Kedua Rektor ini sama-sama mengangkat pembangunan fisik dan mental meskipun dengan gaya dan pola yang berbeda. Jika Pak Wir membangun infrastruktur primer ITB (13 gedung utama) dan juga program peningkatan softskill, Pak KK membangun infrastruktur dasar ITB untuk dapat melesat menjadi Perguruan Tinggi terkemuka melalui pembangunan berbagai perusahaan ITB dan penguatan sisi profesionalitas baik untuk kalangan dosen maupun pegawai.
Dari sana, tidak berlebihan jika keduanya adalah Rektor dengan kontribusi sangat besar pada almamater. Saya tidak mengatakan Rektor yang lain tidak berkontribusi. Sangat mungkin kontribusi Rektor lain juga besar juga namun saya tidak tahu saja. Saya angkat kedua tokoh ITB karena tak hanya saya yang membicarakan, melainkan juga banyak dari kalangan dosen dan pegawai.
Pesan untuk Rektor ITB 2020-2025
Kata Bung Karno "Jas Merah, Jangan Lupakan Sejarah". Penting bagi 34 calon Rektor terdaftar untuk mengamati kiprah para Rektor sebelumnya lebih khusus dua tokoh yang saya angkat di sini. Kedua tokoh ini telah menulis masing-masing 3 buku (Pak Wir) dan 4 buku (Pak KK) yang isinya kiprah keduanya sebagai Rektor ITB dan Menteri. Mungkin perlu bagi calon Rektor untuk membaca buku-buku tersebut. Jika tidak cukup waktu membaca, mungkin bisa membaca tulisan saya ini, hehehe.
Dari cerita saya tentang kiprah dua Rektor ini dapat saya simpulkan tiga hal penting yang perlu dimiliki Rektor ITB ke depan. Pertama, menjadi Rektor adalah bentuk pengabdian pada almamater dengan implikasi terbesar baik untuk institusi dan orang-orang yang ada di dalamnya dan juga untuk bangsa, negara, dan dunia. Maka, pergunakan masa itu untuk bekerja total. Jangan dipakai posisi ini untuk sekedar jembatan menjadi menteri. Pak Wir dan Pak KK mengatakan menjabat Rektor ITB lebih menantang dari pada Menteri (Menteri tidak sebergengsi Rektor ITB ya, hehe). Kedua, visi boleh besar namun harus terukur dengan diwujudkan melalui program-program yang konkret. Buat apa ITB jadi world class university tapi internet sering mati dan Jalan Ganesha ruwetnya minta ampun, hehe (malah curhat). Ketiga, menggalakkan kolaborasi di lingkungan ITB. Zaman telah berubah, kini tak lagi masanya untuk berkompetisi namun masa untuk berkolaborasi. Jangan sampai ada sentimen antarunit/antarfakultas. ITB harus solid secara internal sehingga kita secara bersama-sama dapat bersaing dengan kampus besar di level ASEAN minimal dengan karya-karya besar tentunya. Bosen rasanya ITB seolah jago di level nasional saja.
*Uruqul Nadhif Dzakiy (pegawai dan periset biasa)
0 komentar:
Post a Comment